Dugaan Korupsi Kargo Bandara Diusut

Penyidik Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengusut dugaan terjadinya kebocoran penerimaan keuangan dari pengelolaan kargo di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar. Dalam kasus ini, PT Angkasa Pura I, sebagai pengelola bandara, diduga kehilangan pemasukan sebesar Rp 6,2 miliar pada 2010.

"Beberapa perusahaan ekspedisi telah kami periksa dalam pekan ini. Penyidik masih mengumpulkan bahan keterangan," kata Kepala Seksi Ekonomi dan Keuangan Kejaksaan Samsul Kasim di Makassar kemarin.

Dugaan kebocoran itu pertama kali diungkapkan Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Udara (Gapeksu) Sulawesi Selatan pada Februari lalu. Mereka mencatat jumlah kargo yang diangkut melalui bandara mencapai 56,3 juta kilogram pada 2010, tapi menurut Angkasa Pura hanya 37 juta kg.

Manajer Operasi Kargo Bandara, Marsudi, mengaku menyerahkan proses hukum yang sedang bergulir di Kejaksaan Tinggi. Menurut dia, pihak pengelola Kargo siap memberi keterangan jika sewaktu-waktu dipanggil penyidik. "Kami ikuti prosesnya. Yang jelas dugaan kebocoran itu sama sekali tidak ada. Semua ada laporan pertanggungjawabannya," kata dia.

Dia mengatakan, sejak kasus ini menggelinding ke publik, pengelola Kargo terbuka terhadap siapa pun yang membutuhkan penjelasan. Meski begitu, pihaknya mengaku belum mendapat panggilan untuk pemeriksaan dari Kejaksaan.

Samsul mengatakan Kejaksaan baru memanggil dua perusahaan ekspedisi, PT APM dan PT SN, pekan lalu. Meski begitu, ia menolak membeberkan hasil pemeriksaan. "Materinya berkaitan dengan dugaan kebocoran itu. Pengusaha ekspedisi kan yang mengeluhkan soal itu," katanya.

Untuk menelusuri dugaan ini, penyidik berencana akan memanggil semua pengusaha ekspedisi. Ada 29 perusahaan jasa angkutan penerbangan yang tergabung dalam Gapeksu.

Dmintai konfirmasi secara terpisah, Mursalim, Ketua Gapeksu Sulawesi Selatan, menyambut positif upaya hukum yang ditempuh Kejaksaan Tinggi. Menurut dia, pengusaha ekspedisi siap membantu memberi keterangan menyangkut dugaan itu.

Gapeksu menduga pihak PT Angkasa Pura I memanipulasi data sehingga mereka rugi. Dari dalih kerugian itu, PT Angkasa Pura I lalu membuat tarif baru yang dirasakan memberatkan para pengusaha ekspedisi. Tarif baru tersebut mulai berlaku sejak Januari lalu.

"Alasan kenaikan tarif itu direkayasa dari sisi produktivitas penerimaan barang," kata Mursalim.

Tarif kargo yang berlaku pada 2010 sebesar Rp 250 per kg. "Seharusnya Angkasa Pura mendapat Rp 14 miliar, tapi penerimaan dilaporkan Rp 7,8 miliar," kata dia. Dengan alasan itu, PT Angkasa Pura lalu menaikkan tarif dari Rp 250 menjadi Rp 400 per kilogram pada 2011.

Atas kenaikan tarif itu, Gapeksu lalu memalukan protes dengan mengirim surat ke Menteri Perhubungan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Tapi sejauh ini belum ada juga reaksi dari Menteri Perhubungan. Kami akan melapor resmi ke KPK jika kejaksaan tidak bisa menuntaskan kasus ini," kata Mursalim.ABDUL RAHMAN
Sumber: Koran Tempo, 4 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan