Endin Sebut PPP Tak Memilih Miranda
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan, Endin AJ Soefihara, menegaskan, partainya tidak memilih Miranda Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004. Putusan ini merupakan kesepakatan Fraksi PPP.
Pernyataan itu diberikan Endin sesaat setelah dia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (28/7) sekitar pukul 14.15, untuk kasus dugaan suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi Miranda Goeltom. Endin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Hamka Yandhu, rekannya di Komisi IX DPR periode 1999-2004, dari Partai Golkar.
Dalam kasus yang pertama kali dilaporkan Agus Condro Prayitno ini, Endin dan dua rekannya yang lain di Komisi IX DPR periode 1999-2004, yaitu Dudhie Makmun Murod (F PDI-P) dan Udju Djuhaeri, pada 8 Juni lalu juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Di laporannya pada Agustus 2008, Agus yang saat itu masih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDI-P mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan, masing-masing Rp 50 juta, sesaat setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada Juni 2004.
Selanjutnya, pada September 2008, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan memberikan laporan kepada KPK tentang 480 cek perjalanan, masing-masing senilai Rp 50 juta, yang diduga beredar di sekitar cek yang dilaporkan Agus.
Menurut Wakil Ketua KPK M Jasin, cek yang diduga terkait dengan pemenangan calon saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI ini berasal dari N.
Terkait penetapannya sebagai tersangka, Endin yang datang ke KPK pada pukul 08.30 ini menyatakan, ”Itu nantilah.”
Namun, Endin mengaku tidak menerima uang dalam kasus ini. ”Tidak pilih (Miranda), masak menerima,” katanya.
Endin yang mengenakan baju putih lengan panjang lalu memasuki taksi yang berhenti di depannya. Atas berbagai pertanyaan, seperti apakah dengan demikian pemberian cek itu terkait pemenangan Miranda, sebelum pergi Endin berkata lagi, ”PPP tidak memilih Miranda. Pokoknya itu saja.”
Endin merupakan tersangka kedua yang diperiksa dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK telah memeriksa Udju Djuhaeri. (NWO)
Sumber: Kompas, 29 Juli 2009
-----------------------
Endin Soefihara Bantah Terima Suap
by : Melati Hasanah Elandis
ANGGOTA DPR dari Fraksi PPP Endin Soefihara menyangkal jika dirinya telah menerima suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) yang memenangkan Miranda Goeltom pada tahun 2004. Saat itu, Miranda terpilih karena mendapatkan suara terbanyak dari para anggota Komisi Keuangan DPR.
"PPP tidak memilih Miranda. Kalau tidak memilih masa menerima uang," bantah Endin saat ditemui usai pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (28/7). Menurutnya, tidak ada kesepakatan atau arahan dari fraksinya untuk memenangkan Miranda.
Endin yang telah ditetapkan sebagai tersangka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya yakni Hamka Yandhu. "Saya di sini sebagai saksi untuk Hamka Yandhu," kata Endin.
Kemarin, anggota dewan dari fraksi PDIP Dudhie Makmun Murod seyogianya juga ikut diperiksa sebagai saksi Hamka Yandhu. Tetapi pemeriksaannya lagi-lagi harus dijadwal ulang karena dirinya tidak bisa memenuhi panggilan.
Menurut juru bicara KPK Johan Budi, pihak Dudhie telah mengirimkan surat berhalangan hadir kepada bagian penyidik."Minta dijadwal ulang karena beliau hari ini sedang ada tugas," ujar Johan.
Dudhie Makmun Murod juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menerima cek perjalanan senilai Rp500 juta. Ia bahkan telah mengembalikan Rp500 juta tersebut kepada KPK. Sementara itu, tersangka lainnya yang berasal dari fraksi TNI/Polri Udju Dujhaeri sudah terlebih dahulu menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada awal Juli silam.
Kasus suap ini terungkap pada pertengahan tahun 2008 berkat pengakuan mantan anggota Komisi Keuangan DPR Agus Condro. Politisi PDIP itu melaporkan dugaan suap yang mengalir menjelang pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada Juli 2004. Setelah diselidiki, KPK menemukan bahwa ada uang yang mengalir dalam bentuk cek perjalanan kepada anggota DPR Komisi Keuangan periode 1999-2004 dengan total nilai Rp24 miliar.
Dalam dugaan kasus suap ini, KPK telah menetapkan empat mantan Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI periode 1999-2004 sebagai tersangka. Mereka adalah Hamka Yandhu, Udju Djuhaeri, Dudhie Makmun Murod dan Endin Soefihara.
Sumber: Jurnal Nasional, 29 Juli 2009
--------------------
Kasus Cek Pelawat
Endin Mengaku Tidak Memilih Miranda
KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Dudhie Makmun Murod.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Endin A.J. Soefihara, mengaku tidak memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sehingga, Endin membantah disebut telah menerima suap dalam pemilihan yang dimenangi Miranda dalam proses pemilihan yang berlangsung di Komisi Keuangan DPR pada 2004 itu. ”Tidak dong. Tidak memilih masak saya menerima, sih?” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin.
Endin menambahkan, bukan hanya dia yang tidak memilih Miranda Goeltom, tapi juga fraksinya, Partai Persatuan Pembangunan. ”PPP tidak memilih, sudahlah, nanti..., nanti saja," ujar Endin sambil menghindar dari kerumunan wartawan dan bergegas meninggalkan gedung KPK.
KPK telah menetapkan empat anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap—dengan cek pelawat—yang dilaporkan Agus Condro Prayitno, mantan anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Agus mengaku menerima 10 lembar cek senilai Rp 50 juta setelah pemilihan Miranda. Menurut Agus, sejumlah anggota Dewan diduga juga menerima cek serupa. Adapun keempat tersangka itu adalah Hamka Yandhu, Udju Djuhaeri (anggota Badan Pemeriksa Keuangan), Dudhie Makmun Murod, dan Endin A.J. Soefihara.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, Endin kemarin diperiksa KPK sebagai saksi bagi tersangka Hamka Yandhu, politikus Golkar. Saat kasus aliran dana cek pelawat ini bergulir, Endin adalah anggota Komisi Keuangan DPR.
Selain terhadap Endin, KPK kemarin menjadwalkan pemeriksaan terhadap Dudhie, politikus PDI Perjuangan. Namun, juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan Dudhie tak dapat memenuhi panggilan karena sedang menjalankan tugas. “Tadi dia (Dudhie) kirim surat permohonan minta pemeriksaan ditunda, karena ada tugas. Cuma, nggak tahu tugasnya apa,” kata Johan.
KPK, Johan melanjutkan, menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Dudhie. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 29 Juli 2009