Foke Siap Diperiksa KPK

Aturan upah pungut dibuat semasa Gubernur Sutiyoso.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan siap diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan upah pungut pajak daerah serta pajak bumi dan bangunan pada 2005-2007.

"Saya tak ada masalah. Yang keliru itu barangkali yang (menerima uang tapi) tidak ada di surat keputusan Mendagri," katanya di Balai Kota Jakarta kemarin. Menurut dia, penanggung jawab penggunaan dana upah pungut untuk insentif pejabat daerah bukan cuma gubernur. "Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri juga ikut bertanggung jawab," dia menambahkan.

Foke--begitu Fauzi sering disapa--menanggapi pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Ade Sura Priatna pada Selasa malam lalu setelah diperiksa KPK selama sekitar sembilan setengah jam. "Bila (DPRD) dimintai pertanggungjawaban, gubernur juga harus dimintai pertanggungjawaban," ujarnya. Politikus Partai Golongan Karya ini mengatakan penggunaan uang pungut sebagai insentif anggota Dewan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2005 dan Nomor 118 Tahun 2005.

Ade mengaku menerima insentif dari pungutan pajak daerah sebesar Rp 5 juta serta dari pajak bumi dan bangunan Rp 2 juta tiap tiga bulan. Menurut dia, penyelenggara negara boleh menerima dana itu berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2004. Penyelenggara negara adalah perangkat pemerintah daerah dan perangkat daerah. Anggota DPRD adalah perangkat pemerintah daerah yang setara dengan gubernur.

Penyelidikan dugaan korupsi Rp 1,25 triliun itu dimulai pada 25 November 2008 berdasarkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) seorang pejabat. Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar menjelaskan bahwa upah dari pungutan pajak bumi dan bangunan legal sesuai dengan peraturan pemerintah dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tapi, "Yang berhak menerima adalah petugas lapangan yang melakukan pemungutan," tuturnya.

Sedangkan Direktur LHKPN Muhammad Sigit mengatakan, "Pertanyaannya sekarang, boleh atau tidak upah pungut itu digunakan? (Koran Tempo, 14 Januari).

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Muhayat membenarkan informasi bahwa KPK juga memeriksa sejumlah pejabat pemerintahan, seperti Kepala Biro Keuangan serta sejumlah pejabat di Dinas Pendapatan Daerah. Tapi, kata dia, anggota DPRD berhak mendapatkan upah pungut pajak tersebut. Berdasarkan peraturan gubernur, porsi Dewan adalah 5 persen dari upah pungut sebesar 3,75 persen anggaran daerah. Peraturan itu disahkan semasa Sutiyoso menjabat gubernur. Ia mengaku tak tahu pertimbangan keputusan itu.

Peraturan upah pungut juga mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah. Muhayat menjelaskan, Pasal 2 menyebutkan bahwa dalam kegiatan pemungutan pajak daerah dapat diberikan biaya pemungutan. Menurut Pasal 3, biaya pemungutan pajak daerah paling tinggi adalah 5 persen yang persentasenya ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.

Aturan itu pun mengatur bahwa "Distribusi upah pungut diberikan kepada instansi-instansi yang terkait langsung dengan pemungutan dan instansi penunjang," tutur Muhayat di balai kota. Dewan termasuk instansi penunjang dalam pengelolaan upah pungut selain jajaran sekretaris daerah dan musyawarah pimpinan daerah. Jobpie S. | Eka Utami Aprilia

Sumber: Koran Tempo, 15 Januari 2009
-------------------------
DPRD Terima Upah
Fauzi Bowo Siap Dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi

Ketua DPRD DKI Jakarta Ade Surapriyatna mengaku menerima upah pungut pajak karena dianggap sebagai pendapatan yang sah. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo bersedia dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai pembagian upah pungut pajak.

”Semua anggota DPRD DKI Jakarta menerima upah pungut pajak sekitar Rp 5 juta per bulan. Upah itu diterima karena biaya penunjang kegiatan dan penerimaan DPRD sudah diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan diperkuat dengan peraturan gubernur,” kata Ade, Rabu (14/1) di Jakarta.

Sehari sebelumnya Ade dan beberapa anggota DPRD DKI Jakarta dimintai keterangan oleh KPK mengenai keabsahan mereka untuk menerima upah pungut pajak. KPK menilai anggota DPRD DKI Jakarta tidak layak menerima upah pungut pajak karena tidak ikut memungut pajak secara langsung.

Upah pungut pajak, kata Ade, boleh diterima semua anggota DPRD karena sudah diatur dalam Peraturan Gubernur No 28/2005 mengenai Pajak Bumi dan Bangunan, serta Peraturan Gubernur No 118/2005 mengenai Pajak Daerah. Dalam kedua peraturan gubernur itu, salah satu pihak yang berhak menerima upah pungut pajak adalah instansi penunjang.

DPRD mengklaim diri sebagai instansi penunjang karena selalu menyosialisasikan pentingnya membayar pajak kepada berbagai kalangan masyarakat.

Di sisi lain, berdasarkan Undang-Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki posisi yang sama dengan gubernur sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jika gubernur berhak menerima upah pungut pajak, DPRD juga boleh menerimanya.

”Jika DPRD dianggap tidak layak menerima upah pungut karena tidak memungut pajak secara langsung, mengapa gubernur juga menerima upah meskipun tidak memungut pajak secara langsung?” kata Ade.

Upah pungut pajak yang dipersoalkan oleh KPK adalah yang berlangsung pada 2005-2007. Jumlah anggota DPRD mencapai 75 orang sehingga upah pungut yang sudah diberikan selama kurun waktu itu adalah Rp 13,5 miliar.

Siap dipanggil
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan siap dipanggil KPK untuk menjelaskan masalah pembagian upah pungut pajak. Pembagian upah pungut pajak diterapkan karena dilandasi peraturan Menteri Dalam Negeri, yang mengizinkan pembagian upah pungut pajak maksimal 5 persen dari pajak yang dikumpulkan.

”Jika gubernur dimintai keterangan, KPK juga perlu memanggil pemerintah pusat untuk meminta keterangan pada pokok masalah yang sama,” kata Fauzi.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Muhayat mengatakan, upah pungut pajak di DKI Jakarta hanya 3,75 persen dari total pajak atau lebih rendah dari batasan nasional.

Anggota DPRD, kata Muhayat, mendapat jatah 5 persen dari total alokasi upah pungut pajak di Jakarta. Selain DPRD, yang berhak menerima upah pungut adalah jajaran musyawarah pimpinan daerah, sekretaris daerah, dan petugas Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).

Kepala Biro Keuangan DKI Syauki Yahya dan beberapa pejabat Dispenda sudah dimintai keterangan oleh KPK untuk menjelaskan masalah upah pungut itu. (ECA)

Sumber: Kompas, 15 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan