Dugaan Korupsi DPRD Jateng; Kejati Bisa Bekukan Aset Tersangka
Upaya Kejati dengan meminta para mantan anggota DPRD Jateng periode 1999-2004 mengembalikan uang yang diduga bermasalah dari APBD 2003, dinilai tak jelas arahnya. Institusi penegak hukum tersebut semestinya bisa melakukan pembekuan aset para tersangka dalam menangani kasus tersebut.
Sekjen Masyarakat Antikorupsi (MAKs) Jateng, Boyamin mengatakan, sejak awal tidak setuju dengan model pengembalian uang yang dilakukan para mantan anggota Dewan sesuai dengan imbauan Kejaksaan.
''Mestinya harus dilakukan penyitaan, apa pun yang diperkirakan merupakan hasil korupsi tersebut,'' katanya, kemarin.
Dia berpendapat, dalam kasus tersebut Kejati bisa melakukan pembekuan aset para tersangka. Jika aset itu berupa tanah, dilakukan pemblokiran oleh BPN agar tak bisa dipindahtangankan selama proses hukum berlangsung. Adapun jika berupa rekening, bisa dilakukan pemblokiran lewat bank, agar tak dicairkan.
Kaitannya dengan kerugian negara sebesar Rp 14,8 miliar, kata dia, dana itu dinikmati oleh seluruh anggota Dewan periode 1999-2004 yang menjabat dalam masa anggaran 2003. Karena itu, seharusnya perlakuan Kejati sama kepada semua mantan anggota Dewan yang menikmati uang tersebut.
Ingkar Janji
Secara terpisah, Sekretaris Badan Pekerja (BP) Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng, Dwi Saputra SH menilai Kejati telah ingkar janji.
Sebab tidak segera melakukan penyitaan aset kepada para tersangka, yang berkasnya segera dilimpahkan ke pengadilan namun belum melunasi pengembalian uang sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
Sebelumnya, Aspidsus Slamet Wahyudi menyatakan akan melakukan penyitaan kepada beberapa tersangka jika sampai Jumat (24/12) tidak melunasi pengembalian uang. Para tersangka tersebut, adalah yang berkasnya segera dilimpahkan ke pengadilan dalam Januari 2005.
Menurut Dwi Saputra, jumlah yang belum diserahkan salah seorang tersangka yang berkasnya segera dilimpahkan, yakni mantan Ketua DPRD Jateng periode 1999-2004, Mardijo, cukup besar.
Sesuai dengan hasil audit BPK, Mardijo menerima Rp 643.432.300, namun baru menyerahkan Rp 200 juta. ''Harusnya sesuai dengan janji, Kejati langsung melakukan penyitaan aset,'' katanya kemarin.
Dia menilai, sama halnya Kejati membohongi masyarakat jika tak melakukan penyitaan aset tersebut. Kesannya, Kejati sampai sekarang terus mengulur-ulur waktu.
Kuasa hukum Mardijo, Saksono Y SH mengatakan, kliennya memiliki iktikad baik untuk mengembalikan uang tersebut. Namun karena jumlahnya sangat besar, membutuhkan waktu untuk mengumpulkan uang.
Soal penyitaan aset, dia menyerahkan hal tersebut kepada Kejati. ''Tapi sebenarnya Pak Mardijo punya iktikad baik untuk mengembalikan. Hanya sekarang belum ada duit,'' katanya.
Aspidsus Kejati, Slamet Wahyudi SH yang dihubungi wartawan belum bisa memberikan banyak keterangan, dengan alasan sedang sibuk.
Namun kaitannya dengan penyitaan aset, menurutnya, perlu meminta persetujuan kepada penyidik terlebih dulu.(G7,G1-58a)
Sumber: Suara Merdeka, 27 Desember 2004