Fungsi Eksekusi KIP Harus Diperkuat

Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) masih dianggap macan kertas, karena tidak memiliki fungsi eksekusi. Bekerjasama dengan Mahkamah Agung, putusan KIP kini memiliki kekuatan untuk eksekusi secara paksa.

Peraturan MA no 1 tahun 2011 menyatakan putusan Komisi Informasi, baik pusat maupun daerah, yang tidak dilaksanakan oleh tergugat, dapat didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat. "Majelis hakim kemudian akan memutuskan apakah benar pihak tergugat tidak mematuhi putusan. Jika benar, maka pengadilan akan melakukan penyitaan paksa," ujar komisioner Komisi Informasi Pusat Usman Abdhali Watik saat ditemui di sela seminar "Right to Know, Right to Fight" yang diselenggarakan UNODC di Jakarta, Selasa (13/3/2012).

Usman berharap, dengan semakin kuatnya fungsi eksekusi putusan KI, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan akses untuk mendapatkan informasi.

Aturan baru hasil kerjasama Komisi Informasi Pusat dengan Mahkamah Agung tersebut belum pernah diuji coba. Saat ini, kata Usman, prosedur itu akan diimplementasikan untuk mendorong eksekusi putusan KIP terhadap sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan 5 kepala sekolah di Jakarta terkait surat pertanggung jawaban laporan keuangan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah.

Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyatakan, fungsi eksekusi putusan KIP perlu diperkuat. UU KIP yang memberikan kesempatan publik untuk melakukan kontrol saat ini masih belum terlalu efektif.

Sejak UU tersebut disahkan pada 2008, ICW telah mengajukan permohonan informasi kepada badan publik sebanyak 130 kali, terkait bidang pendidikan, kesehatan, partai politik dan aparat penegak hukum. Dari jumlah tersebut, 11 diantaranya dipatuhi,  9 permohonan sedang dalam proses adjudikasi di KI, 6 permohonan sedang dalam proses mediasi, dan 104 permohonan belum ditindaklanjuti.

"Meski belum maksmimal, paling tidak, ada 11 permohonan informasi yang telah diberikan. Salah satunya terkait pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial di Provinsi Banten," kata Adnan.

Adnan menganggap UU KIP masih merupakan alternatif advokasi untuk melawan korupsi. Dalam waktu dekat, ICW akan menggunakan mekanisme permintaan informasi publik terkait pembelian pesawat Sukhoi senilai sekitar Rp 4,5 triliun yang dinilai berpotensi merugikan negara hingga Rp 1,5 triliun. "Kami ingin mendapatkan keterangan detail, agar tidak ada rahasia, tidak ada peluang korupsi," pungkas Adnan. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan