Eksekusi Kasasi MA untuk Huzrin Hood masih Mengambang [23/06/04]

GAYA Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjungpinang Tengku Suhaimi Idris, tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, Andi Puli Sulthan. Andi dipensiunkan buru-buru ketika atasannya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Mochammad Huzaini, sedang giat mengungkap kasus korupsi sejumlah pejabat.

Jika pendahulunya membiarkan Huzrin Hood tidur nyenyak di rumahnya saat berstatus sebagai tahanan kejaksaan, Suhaimi juga membiarkan Huzrin lalu lalang ke kawasan golf dan resor di Lagoi, Kepri, di saat tokoh itu harus menginap di tahanan. Masuk kembali ke balik jeruji penjara adalah pilihan terakhir Huzrin, menyusul kasasinya ditolak MA.

Putusan Kasasi MA RI Nomor 276.K/PID/2004 pada 7 April 2004 dikeluarkan Hakim Agung Kasasi pimpinan Ketua MA Bagir Manan, dan hakim anggota Parman Suparman dan German Hoediarto. Isinya membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Riau tanggal 6 November 2003 dengan No.96/PID/2003/PTR.

Dalam putusan itu, MA menyatakan terdakwa Huzrin Hood secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Dan memidana Huzrin selama dua tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Di samping itu, terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp3,4 miliar.

Namun hingga kini, pejabat di kantor Kejari Jl Basuki Rahmat, Tanjungpinang itu, masih menganggap kasasi MA itu sebagai mainan. Alasannya, salinan kasasi MA itu belum diterima sehingga eksekusi masih sebatas rencana. Sampai saat ini kami belum menerima salinan putusan kasasi MA itu. Namun, kami pastikan bahwa setelah salinan itu diterima, sesuai peraturan perundangan yang berlaku akan langsung kami laksanakan, ujar Suhaimi, pekan lalu.

Sementara Sabtu pekan lalu, Hendi Devitra, kuasa hukum Huzrin, datang ke kejaksaan. Dia membawa selembar surat yang ditandatangani (Kol) dr Amin Santoso SP THT Nomor SK 026/VI/2004/Kartika, yang dikeluarkan di Jakarta pada 17 Juni 2004. Surat dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta itu, memberi alasan bagi kajari untuk membiarkan Huzrin bebas.

Untuk menepis anggapan miring masyarakat, Kepala Seksi Intel dan Pidsus Kejari Tanjungpinang Nurhadi Puspandoyo, telah menyiapkan jurus baru. Kejaksaan sebagai eksekutor, katanya, telah melayangkan surat kepada terpidana yang sedang menjalani tahanan kota, untuk menghadap ke kejaksaan.

Namun, karena terpidana saat ini sedang dirawat di RSPAD Jakarta, Huzrin belum dapat dieksekusi dengan alasan kemanusiaan. Dengan demikian proses pelaksanaan eksekusi belum bisa dilaksanakan, ujarnya. Ironisnya, kejaksaan tidak bersedia memberi keterangan kapan pelaksanaan eksekusi.

Hendi Devitra, ketika ditanya, mengatakan, kliennya yang biasanya dibawa berobat ke Singapura, sengaja dibawa ke Jakarta untuk menghindari adanya persepsi Huzrin melarikan diri ke luar negeri. Soal kapan akan diserahkan ke kejaksaan, kita tunggu sajalah beliau cepat sehat, ujar Hendie.

Penundaan pelaksanaan eksekusi ini, kata Hendie, akan dimanfaatkan tim pembela Huzrin untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti baru yang belum diungkap di pengadilan. Paling lama seminggu ini kami telah menyiapkan bukti, dan siap diajukan ke Mahkamah Agung, kata Hendie kepada Media.

Pelanggaran Huzrin, kata Hendie lagi, bukan melakukan korupsi secara berlanjut untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi sebagaimana dituangkan dalam UU 31/1999 Pasal 64 ayat (1). Tetapi, katanya, Huzrin hanya tidak meneliti sekitar 25 proposal fiktif yang dipakai untuk mengeluarkan dana APBD Kepri.

Dalam pembuktian hukum, kata Hendie, Huzrin tidak menggunakan uang APBD untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau korporasi, tetapi untuk kepentingan masyarakat dan pemerintah Kepri. Dana itu kan digunakan untuk mendukung disahkannya undang-undang tentang Kepri, bukan untuk kepentingan keluarga atau diri sendiri, tetapi untuk kepentingan pemerintah juga, katanya. Karena pertimbangan itulah, Hendie bersama rekannya berusaha keras menghalangi eksekusi dengan berbagai alasan. (Emerson Tarihoran/S-6)

Sumber: Media Indonesia, 23 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan