Festival Anti Korupsi Semarakkan Pontianak
Semangat antikorupsi tumbuh di berbagai daerah, salah satunya Pontianak. Anak-anak muda, jaringan sipil masyarakat, seniman, dan berbagai komunitas dengan didukung ICW, menggagas Festival Anti Korupsi yang diselenggarakan di Taman Budaya Kalimantan Barat, Pontianak pada 11 Mei lalu.
Sekitar dua ribu pengunjung yang kebanyakan anak muda memadati area Taman Budaya. Mereka antusias menunggu acara dimulai. Walau hujan mengguyur Taman Budaya ketika malam tiba, para pengunjung tetap saja asyik berjingkrakan mengikuti lagu-lagu yang dibawakan para musisi dan menikmati deretan stand yang menjual kaus-kaus dengan sablonan kritik sosial.
Illian Deta Arta Sari, Koordinator Kampanye Publik dan Penggalangan Dana ICW mengaku gembira dengan antusiasme anak-anak muda Pontianak. “Kita bisa lihat, mereka tetap stand by di lokasi. Tetap bersemangat. Padahal hujan. Mereka punya spirit antikorupsi yang bagus,” ujar Illian.
Tampil pada festival ini beberapa grup band lokal dari Pontianak seperti Senja Hatta, Pot Smoker, Atap Bocor, Ikan Mas, Simon Sick, dan Coffee This Morning. Sebelum membawakan lagu, para musisi juga berorasi singkat, bahwa korupsi bukan hanya soal politik, tapi juga bagaimana masyarakat mempraktekkan nilai-nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu musisi band lokal yang tampil, Gusti Enda, berkata, “Satu gerakan perubahan nggak akan ada artinya tanpa naluri dasar dari kita sendiri.” Gusti mengakui bahwa seni adalah medium yang tepat untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya korupsi. “Dengan cara mengubah mindset, lewat seni, kita bisa mengedukasi anak muda tentang bahaya korupsi. Ini aku praktekkan setiap kali aku manggung atau main teater. Kami bermusik dengan tema korupsi yang catchy lewat lirik. Aku mencoba bikin suasana sesuai porsi anak muda, jadi tetap keren dan nggak aneh,” jelasnya.
Forum Masyarakat Teater Kalimantan Barat juga menyumbang aksi yang dilakoni anak-anak usia SMP-SMA. Penampilan mereka mengesankan. Mereka membawakan lakon tentang rakyat yang menderita karena ditindas penguasa korup. Pada akhirnya, rakyat sadar dan bersatu untuk melawan penguasa.
Connie dari Asosiasi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Pontianak mengatakan, “Musik, teater, dan melukis dapat kita pakai untuk kampanye selain orasi. Supaya kepedulian sosial, terutama gerakan melawan korupsi bisa tumbuh di setiap lapisan masyarakat, terutama kaum muda.”
Para musisi dari album kompilasi antikorupsi ICW, Frekuensi Perangkap Tikus, juga turut meramaikan panggung, yaitu Zeke Khaseli, Iksan Skuter, dan Navicula. Ketiga penampil berhasil menyerukan kritik-kritik sosial lewat lagu-lagunya. Misalnya, pengunjung terbawa emosi saat Iksan Skuter mengumandangkan lagu-lagu yang bercerita tentang rindu pemimpin yang sederhana dan jujur, serta kritik tajam terhadap politisi-politisi partai politik yang melakukan korupsi dan perbuatan tercela lainnya.
Walikota Pontianak Sutarmidji menyambut baik festival ini. “KPK menetapkan Pontianak sebagai Zona Integritas. Saya juga selalu berusaha agar anggaran Pontianak tepat sasaran dan tidak dikorupsi,” ujarnya. Walikota juga meminta salah satu karya mural (street art) di kanvas besar yang bertuliskan “Gantung Koruptor” agar boleh dipajang di kantornya.
Berbagai kegiatan lain turut meramaikan festival ini. Aksi BMX dari komunitas anak muda Pontianak, pembuatan mural selama acara, dan replika tikus-tikus raksasa perlambang kerakusan korupsi oleh Borneo Humanity Project yang dibuat dari kumpulan koran bekas. Koran dikumpulkan sebelum acara, sekaligus sebagai simbol peduli lingkungan dan pemanfaatan sampah.
Sebelumnya, Sely Martini dari ICW hadir di Ruai TV, TV lokal Pontianak yang gencar melakukan jurnalisme warga untuk laporan pengaduan masyarakat. Sely menyatakan, “Masyarakat Pontianak harus bisa terlibat aktif memantau kinerja pemerintah dan aktif melawan korupsi. Misalnya dengan jurnalisme warga seperti ini, atau lewat seni,” tutupnya.