Gaya Leadership dan Komunikasi Jokowi Bawa Malapetaka Bagi Penegakan Hukum

Jakarta, antikorupsi.org - Faktor leadership dan komunikasi ala Jokowi yang diterapkan dalam pemerintahanya tidak cukup tanggap dalam menyelesaikan permasalahan di bidang penegakan hukum. Tidak heran jika tingkat kepuasan dan kepercayaan publik semakin merosot sejak Januari 2015, 6 bulan pasca dilantik sebagai presiden.

Mengutip survei terbaru yang dilakukan litbang Kompas (Kompas, 28 Juli 2015), kepuasan publik terhadap kinerja di bidang hukum pada bulan Juli 2015 hanya sebesar 45,9 persen. Sebenarnya prosentase ini naik dibandingkan bulan April lalu yang hanya sebesar 44 persen, tetapi jumlah ini turun dari bulan Januari lalu sebesar 59,7 persen.

Terlihat jauh, dibandingkan kepuasan publik di bidang politik yang sebelumnya sebesar 73 persen turun menjadi 70 persen. Membangun sikap menghargai keberagaman sebesar 86,8 persen di bulan Juli, sedangkan  di bulan Januari sebesar 86 persen.

Direktur advokasi dan monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandry berpendapat bahwa Jokowi hanya terlihat handal dalam menyelesaikan permasalahan politik atau masalah kesejahteraan rakyat, karena pasti ada solusi konkrit yang diputuskan. Lain masalah lain penyelesaian. Ternyata penyelesaian yang bagus tidak terjadi pada masalah hukum khususnya antikorupsi.  Posisi tersebut terlihat dalam konteks RUU KPK, bagaimana pemerintah lambat merespon setelah isu tersebut sampai ke ruang publik.

Terlihat, faktor leadership menjadi sangat krusial, karena akan berbuntut pada penyelesaian sampai ke akar masalah ataukah akan menimbulkan masalah baru. Bagaimana dengan kepemimpinan Jokowi saat ini?

Salah satu masalah hukum yang tidak bisa diselesaikan oleh Jokowi adalah pemanggilan pimpinan Komisi Yudisial (KY) dan teman-teman Indonesia Corruption Watch (ICW) oleh Bareskrim. Masalah lainnya adalah kriminalisasi pimpinan KPK, penyidik KPK, penggiat anti korupsi, dan aktivis antikorupsi yang juga menjadi korban ketidaktegasan sikap Presiden Jokowi. Dalam fenomena kriminalisasi yang dilakukan kepolisian, terlihat masalah tersebut tidaklah tuntas di sana, bahkan harus menyeret komitmen presiden. Maka tidak heran kepercayaan publik semakin merosot.

Dalam kinerja penegakan hukum, keberhasilan kepemimpinan Jokowi tidak terlihat. Kegagalan ini semakin kelihatan di public dari bagaimana sikap saling bantah antara Menteri Sekretaris Negara dan kepolisian dalam menanggapi kasus tersebut.

Keberhasilan fundamental yakni dampak perubahan bagi penegak hukum yang lebih krusial belum terlihat. Terutama penegakan hukum terhadap kasus-kasus pidana seperti narkotika, korupsi, terorisme. Beda dengan kasus kriminal yang biasa dilakukan di tengah masyarakat seperti pencurian atau pembunuhan. Presiden terlihat lebih merespon dengan memberikan instruksi yang jauh lebih jelas untuk diselesaikan.

Masyarakat dengan kesadaran yang tinggi harus terus memperjuangkan, memantau, dan mengevaluasi penegakan hukum di Indonesia. Guna mendorong keberhasilan kepemimpinan presiden dalam program-program penegakan hukum.

(Ayu-Abid)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan