Gaji Bos-Bos BUMN, Tertinggi Rp 167 Juta Per Bulan

Di antara total 141 badan usaha milik negara (BUMN), direktur utama perusahaan mana yang gajinya tertinggi? Bagaimana jika dibandingkan dengan swasta?

DI Indonesia, urusan gaji masih sering dianggap hal yang tabu untuk dibicarakan secara blak-blakan. Banyak perusahaan yang enggan merilis data gaji yang dibayarkan kepada para eksekutifnya. Salah satu alasannya menghindari pembajakan eksekutif berprestasi oleh perusahaan lain yang menjadi kompetitor.

Beruntung, sejak beberapa tahun terakhir, ada kebiasaan bagus yang dilakukan oleh BUMN yang sudah go public atau listing di Bursa Efek Indonesia. Setiap rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan, perusahaan-perusahaan pelat merah menyertakan informasi umum tentang remunerasi bagi direksi dan komisarisnya.

Dengan demikian, publik pun bisa menelusuri berapa besar gaji dan bonus yang diterima oleh bos-bos BUMN besar tersebut. Transparansi itu penting untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).

Nah, seberapa besarkah remunerasi yang diterima? Ternyata, angkanya sangat besar, mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Tidak salah jika dikatakan bahwa gaji para bos BUMN saat ini selangit. Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil mengatakan, perbaikan remunerasi merupakan salah satu strategi untuk mendorong profesionalisme para eksekutif BUMN. ''Yang terpenting, sistem remunerasi harus berbasis kinerja. Jika kinerjanya bagus, remunerasi juga bagus. Gaji naik, ditambah bonus. Tapi jika kinerjanya jelek, remunerasinya juga tidak akan naik,'' ujarnya.

Karena itu, Sofyan mengatakan lega karena menjelang akhir masa jabatannya sebagai Men BUMN, pihaknya berhasil menyelesaikan peraturan menteri (permen) tentang pedoman penetapan penghasilan direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN. Permen No 2/MBU/2009 tersebut ditetapkan akhir April lalu. ''Permen ini menjadi rambu-rambu untuk menetapkan remunerasi pejabat BUMN,'' katanya.

Menurut Sofyan, perbaikan remunerasi diharapkan bisa sejalan dengan perbaikan kinerja BUMN. Untuk itu, sistem remunerasi BUMN yang selama ini relatif kurang jika dibandingkan dengan sektor swasta di bidang industri sejenis ditargetkan bisa semakin kompetitif. ''Saat ini, sudah relatif kompetitif. Contohnya, bank. Ini supaya orang yang terbaik tetap bertahan di situ (BUMN, Red),'' jelasnya.

Saat ini, di antara total 141 perusahaan pelat merah, kinerja BUMN sektor perbankan memang cukup menonjol. Karena itu, gaji eksekutif bank pelat merah masuk dalam jajaran gaji tertinggi di BUMN. Hingga 2009, rekor gaji tertinggi di BUMN masih dipegang oleh eksekutif Bank Rakyat Indonesia (BRI). Per 2009, Direktur Utama BRI Sofyan Basyir membawa pulang gaji Rp 167 juta per bulan. Direktur lain mengantongi Rp 150 juta per bulan.

Selain gaji, eksekutif BRI mengantongi bonus besar. Tahun ini, para direksi dan komisaris menerima total bonus atau tantiem Rp 69,11 miliar. Bonus tersebut dibagi untuk 10 orang direksi, 6 orang komisaris, dan 1 orang sekretaris dewan komisaris.

Komposisi pembagian menggunakan skema standar 100 persen untuk direktur utama, sedangkan direksi menerima bonus 90 persen dari yang diterima direktur utama. Komisaris utama menerima bonus 40 persen dari yang diterima direktur utama. Komisaris menerima 36 persen dari yang diterima direktur utama dan sekretaris dewan komisaris menerima bonus 15 persen dari yang diterima direktur utama.

Dengan komposisi tersebut, tahun ini Direktur Utama BRI Sofyan Basyir mengantongi bonus Rp 6,036 miliar. Jika ditambah dengan gaji Rp 167 juta per bulan, total gaji dan bonus yang dikantongi Sofyan mencapai Rp 8,04 miliar setahun atau setara dengan Rp 670 juta per bulan.

Pundi-pundi duit yang dikantongi bos BRI memang terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2008, gaji direktur utama Rp 150 juta dan direktur lainnya Rp 135 juta. Tahun lalu, BRI membagikan bonus atau tantiem total Rp 39,187 miliar. Dengan angka tersebut, direktur utama mengantongi tantiem Rp 3,422 miliar. Dengan demikian, setelah dijumlahkan dengan gaji selama satu tahun, total gaji dan bonus yang diterima Rp 5,222 miliar atau setara Rp 435,16 juta per bulan.

Pada 2007, gaji direktur utama BRI Rp 123 juta per bulan dan gaji direktur lainnya Rp 112 juta per bulan. Pada tahun itu, BRI memberikan tantiem total Rp 21,290 miliar. Sebanyak Rp 1,859 miliar di antaranya diperuntukan direktur utama. Dengan demikian, pada 2007 direktur utama mengantongi total gaji dan bonus Rp 3,335 miliar atau setara Rp 277,91 juta per bulan.

Keputusan pemegang saham untuk terus menaikkan gaji eksekutif BRI dan mengguyur bonus miliaran rupiah, tampaknya, mengacu pada kinerja perseroan yang terus meningkat. Pada 2006, BRI membukukan laba bersih Rp 4,257 triliun. Pencapaian itu terus naik pada 2007 dengan raihan laba bersih Rp 4,838 triliun. Pada 2008, saat turbulensi perekonomian global menerjang paro kedua tahun lalu, manajemen BRI masih bisa mendongkrak laba bersih hingga Rp 5,958 triliun.

Di bawah BRI, eksekutif BUMN yang masuk jajaran bergaji tertinggi adalah Bank Mandiri. Tahun ini, Agus Martowardojo yang menduduki kursi direktur utama mengantongi gaji Rp 166 juta per bulan, sedangkan anggota direksi lainnya mengantongi Rp 150 juta per bulan.

Gaji bos Bank Mandiri memang hanya tipis di bawah gaji bos BRI. Namun, untuk urusan bonus atau tantiem, angkanya terpaut cukup jauh. Jika tahun ini direktur utama BRI mendapatkan tantiem Rp 6,036 miliar, tantiem untuk direktur utama Bank Mandiri Rp 4,77 miliar. Meski demikian, jika dijumlah dengan total gaji, pundi-pundi yang dikantongi Agus Martowardojo masih sangat besar, yakni Rp 6,762 miliar setahun atau setara Rp 563,5 juta per bulan.

Sebenarnya, pada 2008, total remunerasi yang dikantongi bos Bank Mandiri lebih besar daripada yang didapat bos BRI. Pasalnya, tahun lalu, besaran gaji direktur utama BRI dan Bank Mandiri sama, yakni Rp 150 juta per bulan. Demikian pula gaji anggota direksi Rp 135 juta.

Namun, tahun lalu pemegang saham Bank Mandiri memberikan tantiem lebih besar. Jika total tantiem BRI Rp 39,187 miliar, tantiem untuk eksekutif Bank Mandiri mencapai Rp 46,06 miliar. Dengan demikian, besaran tantiem yang diterima direktur utama pun lebih besar, yakni mencapai Rp 3,70 miliar. Jika ditotal dengan gaji, penghasilan selama setahun yang diterima bos Bank Mandiri pada 2008 mencapai Rp 5,50 miliar atau setara Rp 458,33 juta per bulan.

Tidak semua bos BUMN bersedia bicara terbuka soal penghasilan yang diterima dan bagaimana membelanjakannya. Salah seorang yang cukup terbuka adalah Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo.

Pria kelahiran Amsterdam, 24 Januari 1956 tersebut bicara te­rang-terangan saat ditanya tentang keputusan rapat umum pemegang saham yang menaikkan gajinya pada 2009. "Gaji saya naik dari Rp 150 juta per bulan menjadi Rp 166 juta per bulan," ujarnya.

Menurut Agus, kenaikan gaji itu dinilai wajar oleh pemegang saham seiring dengan meningkatnya kinerja Bank Mandiri sepanjang 2008. "Karena itulah, gaji direksi naik 11,06 persen," katanya.

Tahun lalu Bank Mandiri membukukan laba bersih Rp 5,31 triliun atau naik 22,3 persen jika dibandingkan dengan jumlah tahun sebelumnya, Rp 4,34 triliun. Laba 2008 tersebut merupakan pen­capaian tertinggi Bank Mandiri sepanjang sejarahnya.

Adapun Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Sofyan Basyir belum bersedia bicara soal remunerasi yang diterimanya. (owi/kum)
-------------
Tunjangan dan Fasilitas Lain Bos-Bos BUMN
Cuti Besar, Dapat Dua Kali Gaji

Kursi bos BUMN, terutama BUMN besar, seakan menjadi jaminan memperoleh kecukupan materi. Sebab, selain gaji hingga ratusan juta rupiah dan tantiem atau bonus hingga miliaran rupiah, tunjangan dan fasilitas lain pun berlimpah. Apa saja?

BERDASARKAN ketentuan yang ada di Peraturan Menteri Negara BUMN No 2 tahun 2009 yang ditetapkan sejak April 2009, ada tujuh macam tunjangan yang diterima oleh para bos BUMN. Pertama, tunjangan hari raya keagamaan (THR) yang besarannya paling banyak dua kali gaji. Kedua, tunjangan komunikasi. Bagi direksi, tunjangan komunikasi diberikan sebesar pemakai­an (at cost). Artinya, berapa pun besar tagihan biaya komunikasi/telepon direksi, semua dibayar oleh perusahaan. Tunjangan bagi komi­saris hanya dibayar paling banyak 5 persen dari gaji per bulan.

Ketiga, santunan purnajabatan dalam bentuk asuransi purnajabat­an, asuransi dana pensiun, atau bentuk lainnya. Premi yang dapat di­tanggung perusahaan paling ba­nyak 25 persen dari besaran gaji.

Keempat, tunjangan pakaian. Kelima, tunjangan cuti tahunan. Tunjangan sebesar satu kali gaji itu diberikan kepada anggota direksi, meski hak cuti tidak diambil. Tunjangan cuti tahunan tersebut diberikan setelah anggota direksi bekerja minimal enam bulan berturut-turut. Keenam, tunjangan cuti besar yang besarnya dua kali gaji. Tunjangan itu diberi­kan setelah anggota direksi be­kerja tiga tahun berturut-turut dalam satu periode jabatan.

Ketujuh, tunjangan perumahan yang diberikan jika BUMN tidak menyediakan fasilitas rumah jabat­­an. Tunjangan perumahan itu diberikan secara bulanan. Nilainya paling banyak 30 persen dari gaji dengan ketentuan maksimal Rp 21 juta untuk wilayah ibu kota negara, Rp 19 juta untuk wilayah ibu kota provinsi, dan Rp 16 juta untuk wilayah ibu kota kabupaten/kota.

Selain tunjangan-tunjangan di atas, pejabat BUMN mendapatkan beragam fasilitas. Pertama, fasilitas kendaraan dinas beserta biaya pemeliharaan dan operasional. Spesifikasi dan standar kendaraan ditentukan oleh pemegang saham. Untuk beberapa BUMN besar, rata-rata kendaraan dinas untuk direksi adalah Toyota New Camry sebagaimana ken­daraan dinas para menteri. Bahkan, untuk Pertamina, ada tambah­an kendaraan dinas jenis Toyota Alphard yang biasa digunakan bersama-sama oleh para direksi.

Kedua, fasilitas kesehatan. Fa­silitas itu diberikan kepada anggota direksi dan komisaris beserta istri atau suami serta maksimal tiga orang anak yang belum mencapai usia 25 tahun. Na­mun, jika anak yang belum berusia 25 tahun tersebut sudah menikah atau bekerja, yang bersangkutan tidak berhak menda­patkan fasilitas kesehatan.

Fasilitas kesehatan itu diberikan dengan menggunakan dasar peng­obatan dan perawatan dalam ne­geri yang meliputi rawat jalan dan obat, rawat inap dan obat, serta me­dical checkup. Jika dokter yang me­rawat memberikan rujukan untuk berobat ke luar negeri, pemberian fasilitas kesehatan dapat diberikan penuh atau sebagian, bergantung pada kemampuan perusahaan.

Ketiga, fasilitas bagi anggota direksi dan komisaris untuk mengikuti paling banyak dua perkumpulan profesi, yakni untuk uang pangkal dan iuran tahunan. Keempat, fasilitas bantuan hukum dalam bentuk pembiayaan jasa kantor pengacara/konsultan hukum yang meliputi proses pemeriksaan saksi, tersangka, dan terdakwa di lembaga peradilan. (owi/kum)
------------------
Tidak Naik Dua Tahun, Gaji Masih Rp 118 Juta

BUKAN hanya bos BUMN di sektor perbankan yang menikmati gaji tinggi. Bos BUMN di luar perbankan juga demikian. Seperti para eksekutif di PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom).

Berdasar kinerja keuangan, Te­l­kom sebenarnya cukup moncer. Tahun lalu BUMN yang bergerak di sektor telekomunikasi ini nangkring di posisi kedua sebagai BUMN dengan laba bersih terbesar di bawah Pertamina. Telkom membukukan laba Rp 10,619 triliun (laba bersih sejak 2006 baca grafis).

Namun, dari segi besaran gaji eksekutifnya, Telkom masih di bawah BRI dan Bank Mandiri. Sebab, gaji eksekutif Telkom tidak naik sejak 2007. Pada saat itu, gaji direktur utama Telkom terakhir kali naik dari Rp 108 juta per bulan menjadi Rp 118 juta.

Sesudah itu, pada 2008 dan 2009, gaji direktur utama Telkom yang saat ini dijabat Rinaldi Firmansyah tetap Rp 118 juta per bulan. Hal ini cukup beralasan. Sebab, kompetisi di sektor telekomunikasi amat ketat, sehingga Telkom yang meng­andalkan anak usaha di bisnis tele­komunikasi seluler, Telkomsel, harus merelakan laba bersihnya terpangkas pada 2008.

Meski demikian, bukan berarti ek­sekutif Telkom berpenghasilan jauh di bawah koleganya di BRI dan Bank Mandiri. Lihat saja besaran tantiem atau bonus yang diterima bos Telkom. Meski laba bersih sempat menurun dari 2007 ke 2008, justru tantiem yang di­peroleh terus naik. Pada 2008, pemegang saham yang puas dengan kinerja manajemen yang berhasil mencetak laba bersih hingga Rp 12,587 triliun pada 2007, mengguyur direksi dan komisaris Telkom dengan tantiem Rp 52,713 miliar. Dari jumlah tersebut, direktur utama Telkom mendapat jatah Rp 5,607 miliar.

Dengan demikian, total pengha­silan dari gaji dan tantiem yang dikantongi bos Telkom mencapai Rp 7,023 miliar atau setara Rp 585 juta per bulan.

Namun, karena laba bersih perseroan yang pada 2008 terpangkas menjadi Rp 10,619 triliun, pada 2009 ini, pemegang sa­ham juga memang­kas besaran tantiem untuk direksi dan komisaris Telkom menjadi Rp 39,185 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp 4,168 miliar di antaranya merupakan jatah direktur utama. Karena itu, penghasilan dari gaji dan tantiem yang bakal dikantongi Rinaldi Firmansyah sepanjang tahun ini Rp 5,584 miliar atau setara Rp 465,3 juta per bulan.

Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah ketika dikonfirmasi seputar gajinya, enggan menjawab. ''Tanya soal lain saja, ya,'' ujar­­nya, menolak secara halus.

BUMN lain yang masuk pe­nyumbang laba terbesar adalah Se­men Gresik. Perusahaan semen pelat merah itu tahun lalu berhasil membukukan laba bersih Rp 2,523 triliun. Pada 2008, gaji Dirut Semen Gresik Rp 115 juta per bulan. Jika ditambah tantiem Rp 1,6 miliar, penghasilan yang diterima bos Semen Gresik mencapai Rp 2,98 miliar setahun atau setara Rp 248,3 juta per bulan. (owi/kum)
----------------
Di Pertamina, Gaji Jadi Kontroversi

PERTAMINA adalah BUMN strategis di sektor energi yang mengurus kebutuhan BBM untuk ratusan juta penduduk Indonesia. Berapa gaji para eksekutif­nya? Perusahaan migas pelat merah itu menyandang predikat sebagai BUMN dengan laba bersih terbesar.

Tahun lalu Pertamina meraup berkah dari lonjakan harga minyak yang sempat melambung hingga USD 147 per barel. Mereka pun meraup laba bersih Rp 30,195 triliun atau 38,8 persen dari total laba bersih seluruh BUMN di Indonesia yang mencapai Rp 77,63 triliun.

Sayang, karena belum go public, informasi mengenai besaran re­munerasi eksekutif Pertamina sangat terbatas. Kabar kenaikan gaji bos Pertamina yang sempat ter­ekspos adalah pada 2004. Saat itu, gaji pokok direktur utama naik dari Rp 65 juta per bulan men­jadi Rp 97,5 per bulan. Setelah ditambah berbagai tunja­ngan, take home pay yang diterima direktur utama Pertamina men­jadi Rp 150 juta per bulan.

Pada saat itu, lonjakan gaji yang diterima eksekutif Pertamina sempat memicu kontroversi. Se­bab, hing­ga saat itu, program tran­s­formasi di Pertamina dinilai belum berjalan optimal. Bahkan, citra Per­tamina sebagai sarang korupsi masih kental. Akibatnya, setelah itu tidak pernah ada lagi publikasi terkait besaran gaji bos Pertamina.

Lalu, berapakah gaji yang diterima bos Pertamina saat ini? Saat ditanyakan kepada Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, pria yang biasanya bicara blak-blak­an itu hanya memberikan gambaran umum. ''Saya tidak bi­sa memberikan gambaran detail. Tapi, kira-kira gaji pokoknya Rp 140 juta hingga Rp 150 juta per bulan,'' ujarnya.

Tentu saja, itu belum termasuk bonus atau tantiem yang diterima direksi dan komisaris Pertamina. Dengan laba bersih yang tahun lalu Rp 30,195 triliun, jika saja pemegang saham memberikan tantiem 0,02 persen (sebagai perbandingan, tantiem untuk pejabat Telkom tahun ini 0,369 persen dari laba bersih 2008), nilai tantiem Pertamina sudah sangat besar, yakni Rp 60 miliar.

Jika dibagi untuk seorang direktur utama, lima orang direksi (saat ini Karen Agustiawan merangkap jabatan direktur utama dan direktur hulu), dan tujuh orang komisaris, dengan skema standar komposisi pembagian bonus, nilai yang diterima Karen Agustiawan sebagai direktur utama Rp 7,44 miliar.

Dengan demikian, jika ditambah dengan gaji yang per bulan di kisaran Rp 150 juta, penghasilan bos Pertamina selama setahun Rp 9,24 miliar atau setara Rp 770 juta per bulan.

Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan ketika ditanya seputar perolehan gajinya tak menjawab. Wanita kelahiran Bandung, 19 Oktober 1958, de­ngan nama asli Galaila Karen Kar­dinah dan menduduki Dirut Per­tamina sejak 5 Februari lalu itu hanya tersenyum.

Bagaimana remunerasi di BUMN strategis lainnya, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN)? Said Didu tak mau menjawab. Meski hingga kini terus merugi, tanggung jawab eksekutif PLN untuk menjaga pasokan listrik se-Indo­nes­ia tentu sangat berat. Karena itu, beberapa informasi menyebutkan, gaji para direktur PLN di atas Rp 100 juta per bulan. (owi/kum)

Sumber: Jawa Pos, 31 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan