Dugaan Korupsi Semakin Melebar
Dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Pasar Medan semakin melebar. Dugaan itu tidak hanya terkait dengan penyelewengan dana kebersihan, tetapi juga penyelewengan dana pembangunan menara base tranceiver station atau BTS dan mobil patroli.
Dugaan itu memang makin melebar. Ada laporan masuk dari masyarakat yang mengatasnamakan pegawai PD Pasar Medan. Dugaan ini belum kami cek, tetapi kami menduga laporan ini ada sebabnya, tidak muncul dengan sendirinya, kata Ketua Komisi C (Bidang Ekonomi) DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidi, Jumat (24/8) di Medan.
Ikrimah tidak bisa memastikan kebenaran informasi itu. Kami tidak pernah menerima lampiran laporan pertanggungjawaban dari wali kota soal penggunaan dan pemasukan dana PD Pasar. Mestinya, laporan itu ada, katanya.
Laporan itu, lanjutnya, mesti disertakan bersama laporan pertanggungjawaban APBD Medan 2006. Laporan APBD Kota Medan itu terlambat disampaikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, laporan itu disampaikan paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran selesai, katanya.
Penjualan lapak
Sekretaris Persatuan Pedagang Pusat Pasar Medan Nofrizal mengatakan, dugaan adanya korupsi juga terjadi pada pendirian lapak dan kios ilegal. Banyak lapak dan kios baru, yang sebetulnya di luar kapasitas pasar, berdiri di sebagian besar dari 56 pasar yang dikelola PD Pasar. Di Pusat Pasar terdapat paling tidak 252 kios baru di luar kapasitas resmi.
Padahal, pendirian satu kios membutuhkan uang paling tidak Rp 80 juta sampai Rp 200 juta. Kami menemukan perbedaan data antara jumlah kios yang kami hitung dengan jumlah kios dan lapak yang tercatat oleh PD Pasar. Ada selisih 910 kios yang tidak tercatat. Jika untuk satu lapak pedagang harus mengeluarkan Rp 80 juta, untuk selisih kios dan lapak saja bernilai Rp 72,8 miliar, katanya.
Penghitungan kios dan lapak ilegal itu, ujarnya, belum termasuk di 55 pasar lain yang dikelola PD Pasar. Nofrizal juga memastikan bahwa banyak kios dan lapak tidak resmi di pasar lain.
Kios resmi ataupun tidak harus membayar iuran kebersihan dan keamanan berkisar Rp 21.000 sampai Rp 100.000 per kios atau lapak tiap bulan. Kami tidak pernah menerima pelayanan kebersihan. Hanya sampah yang diangkut setiap hari. Tidak pernah ada perbaikan gorong-gorong yang tersumbat, pengecatan pasar, dan lainnya. Lalu, ke mana larinya dana itu? kata Nofrizal.(NDY)
Sumber: Kompas, 25 Agustus 2007