Enam Kandidat Calon Kapolri Muncul, Ramadan Seleksi Intensif

Bursa pemilihan Kapolri baru pengganti Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) mulai mengemuka. Bambang dijadwalkan pensiun dua bulan lagi, tepatnya Oktober mendatang. Karena itu, nama-nama calon penggantinya mulai digodok Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Sekretaris Kompolnas Adnan Pandupraja menyatakan, penyaringan calon Kapolri akan intensif dilakukan mulai bulan ini. ''Kami ditarget September atau sekitar Lebaran sudah tuntas,'' katanya di Jakarta kemarin (1/8).

Anggota tim seleksi itu menambahkan, nama-nama calon Kapolri sudah berada di meja Kompolnas dan siap disaring. ''Kami akan mempertimbangkan tiga hal. Yakni, kompetensi, integritas, dan akseptabilitas atau tingkat penerimaan figur itu di kalangan internal,'' ungkapnya.

Dalam waktu dekat, Kompolnas mengadakan rapat terbatas untuk membahas prosedur serta mekanisme penyaringan. ''Mungkin pekan ini,'' katanya.

Adnan menyebutkan, dalam penyaringan nama itu, mereka akan melibatkan banyak pihak. ''Untuk rekam jejak anti korupsinya, kami akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi,'' ujarnya.

Lalu, untuk menelusuri apakah sang calon pernah bermasalah dalam transaksi perbankan, Kompolnas akan meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK). ''Tidak mungkin kami punya data sendiri."

Kompolnas juga akan meminta data dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menyelidik apakah sang calon pernah punya rekam jejak jelek di bidang penegakan hak asasi manusia. ''Komnas HAM punya file. Itu nanti kami minta agar dibandingkan dengan biodata mereka,'' ucapnya.

Namun, Adnan masih menolak membeberkan figur-figur kandidat potensial calon Kapolri baru. Sumber Jawa Pos di kalangan internal Mabes Polri menyebutkan, dari banyak nama, kini tinggal enam nama yang menjadi pembicaraan hangat.

Mereka adalah Komjen Jusuf Manggabarani, Komjen Nanan Soekarna, dan Komjen Ito Sumardi. Lalu, yang berbintang dua adalah Irjen Timur Pradopo, Irjen Imam Soedjarwo, dan Irjen Oegroseno.

Sumber lain menyodorkan dokumen nota dinas bernomor R/ND-545/X/2009/Dit D. Ada lima nama yang rekam jejaknya diselidiki secara internal oleh Polri. Dokumen itu ditandatangani Brigjen Hertian A. Yunus selaku direktur D dan diparaf mengetahui oleh Wakabaintelkam (saat itu, Red) Brigjen Pratiknyo.

Lima nama tersebut adalah Irjen Timur Pradopo, Komjen Susno Duadji, Irjen Oegroseno, Irjen Imam Sudjarwo, dan Irjen (pangkat saat itu, Red) Nanan Soekarna. Dalam dokumen juga disebutkan hasil penyelidikan, lengkap dengan nama anggota keluarga serta rekam jejak mereka saat bertugas.

Berdasar nota dinas itu, Komjen Susno Duadji yang sekarang ditahan di Rutan Brimob dinilai melakukan banyak inovasi dengan mengedepankan perangkat IT saat menjadi Kapolda Jawa Barat. Polisi bernomor register pokok (NRP) 54070359 itu juga dianggap sering menulis buku serta pernah bertugas di PPATK.

Lalu, Irjen Timur Pradopo yang ber-NRP 56010380 dinilai rajin turun ke pelosok-pelosok wilayah saat menjadi Kapolda Banten. Timur yang sekarang menjabat Kapolda Metro Jaya itu juga dinilai tidak banyak berbicara serta disiplin.

Sementara itu, Irjen Oegroseno juga dinilai positif. Disebutkan, Kapolda Sumut yang ber-NRP 56020420 tersebut hanya pernah menjadi pembicaraan internal saat menjabat Kapolda Sulteng dan menunda eksekusi Tibo cs.

Kemudian, Irjen Imam Sudjarwo yang sekarang menjabat Kalemdiklat Polri dinilai positif saat memimpin operasi penindakan penambangan timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung. Jenderal ber-NRP 55110429 itu juga dianggap sebagai pekerja keras.

Dalam analisis terhadap Nanan Soekarna, disebutkan bahwa dia merupakan sosok yang pintar dan inovatif. Jenderal ber-NRP 55070582 tersebut hanya dianggap bermasalah saat anak buahnya gagal mengatasi unjuk rasa DPRD Sumut yang mengakibatkan ketua DPRD Sumut meninggal.

Dikonfirmasi soal nama-nama itu, Adnan tidak membantah maupun membenarkan. ''Bukan wewenang saya untuk menyebut nama,'' ujarnya.

Sumber lain menjelaskan, saat ini gerilya lobi para calon Kapolri baru semakin marak. Mereka melakukan aneka ragam pendekatan. ''Sasaran utamanya tentu parlemen,'' ungkapnya. Gerilya lobi itu dilakukan tim-tim mereka yang dibentuk jauh-jauh hari.

''Bentuknya macam-macam. Ada yang mengundang diskusi, menyodorkan draf visi-misi, bahkan mensponsori pembuatan lembaga baru yang menjadi pengamat atau istilahnya mitra kepolisian,'' jelasnya.

Tentu saja, lobi itu membutuhkan dana. ''Ya, sudah ditentukan porsi anggaran masing-masing. Itu dari dana pribadi,'' katanya.

Dikonfirmasi soal informasi adanya lobi-lobi tim sukses itu, Adnan berkomentar dingin. ''Secara etika, tentu politik uang tidak dibolehkan. Saya tidak mau berkomentar kalau belum ada contoh konkret,'' tegasnya.

Sumber Jawa Pos, sebut saja Trion, mengakui adanya hal itu. ''Kami ditugasi mendekati LSM-LSM, terutama yang kritis,'' ungkapnya yang ditemui akhir pekan lalu.

Dia mengaku punya jaringan yang siap menyukseskan sang jenderal pujaannya. ''Kami bergerak bukan karena uang. Kami yakin beliau kompeten,'' tuturnya.

Cara yang dilakukan, antara lain, mengundang para pakar dan akademisi untuk berdiskusi tentang masa depan Polri di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Jumat (30/7).

Bagaimana ongkosnya? Menurut dia, semua dana ditanggung sang kandidat. ''Saya tidak bisa sebut nominalnya karena ini bukan proyek bisnis. Kami tak mikir untung rugi,'' tegasnya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengakui adanya upaya pendekatan oleh sejumlah tim sukses calon Kapolri. ''Apa pun bentuknya, nanti meme­ngaruhi penilaian kami,'' katanya.

Dia berharap calon Kapolri mendatang adalah figur yang kompeten dan bebas dari jiwa korupsi. ''Kalau membangun hubungan, jaringan, tentu tidak masalah,'' ungkapnya.

Yang menjadi problem, lanjut dia, jika ada iming-iming atau imbalan tertentu dalam bentuk gratifikasi atau suap. ''Tapi, saya yakin tidak ada teman saya yang akan terlibat dalam hal semacam itu. Pasti akan ditolak jauh-jauh,'' tegasnya.

Di tempat terpisah, Fraksi PDI Perjuangan menjagokan setidaknya enam calon jenderal yang dinilai layak menduduki kursi Kapolri. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo menyebutkan enam nama. Mereka adalah Irjen Gorrys Mere (Wakalakhar BNN), Komjen Ito Sumardi (Kabareskrim), Irjen Timur Pradopo (Kapolda Metro Jaya), Komjen Nanan Soekarna (inspektur pengawasan umum), Irjen Oegroseno (Kapolda Sumatera Utara), serta Irjen Imam Sujarwo (kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Polri).

''Mereka kami nilai sebagai calon-calon dengan track record yang oke. Terbaik. Silakan presiden memilih salah satu di antara enam nama itu,'' katanya.

Fraksi PDIP meminta agar presiden hanya mengajukan satu nama calon. Seorang Kapolri dinilai tak layak ditentukan melalui mekanisme voting jika nama yang diajukan lebih dari satu. ''Kami juga berharap Mabes Polri menilai secara objektif dan jujur terhadap para calon itu ketika memberikan masukan kepada presiden,'' tegasnya.

Semua nama yang disebut sebagai kandidat belum bersedia menanggapi kabar pencalonan mereka. Nanan Soekarna, misalnya, hanya berkomentar singkat. ''Itu saya serahkan ke pimpinan, serahkan ke sistem. Serahkan kepada Tuhan,'' ujarnya . (rdl/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 2 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan