Dugaan Suap: BI Dinilai Kaburkan Kasus Dana ke DPR

Bank Indonesia (BI) dinilai mengaburkan kasus aliran dana ke Komisi IX DPR (1999-2004) dengan menyusutkan masalah itu menjadi sebatas persoalan administrasi. Padahal yang jauh lebih penting adalah menelusuri indikasi suap yang dilakukan BI.

Demikian penegasan Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Patra M Zen dan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM Denny Indrayana di Jakarta, kemarin.

Yang jauh lebih penting adalah mengungkap kebenaran substansi dokumen disposisi itu oleh penegak hukum, kata Patra.

Patra menambahkan dugaan aliran dana itu merupakan pintu masuk bagi penegak hukum untuk membongkar kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyusunan perundang-undangan di DPR.

Di pihak lain, Denny Indrayana menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menginvestigasi kasus itu. Sebab, dokumen itu sudah merupakan indikasi ada penyalahgunaan wewenang dalam proses legislasi. Mau dokumen itu ada cap atau tidak, ada kop atau tidak, yang jelas substansinya ada indikasi korupsi, kata Denny.

Karena itu, KPK harus mengusutnya. Logikanya begini saja, langkah BI yang repot membantah autentisitas dokumen itu justru menunjukkan bahwa substansi dokumen itu benar, tegas Denny.

Kasus itu bermula ketika beredar dokumen disposisi permintaan uang senilai Rp3,885 miliar terkait pembahasan RUU di DPR pada 2004. ICW telah mengadukan kasus itu ke KPK. Berbagai kalangan juga mendesak kasus itu dibongkar. Namun BI justru mempersoalkan autentisitas dokumen yang beredar tanpa mau memublikasikan dokumen asli (Media Indonesia, 4/8).

Di tempat terpisah, pakar hukum pidana Romli Atmasasmita mengatakan autentisitas suatu dokumen harus diuji di laboratorium kriminal Polri dan ada pembandingnya. Selama belum ada pembandingnya, belum bisa dikatakan dokumen itu tidak autentik, kata Romli, kemarin.

Karena itu, tambahnya, KPK harus mengklarifikasi kepada kepolisian dan memeriksa nama-nama dalam dokumen itu.

Sebelumnya, Kepala Badan Supervisi BI Remy Syahdeni mengatakan audit BPK atas BI tidak menemukan kesalahan karena secara akuntansi sudah benar, ada anggarannya, dan bukti pengeluaran uang juga lengkap. Namun itu bukan berarti benar secara hukum. Sesuatu yang tidak betul, meski dilakukan sesuai prosedur, tetap saja pelanggaran hukum, ujar Remy. (Aka/X-10)

Sumber: Media Indonesia, 5 Agustus 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan