Eksaminasi Putusan Pengadilan: Analisa Kritis Terhadap Kemandirian Hakim dalam Mengambil Keputusan
EKSAMINASI PUTUSAN HAKIM--Eksaminasi artinya MENGUJI dalam arti yang luas Putusan PN diuji dengan putusan banding Pengadilan Tinggi. Putusan PT diuji dengan Kasasi MA, Putusan MA diuji dengan PK (Peninjauan Kembali).
Baik menguji dengan Upaya Banding. Kasasi maupun PK ada aturan yang baku yang telah ditentukan dalam perundang-undangan. Namun demikian dalam upaya hukum di tingkat bawah, kita bisa menggunakan metode pendekatan NON YURIDIS yang penggunaannya secara bebas. Kita pilih Kartu As mana saja yang relevan.
Saya akan mengemukakan beberapa contoh dalam menguji putusan PN dengan metode pendekatan NON YURIDIS. Ternyata hal-hal yang non yuridis bisa juga digunakan untuk mengkonter/menguji putusan Pengadilan, yaitu:
Pendekatan filosofis
Saya mewakili seorang Dokter untuk menggugat cerai suaminya seorang Ir. lantaran hubungan suami istri tidak harmonis. Suatu kenyataan mereka berdua telah hidup terpisah tetapi belum lewat 2 tahun. Dalil gugatan saya cekcok yang tidak mungkin diakurkan.
Setelah diperiksa, saya tidak bisa mengajukan saksi yang menerangkan tentang percekcokan suami istri tersebut. Mereka adalah educated people (orang-orang terpelajar), maka jika mereka cekcok pasti tidak berteriak-teriak agar orang sekampung dengar. Berdasarkan ps 163 HIR yang rumusannya ... barang siapa mendalilkan sesuatu, maka ia harus membuktikan apa yang didalilkan tersebut. Karena saya tidak bisa menghadirkan saksi maka jelas gugatan saya ditolak di tingkat PN. Karena syarat dari ps 163 HIR tidak terpenuhi. Saya langsung mengajukan banding.
Banding
Ditingkat banding saya tetap tidak mengajukan saksi, tetapi saya menggunakan metode pendekatan filosofis sbb:
1. ajaran orang Jawa kepada anak-anaknya yang telah kawin bunyinya :...Nduk atau Le, Yen Kowe padu karo bojomu, anakmu aja krungu, baturmu aja krungu, mertuamu ya aja krungu. Paribasan SUKET GODONG AJA KRUNGU.
Bahwa dari falsafah ini sebenarnya peranan saksi jatuh nomer 16.
2. sebagai suatu kenyataan mereka telah hidup terpisah (sekalipun belum 2 th).
3. sewaktu mereka dipanggil menghadap sidang, majelis tidak peka melihat hubungan mereka yang sudah seperti minyak dan air.
4. selain itu suami moralitasnya ganda, ia mengatakan masih cinta dan tidak akan mencerai, tetapi nyatanya suami tidak pernah membujuk dan merayu istrinya untuk rukun kembali. Bahkan ada surat kaleng yang isinya mencerca istrinya. Sekalipun suami tidak mengakui surat kaleng tersebut, tetapi LOGIKA tidak bisa diapusi. Mosok orang ke III lonya-lanyo masuk rumah orang untuk meletakkan surat kaleng yang isinya mencerca istri Kan tidak logis?
Putusan PT
Di tingkat PT permohonan banding diterima.
Putusan PN dibatalkan.
Gugatan Penggugat (bu Dokter) dikabulkan.
Demikian eksaminasi putusan PN dengan metode pendekatan filosofis.
Pendekatan moral
Ada seorang laki-laki jatuh cinta kepada seorang perempuan. Hubungan ini berlanjut dengan diajukan lamaran oleh keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan. Keluarga perempuan SETUJU. Karena sudah setuju maka pihak perempuan sibuk mencari hari baik, pesan ulem, pesan gedung, pesan katering pesan kembaran dan musik/gamelan. Semuanya OK.
Hari H-nya sudah ketemu Kemis Legi tgl 21 Agustus. Ulem sudah disebar. Namun demikian hari Hakim minus 6 (jadi tgl 15 Agustus) pihak laki-laki membatalkan rencanakan pernikahan. Batal, tal, tal. Pokoknya batal.
Ini merupakan pukulan berat bagi pihak perempuan. Tetapi orang tua pihak perempuan legowo. Alasan falsafah lagi.
1. Dedalane wong akrami dudu banda dudu rupa,
2. Amung ati pawitanne,
3. Yen gampang luwih gampang yen angel angel kelangkung,
4. Tan kena tinumbas arto.
Kerugian uang untuk ulem, gedung, ketering, kembaran dan musik dianggap sebagai MUSIBAH (filsafat lagi).
Tetapi diam-diam calon temanten perempuan menggugat calon suami, minta ganti atas uang yang telah dikeluarkan tersebut.
Sial bagi calon temanten perempuan. Gugatannya ditolak oleh PN dengan alasan:
1. Tidak ada WANPRESTASI lantaran tidak ada perjanjian biaya bersama.
2. Tidak ada PERBUATAN MELANGGAR HUKUM. Pesta dengan biaya besar resiko di tanggung penyelenggara. Tanpa pesta nikah juga sah.
Penggugat banding
Di tingkat banding saya membuat memori banding dengan metode pendekatan moral sbb:
1. bahwa sumber hukum itu bukan hanya UU dan Perjanjian, tetapi moral dan kepatutan juga sebagai sumber hukum.
2. kalau Pengadilan menolak gugatan Penggugat dengan alasan tidak ada wan prestasi dan tidak ada perbuatan melanggar hukum, berarti kualitas logika majelis pas-pasan. Majelis tidak bisa melihat kebenaran dan keadilan dari aspek moral dan kepatutan.
Putusan banding
Permohonan banding diterima.
Putusan PN dibatalkan.
PT mengadili sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan perbuatan Tergugat melanggar hukum.
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 6.000.000.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Demikian eksaminasi putusan PN dengan menggunakan metode pendekatan moral.
EKSAMINASI PUTUSAN PT
Pengalaman saya dalam meng-eksaminasi (menguji) putusan PT selalu menggunakan metode pendekatan hukum. Belum pernah saya menggunakan metode pendekatan non yuridis. Ternyata ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil.
Hal-hal yang terurai diatas adalah putusan hakim dalam kasus perdata. Lalu bagaimana halnya dengan putusan hakim dalam kasus pidana? Apakah metode pendekatan non yuridis bisa digunakan? Akan diuraikan dalam prinsip-prinsip membuat pleidooi.
KEMANDIRIAN HAKIM DALAM MENGAMBIL PUTUSAN
Kekuasaan pengadilan adalah bebas. Campur tangan kekuasaan lain kedalam kekuasaan kehakimana adalah dilarang. Demikian prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman NEGARA KITA.
Bahwa didalam mengambil putusan hakim itu memang bebas, tidak boleh terpengaruh oleh pendapat bossnya (KPN) maupun kekuasaan lain. Baik buruknya putusan hakim (yang bebas) sangat tergantung kepada KUALITAS LOGIKANYA. Kalau kualitas logika hakim pas-pasan, maka putusannya gampang di konter. Tetapi kalau kualitas logika hakim prima, putusannya correct dan solid. Maka sulit ditembus dari mana saja. Beberapa contoh telah membuktikan hal tersebut.
PRINSIP-PRINSIP MEMBUAT PLEIDOI
Bahwa sebenarnya Jaksa dan Pembela metodenya sama, yaitu siapa yang lebih pandai mempengaruhi hakim (dalam arti yang baik). Jaksa dalam mempengaruhi hakim hanya punya satu metode yaitu metode pendekatan yuridis. Ia akan bicara banyak tetapi latar belakangnya hukum. Sedangkan pembela hanya akan menggunakan pendekatan juridis KALAU salah satu unsur dari pasal yang didakwakan tidak terbukti. Maka ia akan menggunakan pendekatan yuridis dengan falsafah: Maju tak gentar membela yang bayar.
Tetapi kalau semua unsur dari pasal yang didakwakan telah terbukti semua, jangan bicara soal hukum lagi. Memalukan. Kebenaran hanya satu. Dan sudah dibuktikan oleh Jaksa.
Jika demikian apakah Pembela tidak boleh ngomong? Boleh saja bahkan harus ngomong. Dengan apa? Bukan dengan menggunakan pendekatan yuridis melainkan dengan pendekatan non yuridis. Apakah itu pendekatan non
yuridis?
Membela dengan menggunakan pendekatan non juridis ialah
1. Pendekatan SOSIAL BUDAYA
2. Pendekatan SOSIAL PSIKOLOGIS
3. Pendekatan FILOSOFIS
4. Pendekatan TEOLOGIS.
Falsafah pembela terdakwa ada dua yaitu:
1. Maju tak gentar membela yang bayar
2. Pisau bermata dua.
Kalau salah satu unsur TIDAK TERBUKTI, maka falsafah yang kita pakai MAJU TAK GENTAR MEMBELA YANG BAYAR. Dalam hal demikian Terdakwa harus bebas. Tetapi kalau semua unsur yang didakwakan telah terbukti, maka kita menggunakan falsafah PEDANG BERMATA DUA. Satu sisi diarahkan kepada Terdakwa : Hai Terdakwa, didunia ini tidak ada kejahatan yang gratis. Kalau tidak dibayar didunia ya akan ditagih di akherat. Oleh karena itu saudara Terdakwa supaya siap mental bahwa saudara akan dijatuhi hukuman oleh hakim.
Sedang sisi pedang yang lain diarahkan kepada hakim. Bapak hakim jangan sembrono dalam membuat pertimbangan dan menentukan hukuman. Sebab salah dalam membuat pertimbangan dan hukuman, sehingga ada orang yang sengsara lantaran putusan bapak, maka kelak bapak akan dimintai pertanggungan jawab juga. Ingat: menghukum orang yang tidak bersalah siksa nerakanya akan lebih berat dari pada membebaskan orang yang bersalah.
Dalam falsafah Agama dikatakan : Bahwa hakim adalah wakil Tuhan didunia dan Tuhan tidak akan membuat umatnya sengsara. Kalau tokh ada orang yang sengsara, itu bukan karena tuhan balas dendam, tetapi karena ulah orang itu sendiri.
Jadi mengeksaminasi putusan hakim pidana perlu dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan NON YURIDIS, yaitu pendekatan Sosial Budaya, Sosial Psikologis, Filosofis dan atau menggunakan metode pendekatan Teologis. Mana yang relevan menurut fakta yang terjadi di persidangan.
Demikian kurang lebihnya pembahasan saya mengenai EKSAMINASI PUTUSAN PENGADILAN DAN KEMANDIRIAN HAKIM DALAM MEMBUAT PUTUSAN, terimakasih.
(Moegono,SH., Advokat, tinggal di Solo )
Tulisan ini disajikan pada Diskusi Publik UMS tentang Eksaminasi Terhadap Putusan Lembaga Peradilan