Gayus Serang Penyidik

Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, terdakwa korupsi pajak, suap, dan pemberi keterangan palsu, menilai tim penyidik independen yang memeriksa perkara dirinya tidak kesatria, tidak independen, dan kerap mengingkari janji.

Pasalnya, penyidik independen tidak mengusut tuntas kasus mafia pajak di Direktorat Jenderal Pajak dan mafia kasus di kepolisian dan kejaksaan yang melibatkan petinggi institusi tersebut. Padahal, menurut Gayus, dirinya telah membeberkan seluruh informasi mengenai perkara-perkara tersebut.

Demikian dikatakan Gayus saat membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi setebal 18 halaman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Albertina Ho dengan hakim anggota Tahsin dan Syaifoni. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Gayus hukuman penjara 20 tahun. Menurut jaksa, Gayus terbukti menyalahgunakan wewenang saat menangani keberatan pajak yang diajukan PT Surya Alam Tunggal, terbukti menyuap polisi dan hakim, serta memberikan keterangan yang tidak benar soal kepemilikan uang Rp 28 miliar di rekeningnya.

Dalam pleidoinya, Gayus juga mengakui bahwa pemeriksaan tim independen sarat rekayasa. Bahkan, ia juga terlibat dalam rekayasa pembuatan sejumlah berita acara pemeriksaan, seperti dalam perkara pajak PT Surya Alam Tunggal dan penyuapan kepada hakim Muhtadi Asnun, yang membebaskannya saat berperkara di Pengadilan Negeri Tangerang. ”Saya menyesal telah mengikuti alur cerita yang diminta polisi dengan janji-janji muluk,” kata Gayus.

Gayus mengatakan, langkahnya mengikuti alur penyidik dan memberikan informasi seluas-luasnya hanya bertujuan agar penyidik independen memiliki gambaran yang jelas sehingga bisa mengusut tuntas perkara, termasuk menyeret ke pengadilan para pejabat yang terlibat.

Namun, ia menyayangkan penyidik independen dan jaksa penuntut umum hanya menyeret orang kecil yang sebenarnya tidak punya wewenang, contohnya adalah dirinya, M Arafat Enanie, Sri Sumartini, dan Alif Kuncoro.

Bahkan, dalam beberapa kasus, kata Gayus, dirinya dijadikan tersangka atas perkara hasil rekayasa penyidik dan dirinya sendiri. Hasil rekayasa yang semula dibuat untuk menjerat para petinggi ternyata hanya akal-akalan untuk menjerat Gayus.

”Banyak kasus telah saya ceritakan kepada tim independen terkait dugaan keterlibatan pejabat-pejabat di Ditjen Pajak, termasuk juga dugaan permainan wajib pajak yang kemungkinan merugikan negara triliunan rupiah. Namun, tidak ada yang diangkat sama sekali,” kata Gayus.

Gayus mencontohkan, kasus PT Surya Alam Tunggal sebenarnya hanya kasus yang dibuat-buat. Perkara itu dibuat sebagai pintu masuk bagi penyidik untuk memeriksa pejabat pajak nakal dan menyeret mereka ke pengadilan. Mengikuti skenario penyidik, Gayus pun menyeret atasannya, yakni Bambang Heru selaku Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak.

”Namun, apa yang terjadi, bukannya Bambang Heru yang ditangkap, malah saya dan Humala Napitupulu yang didakwa. Mungkin karena Humala orang kecil dan tidak ada back up serta dana melimpah, sementara Bambang Heru sebaliknya,” ujar mantan pegawai pajak ini.

Gayus juga mempertanyakan mengapa pejabat Mabes Polri seperti Edmond Ilyas, Raja Erizman, Pambudi Pamungkas, dan juga Mardiyani tidak diproses lebih lanjut perkaranya. Padahal, peran mereka sangat terang benderang. Menurut Gayus, Edmond Ilyas yang berperan mengubah status Roberto Santonius dari tersangka menjadi saksi. Pambudi Pamungkas adalah pihak yang memberi izin pemeriksaan Gayus di luar Mabes Polri.

Kejaksaan Agung, kata Gayus, juga tidak memproses Cirus Sinaga, Fadil Regan, Poltak Manulang, dan Kemal Sofyan. ”Padahal, peran mereka juga terang benderang,” kata Gayus.

Dalam pleidoi yang dibacakannya, Gayus merasa tidak bersalah. Penasihat hukum Gayus, Adnan Buyung Nasution, saat membacakan pleidoi mengatakan, terjadi manipulasi hukum dengan hanya membatasi dakwaan kepada Gayus dan polisi tingkat bawah, sedangkan petinggi Polri tidak tersentuh. (FAJ)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan