Dukung Gerakan Pemberantasan Korupsi, Ciri Kartini Masa Kini
Hari Kartini yang diperingati setiap 21 April selayaknya bukan hanya sebagai ceremonial belaka. Tetesan keringat dan semangat Raden Ajeng (RA) Kartini dalam memperjuangkan sekolah rintis bagi kaum perempuan patut dicontoh. Pada era Kartini saat ini, semangat dan pantang menyerahnya RA Kartini tercermin dalam gerakan antikorupsi.
Kesetaraan gender dapat menjadi gebrakan baru bagi srikandi-srikandi Indonesia untuk berperan dalam pemberantasan korupsi. Pasalnya, pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum melainkan juga oleh ibu rumah tangga, seniman, politisi, PNS, wirausaha, dan aktivis penggiat antikorupsi.
Bagi aktivis antikorupsi, Lalola Easter dan Almas Sjafrina merupakan salah satu Srikandi antikorupsi di Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka memiliki pendapat dan pengalaman yang berbeda dalam gerakan antikorupsi di era Kartini saat ini. Berikut hasil wawancara yang dilakukan antikorupsi.org:
1). Bagaimana Almas dan lalola memaknai Hari Kartini sebagi gerakan perempuan melawan korupsi?
Almas: Hari Kartini mengingatkan kita bahwa masa "gelap" perempuan seharusnya sudah lewat. Apakah sudah selesai? Belum. "Terang" itu harus dijaga dan perlu diperluas. Hari Kartini jangan dipandang sekedar sebagai momen nostalgia. Tapi peringatan untuk kita semua, khususnya perempuan untuk terus bangkit dan berkontribusi positif terhadap kemajuan negeri. Selain Kartini ada banyak tokoh yang bisa kita adopsi semangatnya.
Lalola: Semangat RA Kartini jangan hanya disempitkan dengan memandatkan perempuan kembali ke 'dapur'. Lebih dari itu perempuan memiliki peran lebih, khususnya di ruang publik. kaum perempuan harus menunjukan kerja keras, berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan. Apapun statusnya, sekalipun ibu rumah tangga, dia bisa menjadi kebijakan yang baik di rumahnya bahkan dilingkungan tempatnya tinggal.
2). Saat ini, apakah Lola dan Almas melihat adakah gerakan perempuan yang konsisten melawan korupsi
Almas: Gerakan perempuan yang konsisten? hmm.. "Rasanya saya belum 'mampu' menjawab ya. Yang pasti harus terus diperluas."
Lalola: Saya tidak begitu mengikuti gerakan perempuan antikorupsi. Namun, salah satunya ada gerakan Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIAK) yang di latarbelakangi oleh perempuan-perempuan profesional, ibu rumah tangga, seniman, aktivis, dan akademisi. Namun, sampai saat ini saya belum melihat gerakan yang mengajak perempuan dalam organisasi besar, guna menjadi wadah bagi kaum perempuan untuk menyampaikan aspirasi.
3). Menurut kalian, apakah ada ruang bagi perempuan untuk berpartipasi dalam pemberantasan korupsi?
Almas: Sangat ada. Peluang perempuan untuk aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi sangat terbuka lebar. Beda sama peluang perempuan dalam politik yang masih "terbatas" dan didominasi perempuan elit. Dalam gerakan pemberantasan korupsi, siapa saja bisa berpartisipasi aktif, bahkan jadi pelopor, asal ada kemauan, semangat, dan konsistensi. Memang diakui, masih ada hambatan yang terjadi.
Lalola: Ada, contohnya keterwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebesar 30% namun implementasinya masih masih jauh. Memang, biasanya ruang publik banyak dikuasi oleh kaum pria, sehingga kedepan diperlukan kebijakan khusus bagi perempuan dalam mengisi ruang keterwakilan dengan jatah minimal. Tetapi harus digaris bawahi, apakah nantinya perempuan-perempuan tersebut konsisten untuk memperjuangkan kebutuhan perempuan secara general. Seperti hak atas kesehatan reproduksi, hak mendapatkan pendidikan yang setara dan lainya.
4). Bagaimana kalian memaknai fenomena perempuan-perempuan yang terjerat kasus pidana korupsi?
Almas: Saya meyakini korupsi itu tidak berjenis kelamin siapapun yang punya kekuasaan, wewenang, dan kesempatan sama berpotensi melakukan korupsi, apapun jenis kelaminnya. Yang terjadi belakangan ini, ada keheranan 'kok banyak perempuan yang korupsi'? Pertama, merupakan hal yang baru keterlibatan perempuan terjun ke jabatan publik. Kedua, bisa jadi karena banyak perempuan dijabatan publik belum memahami arena yang tengah mereka geluti. Jadi mudah terpeleset. Maka yang perlu dilakukan, pembenahan dibanyak aspek. Berbicara soal keterwakilan perempuan dalam parlemen atau perempuan pada jabatan publik lainnya tidak hanya soal kuantitas tapi kualitas dan bagaimana perempuan bisa berkontribusi positif.
Lalola: Korupsi itu tidak mengenal jenis kelamin, karena korupsi adalah kejahatan. Maka hukuman pidana yang diterima sama saja, mau laki-laki ataupun perempuan. Dalam hal ini, media juga memiliki peran dalam memframing terpidana korupsi wanita, sehingga terlihat sangat beda. Salah satu contoh, pada kasus korupsi yang dilakukan Ratu Atut Chosiyah, masyarakat lebih tertaik dengan merek kerudung loius viuitton yang digunakan Atut ketimbang koleksi mobil-mobil mewahnya Wawan. Disini Atut lebih tergambar memiliki gaya hidup yang sangat mewah, padahal keduanya sama-sama terpidana korupsi.
5). Apa yang memotivasi kalian untuk fokus dan tekun terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi?
Almas: Berawal dari kejengahan saya, Jengah dengan permasalahan yang terjadi disekelilig kita. Katakanlah masalah kemiskinan, buruknya pelayanan publik, dan sebagainya. Ternyata ada korelasinya dengan korupsi. Klasik memang, ketika banyaknya orang-orang yang diberikan mandat oleh rakyat malah korupsi. Kalau hanya diam dan mementingkan diri sendiri, bisa dilakukan dengan menutup mata, hati, dan telinga. Tapi balik lagi, apakah hidup kita mau kita buat sesederhana itu. Saya memilih tidak. Korupsi diibaratkan sebagai penyakit, karenanya korupsi tidak bisa dibiarkan dan perlu diobati. Blm ada obatnya? Cari terus...
Lalola: ICW memberi banyak pembelajaran mulai dari ilmu, jaringan, dan kemampuan yang bertambah. Idealnya, karena saya muak dengan korupsi dan basic saya adalah hukum, memperbaiki sistem peradilan dalam gerakan pemberantasan korupsi sangatlah penting. Jika sistemnya sudah baik juga tidak menutup kemungkinan masih banyak oknum-oknum yang bermasalah integritasnya. Kedepan diharapkan, jika saatnya nanti memiliki keluarga, saya berharap agar anak-anak saya tidak hidup di lingkungan yang korup. Walaupun sepele, korupsi bisa dilakukan dari hal kecil, jika dibiarkan akan menjadi bibit korupsi besar. Sehingga ketidakadilan akan terus merajalela di Indonesia, itu yang harus diberantas.
6). Aktivitas kalian sangat beresiko, apakah tidak merasa takut?
Almas: Pasti ada ya. Tapi kekhawatiran itu sudah tuntas sebelum saya memutuskan untuk ikut bergabung dalam gerakan pemberantasan korupsi ini.
Lalola: Saya tidak merasa khawatir. Tetapi tetap harus berhati-hati dan waspada.
7). Apa saja harapan besar kalian terhadap gerakan pemberantasan korupsi kedepanya?
Almas: Harapan saya perempuan tidak menikmati "terangnya" untuk dirinya sendiri. Dalam pemberantasan korupsi, termasuk saya, dapat konsisten dan tetap berkomitmen tentang tujuan kita berdiri untuk bergerak dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut diimbangi dengan memperkaya ilmu dengan kemampuan serta berbagi "terang".
Lalola: Representasinya tidak hanya bicara ‘jumlah’ melainkan kualitas perempuan yang masuk ke ruang publik dan membawa kepentingan 'kaumnya'. Jika tidak terakomidasi maka para perempuan telah menjadi bagian dari sistem korupsi seperti yang lalu-lalu. Gerakan antikorupsi bagi perempuan tidak hanya dilakukan dengan menjadi aktivis saja, para ibu rumah tangga di desa dapat membantu mengawasi dana desa. apakah penerapannya telah tepat sasara, tepat jumlah, tepat pelaksanaan dan tepat penyaluranya. Oleh karena itu, perempuan memiliki peran yang berbeda-beda dalam gerakan antikorupsi, tidak harus masuk ke ruang publik, perempuan yang hidup di ruang domestik dapat menjadi alat kontrol yang lebih efektif, asalkan jujur.
8). Apa saran kalian untuk perempuan Indonesia agar terus konsisten dalam gerakan antikorupsi?
Almas: Saran? saran ini juga berlaku untuk saya sendiri. Mengingat saya tergolong baru menceburkan diri dalam gerakan pemberantasan korupsi, sederhana, tapi berat. Harus selalu ingat apa alasan kita melibatkan diri dalam gerakan melawan korupsi. Setia pada tujuan. Anggaplah ini adalah wujud cinta kita pada negara kita, diri kita, dan sesama manusia. Lakukan apa yang bisa dilakukan. Yang paling penting, jangan nikmati "terang" itu sendiri tapi ajak sebanyak-banyaknya orang untuk bersama-sama melawan korupsi.
Lalola: Konsistensi, Hal ini tentunya balik kepada diri kita masing-masing. Untuk merawat rasa konsistensi diperlukan jaringan rekan untuk membakar semangat yang telah ada, agar suhu panas konsistensinya tetap terjaga.