Efektifkan Pemantauan e-Procurement, ICW lanjutkan MoU Bersama LKPP dan IAPI

Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan dalam mewujudkan e- procurement yang berintegritas bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) di Jakarta, Senin (13/4/2015).

Nota kesepahaman ini merupakan kelanjutan dari kerjasama yang telah dilakukan sejak tahun 2012 lalu. Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan pengadaan barang dan jasa masih mendominasi praktek korupsi yang terjadi di Indonesia. Dari data yang dimiliki ICW, korupsi pengadaan barang dan jasa masih mendominasi sebesar 40-50 persen. Sedangkan data dari Bank Dunia 60 persen anggaran barang dan jasa dari berbagai negara termasuk Indonesia yang hilang tanpa ada kejelasan.

"Akibat dari fenomena tersebut, melahirkan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan. Kualitasnya buruk dan kuantitasnya tidak memadai," ujar Adnan dalam sambutanya.

Padahal menurut Adnan, sector pengadaan barang dan jasa merupakan komponen yang muncul rutin dalam struktur anggaran setiap tahunnya. “Karena besar alokasinya maka potensi dikorupsinya pun besar”, tandasnya.

Untuk meminimalisir hal tersebut, maka  ICW telah mengembangkan aplikasi opentender.net sebagai instrumen yang dapat digunakan masyarakat untuk ikut memonitoring serta berpartisipasi pada proses pengadaan barang dan jasa di daerah masing-masing.

"Kita sudah lakukan uji coba atas aplikasi (opentender.net) di beberapa daerah dan dengan bantuan aplikasi tersebut kita masih temukan banyak kelemahan dalam proses penerapan pengadaan barang dan jasa secara elektronik," katanya.

Sebagai contoh, dugaan penyimpangan sistem e-procurement dapat dilihat pada kasus pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di mana Mabes polri telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Hal ini menunjukan bahwa walaupun sistem e-procurement sudah cukup transparan, namun sumberdaya manusia masih menjadi faktor utama dalam menjaga sistem e-procurement tetap transparan dan akuntabel.

Oleh Sebab itu Adnan menegaskan, bahwa diharapkan kedepan opentender.net ini dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu alat untuk mengawasi pelaksanaan. Sebab, jika aplikasi ini banyak digunakan oleh masyarakat serta kalangan pemerintahan –dalam hal ini inspektorat dan satuan pengawas internal--, maka praktek korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa dapat diminimalisir.

Sementara itu aktivis pada lembaga Pusat Studi pembaruan Agraria dan Hak Asasi Manusia (PUSPAHAM) Kendari, Sulawesi Tenggara, Kisran Makati mengatakan sistem aplikasi opentender.net telah digunakan oleh sejumlah masyarakat sipil di Kota Kendari dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Walaupun daerah Kendari sistem pengadaan barang dan jasanya memiliki score yang kecil (artinya tingkat resiko penyimpangannya rendah), namun tingkat korupsi di daerah tersebut sangat besar. Selain itu aplikasi opentender.net dan e-procurement sendiri masih menjadi barang baru  yang belum banyak di ketahui oleh masyarakat di Kendari.

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan