Ekstradisi Tak Kembalikan Uang Korupsi

Jika ditanya tentang efektivitas perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia - apakah bisa mengembalikan banyak dana hasil korupsi di luar - jawabannya sulit. Dalam kondisi saat ini, kalaupun perjanjian itu sampai dijalin, niscaya hanya merupakan basa-basi. Perjanjian itu hanya tertuang di sehelai kertas. Sementara realisasinya, susah - kalau tidak dibilang tidak mungkin.

Masalahnya bukan hanya karena sistem hukum Indonesia dan Singapura berbeda. Tapi karena ada persoalan lain yang sebenarnya jauh lebih kompleks. Ini menyangkut kredibilitas negara sekelas Singapura.

Jika kita runut, masalah dasarnya menyangkut pemahaman yang mungkin harus diluruskan lebih dulu. Saat ini ada kesalahfahaman besar dalam memahami apa itu korupsi.

Oleh sebagian besar masyarakat, korupsi dianggap hanya dilakukan oleh pejabat pemerintah. Padahal sudah pasti, korupsi bisa terjadi karena melibatkan dua belah pihak.

Jika ada yang disuap, sudah pasti ada yang menyuap. Karena itu, yang bisa dikatakan sebagai tindak korupsi adalah terjadinya pemberian suap dan adanya pihak yang menerima suap. Di negara kita, banyak pejabat pemerintah menerima suap dari kalangan pengusaha. Tidak terkecuali pengusaha internasional dari berbagai negara.

Yang baru-baru ini terungkap adalah kasus Monsanto. sekitar 150 pejabat pemerintah kita dikabarkan menerima suap dari perusahaan kimia asal AS. Bukan hanya itu. Beberapa tahun lalu, di sekitar era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, terkuak kasus suap oleh sekitar 10 pengusaha Jepang. Ini baru yang terungkap. Artinya, di luar itu pasti ada pula tindak penyuapan lain - tidak terkecuali melibatkan pengusaha Singapura.

Seperti yang lain, pengusaha Singapura juga terkenal tak kalah gesit dalam melakukan praktik suap kepada pejabat pemerintah di Indonesia. Bahkan berdasarkan peringkat, sebuah lembaga internasional menempatkan pengusaha Singapura sebagai salah satu yang teraktif melakukan suap di luar negeri.

Dengan kata lain, pengusaha Singapura - bukan rahasia lagi - termasuk jago suap. Di Singapura sendiri, mereka bersih. Tetapi tidak di luar negeri, apalagi di Indonesia, mereka tak terkecuali ahli menyuap.

Seharusnya, korupsi jangan jadi masalah internal Indonesia semata. Ini harus sudah jadi persoalan multinasional. Kenapa? Karena banyak pengusaha berbagai negara melakukan korupsi di Indonesia. Tapi yang dituduh sebagai negara korup pasti Indonesia.

Faktanya, korupsi sudah menjadi gejala multinasional. Pengusaha Singapura, Jepang, Korea, Prancis, bahkan AS bukan mahluk yang sama sekali steril dari praktik tersebut. Mereka bahkan giat melakukan suap dalam rangka memenangi konsensi ataupun tender proyek kelas kakap.

Walhasil, perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia bisa saja dimaksudkan sebagai strategi untuk menjaring koruptor kakap kita kembali ke Indonesia. Tetapi dengan fakta di atas, rasa-rasanya sulit dijamin perjanjian itu bisa efektif.(Revrisond Baswir, Dosen FE UGM Yogyakarta)

Tulisan ini diambil dari Suara Karya, 16 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan