Gayus Mengaku Terima Uang dari Grup Bakrie

Saat Tangani Pajak KPC, Diungkap dalam Sidang

Untuk kali pertama, tersangka kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan diajukan ke meja hijau kemarin (3/8). Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan itu dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang kasus mafia pajak dengan terdakwa AKP Sri Sumartini.

Saat itulah Gayus membuat pengakuan mengejutkan. Salah satunya, dia membantah keterangannya dalam BAP (berita acara pemeriksaan) ketika dikonfirmasi jaksa penuntut umum (JPU). Dalam BAP disebutkan, Gayus menyerahkan uang USD 45 ribu kepada Haposan Hutagalung agar rumahnya di Kelapa Gading Park View Blok JE6 No 1, Jakarta Utara, dan uang Rp 500 juta dalam rekening di Bank Mandiri tidak disita.

Uang itu selanjutnya diberikan kepada M. Arafat Enanie (penyidik Polri). Kemudian, oleh Arafat, dua sampai tiga lembar dolar pecahan USD 100 diberikan kepada Sri Sumartini (juga penyidik Polri).

Masih dalam BAP tersebut, Arafat menyatakan kepada Gayus bahwa uang yang dititipkan kepada Haposan sudah diterima penuh. Sementara itu, saat ditanya Gayus, "Bu, terima berapa dari uang sita rumah, saya kasih USD 45 ribu?" Sri Sumartini menjawab, ''Dapat cuma kecil.''

Keterangan di BAP tersebut, dalam sidang yang dipimpin hakim Achmad Solichin kemarin, dibantah Gayus. Dia mengaku tidak pernah mengatakan kalimat dan terlibat percakapan seperti itu. ''Saya tidak pernah berkata seperti itu,'' ujar Gayus yang kemarin mengenakan kemeja batik.

Dia mengungkapkan, keterangan dalam BAP tersebut disampaikan untuk membantu penyidik yang saat itu mengalami kebuntuan. ''Sebab, Haposan tidak pernah mau ngaku, bungkam,'' tuturnya.

Tutup mulutnya Haposan membuat rangkaian aliran dana dari Gayus ke penyidik terputus. ''Istilahnya bukan (penyidik) menekan (saya), tapi (penyidik) minta tolong. Saya niatnya membantu penyidik,'' ujar Gayus.

JPU yang dimotori Harjo dan Edwin Purba, tampaknya, tidak puas atas pernyataan Gayus. Mereka mencecar Gayus dengan kemungkinan dia memberikan kesaksian palsu. ''Saya siap bertanggung jawab,'' ujar Gayus tenang.

Hakim Achmad Solichin juga masih mendalami pengakuan Gayus itu. Dia mempertanyakan keterangan yang disampaikan di bawah sumpah dalam sidang. ''Sebab, memang faktanya saya tidak pernah konfirmasi (ke Arafat dan Sri Sumartini soal uang USD 45 ribu, Red),'' terang dia.

Meski begitu, Gayus mengakui bahwa dirinya memberikan uang sejumlah itu (USD 45 ribu) kepada Haposan. ''Kalau beri ke Haposan, memang betul. Katanya untuk penyidik. Tapi, saya tidak pernah konfirmasi. Saya hanya dengar dari keterangan Haposan,'' urainya.

Sementara itu, bagi kuasa hukum Sri Sumartini yang dikoordinatori pengacara senior Denny Kailimang, pengakuan tersebut membuat posisi kliennya di atas angin. Dengan tegas, Denny langsung melontarkan pertanyaan, ''Jadi, keterangan di BAP Anda cabut?'' Gayus pun langsung menyahut, ''Iya, Pak.''

Gayus mengungkapkan, total dirinya memberikan uang Rp 20 miliar kepada Haposan untuk mengurus perkara dugaan pencucian uang yang menjadikannya sebagai tersangka. Menurut keterangan Haposan, lanjut dia, uang tersebut akan dibagi-bagi, mulai penyidik sampai hakim.

Saat dicecar oleh Tumbur Simanjuntak, salah seorang kuasa hukum Sri Sumartini, mengenai nama penyidik yang disebut Haposan, Gayus menjawab enteng. ''Yang pasti Pak Edmond (Brigjen Edmond Ilyas, saat itu direktur II Eksus Bareskrim), Pak Susno (Komjen Susno Duadji, saat itu Kabareskrim), dan Pak Pambudi (Kombes Pambudi Pamungkas, saat itu Kanit III Direktorat II Eksus Bareskrim),'' bebernya.

Namun, Gayus merasa selama ini hanya ditakut-takuti oleh Haposan. Misalnya, terkait rencana penyitaan rumah dan rekeningnya. Dia juga menyangsikan uang yang diberikan melalui Haposan sampai ke tangan penyidik hingga level jenderal. Sebab, saat pemeriksaan di depan tim independen, para penyidik mengaku tidak menerima. ''Dari situ, saya sadar bahwa Haposan cuma memeras,'' katanya.

Kecurigaan tersebut masih ditambah saat dirinya mengklarifikasi ke Haposan soal uang yang rencananya diberikan kepada Susno Duadji. ''Lay (panggilan Gayus ke Haposan, Red), kenapa kamu tidak berikan uang yang ke Pak Susno Rp 3 miliar itu, sampai Pak Susno bikin ramai begini (membongkar kasus, Red)?'' ungkap Gayus.

Selain pencabutan BAP, dalam kesaksian Gayus mengungkapkan penerimaan uang USD 500 ribu dari Alif Kuncoro. Menurut dia, uang itu dimaksudkan untuk pengurusan SKP (surat ketetapan pajak) PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan milik keluarga Bakrie, yang ditahan di Ditjen Pajak. "(SKP, Red) itu lima tahun, mulai 2000 sampai 2005, minus 2004," terangnya.

Sebenarnya, Gayus menerima uang USD 2 juta dari Alif. Namun, dia hanya mengambil USD 500 ribu. "Sisanya saya kasih kepada Maruli," papar dia. Maruli yang dia maksud adalah Maruli Pandapotan Manurung, atasannya.

Terdakwa Sri Sumartini tidak menyangkal keterangan Gayus itu. Dia juga mengakui memeriksa Gayus pada 5 Oktober 2009. "Tapi, saya hanya melaksanakan tugas karena semua sudah disiapkan oleh Pak Arafat," kata Sri.

Pencabutan BAP tidak hanya datang dari Gayus. Arafat selaku saksi yang mendapatkan giliran setelah Gayus melakukan hal sama. Dia menyatakan bahwa keterangan dalam BAP itu tidak benar. "Sekarang yang menjadi keterangan sebenar-benarnya adalah yang ada dalam sidang kali ini," ungkap Arafat yang baru duduk menjadi saksi selepas magrib tersebut.

Perwira menengah itu mengaku berada dalam keadaan terpaksa saat di-BAP di depan tim penyidik independen. Misalnya, soal uang Rp 35 juta dan Rp 20 juta, Arafat membantah tuduhan pernah menerimanya. "Suasana kebatinan saat pemeriksaan itu mengharuskan saya mengiyakan," tuturnya. Dia menyatakan bisa dianggap tidak kooperatif jika kala itu tidak mengakuinya.

Dalam keterangan, Arafat yang disebut-sebut menerima sebuah motor Harley-Davidson saat menangani perkara Gayus itu juga mengungkit-ungkit nama jaksa Cirus Sinaga. Hal tersebut terkait dengan penambahan pasal 372 KUHP yang mengatur penggelapan. "Itu maunya jaksa, memasukkan pasal 372 tersebut," bebernya.

Tujuannya, perkara tersebut bisa masuk ke ranah pidana umum, di mana Cirus menjadi salah seorang jaksanya. Penambahan itu dilakukan setelah ada pertemuan di Hotel Kristal antara Arafat, Sri, Cirus, dan jaksa Fadil Regan. "Belakangan, saya tahu bahwa Pak Cirus dan Pak Poltak (Poltak Manulang, saat itu direktur prapenuntutan bidang pidana umum Kejagung, Red) adalah teman Haposan," ungkapnya.

Sebelum Gayus dan Arafat memberikan kesaksian, sidang mendengarkan keterangan Ipda Angga Harya Kusuma dan Kombespol Pambudi Pamungkas. Angga merupakan polisi yang membuat laporan polisi (LP) soal dugaan pencucian uang dengan tersangka Gayus dan Roberto Santonius berdasar LHA (laporan hasil analisis) PPATK.

Sementara itu, Pambudi membantah anggapan bahwa dirinya memerintahkan pembukaan rekening Gayus dan Roberto yang diblokir. Dia justru mengetahui ada pembukaan rekening saat diperiksa di depan tim penyidik independen. "Waktu diperiksa (tim independen, Red), saya ditunjukkan (surat perintah pembukaan rekening, Red). Itu bukan paraf saya, melainkan Kanit baru, Eko Budi Sampurno. Yang tanda tangan direktur baru, Radja Erizman," ungkapnya. (fal/c11/kum)
Sumber: Jawa Pos, 4 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan