Gaji dan Korupsi
Tidak peka! Itulah kira-kira rangkuman pendapat umum menyikapi rencana kenaikan tunjangan anggota DPR, yang hampir dua kali lipat dari sekarang.
Di tengah masalah busung lapar dan keinginan pemerintah mencabut subsidi BBM, barangkali kegusaran masyarakat itu tidaklah berlebihan. Apalagi kinerja DPR juga belum begitu memuaskan masyarakat.
Alasan kenaikan gaji DPR itu sepertinya masuk akal karena gaji mereka saat ini masih di bawah gaji para menteri atau direksi BUMN. Sangat riskan gaji pengawas lebih rendah daripada pihak yang mau diawasinya. Bagaimana kinerja mereka bisa ditingkatkan dengan gaji yang relatif kecil? Apalagi faktanya mereka juga harus setor ke partai politiknya dan memelihara hubungan dengan konstituennya. Belum lagi menyiapkan tabungan untuk modal pemilihan mendatang.
Alasan kenaikan gaji untuk kesejahteraan juga sangat relatif dan debat-able. Karena, bagaimana dengan gaji pegawai negeri yang juga begitu kecil, padahal mereka sudah merengek kenaikan gaji sejak lama?
Kecemburuan dari kalangan birokrat sering mengemuka. Gaji pokok golongan tertinggi di birokrasi dengan 20 tahun pengabdian hanya tiga juta rupiah dan tunjangannya sekitar lima juta rupiah, tidak sampai separuh pendapatan rata-rata anggota DPR sekarang sebesar Rp 19,8 juta sebulan. Padahal, tidak sedikit anggota dewan yang tadinya cuma penganggur, dan nasib baik datang karena ada perubahan politik. Rasa keadilan juga akan mudah terusik di tengah realitas angka penganggur yang tinggi.