Dugaan Korupsi di Indragiri Hulu; Dilaporkan ke KPK Jakarta [04/06/04]

Lembaga Pengkajian Penerapan Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Semesta Berencana Indragiri Hulu (LP5SBI) melaporkan dugaan korupsi lebih dari Rp92 miliar di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhulu) Riau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya kami juga telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, kata Direktur LP5SBI Banteng Yudha Pranoto kepada pers di Jakarta Rabu lalu.

Dugaan korupsi senilai Rp92 miliar terdiri dari pembangunan jembatan, pembangunan turap penahan tebing, pasar dan plaza di Kabupaten Indragiri Hulu senilai Rp6,4 miliar, kebocoran APBD 2002 Rp21,7 miliar dan kebocoran APBD 2003 Rp64 miliar.

Menurut Banteng, dia tidak mengada-ada dengan dugaan korupsi di Kabupaten Indragiri Hulu. Pasalnya, temuan kebocoran keuangan negara tersebut berasal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Medan.

Hanya sayangnya, tutur Banteng, temuan BPK Perwakilan Medan tersebut tidak ditindaklanjuti ke BPK Pusat.

Sebelumnya BPK Pusat yang memerintahkan BPK Perwakilan Medan untuk melakukan audit atas perintah Wakil Presiden Hamzah Haz. Tidak diteruskannya laporan korupsi ini menimbulkan tanda tanya besar, ujarnya.

Setelah diselidiki, lanjut Banteng, ternyata ada konspirasi antara Bupati Indragiri Hulu Thamsir Rachman dan BPK Perwakilan Medan untuk tidak membeberkan hasil temuan tersebut. Konspirasi tersebut diketahui dari surat pernyataan Bupati Indragiri Hulu kepada BPK Medan pada 11 Juni 2003. Isi surat tersebut antara lain apa pun yang menjadi temuan BPK tidak akan dibeberkan ke pihak lain.

Lebih lanjut Banteng menyatakan selain ke Mabes Polri dan KPK, dugaan korupsi di Indragiri Hulu juga sebelumnya telah dilaporkan ke Wakil Presiden pada 13 Januari 2003. Wakil Presiden kemudian memerintahkan Mendagri dan BPK untuk meneliti kebenarannya dan hasil pemeriksaan harus dilaporkan ke Wapres.

LP5SBI juga telah melaporkan kasus ini ke MPR, DPR, Kejagung, Mahkamah Agung, dan Kapolri pada 13 Januari lalu.

DPRD Jateng

Dari Semarang dilaporkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng membuka kembali penyelidikan kasus dugaan korupsi dana mobilitas Rp9,5 miliar DPRD Jateng yang dikucurkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2001.

Saya akan buka lagi, telaah dan pelajari lagi kasusnya. Dulu memang sudah kita lakukan dengan penyidikan dan pemanggilan anggota Dewan Rujito. Tetapi karena tidak ada bukti yang kuat, kita hentikan,'' kata Kepala Kejati Jateng, J Parjanto di Semarang, kemarin.

Penegasan Kejati Jateng ini disampaikan setelah dirinya menolak untuk menandatangani kesepakatan berupa surat kontrak sosial yang disodorkan oleh sejumlah LSM yang kemarin menemuinya. Desakan LSM yang dimotori oleh Jawade Hafidz (Kolamp) itu didorong oleh adanya surat dari jaksa agung muda intelijen Kejaksaan Agung bernomor R 1119/D/Dps/12/2001/31 Desember/2001 tentang kasus dana mobilitas anggota DPRD I Jateng sebesar Rp9,5 miliar dari APBD 2001.

Surat tersebut menginstruksikan kepada Kejati Jateng untuk segera melakukan pro justicia dengan pemanggilan anggota DPRD Jateng guna mengungkap kasus itu.

Sementara itu dari Banda Aceh dilaporkan Kejaksaan Tinggi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tetap akan melakukan pengusutan terhadap adanya indikasi mark-up dana rehabilitasi rumah Sekdaprov NAD Thanthawi Ishak mencapai Rp1,4 miliar.

Untuk melakukan pemeriksaan terhadap indikasi mark-up tersebut, saat ini pihak kejaksaan berupaya mengumpulkan data yang diperlukan dalam kasus itu.

''Kita tetap akan melakukan pemeriksaan dan pengusutan dalam kasus ini, biar jelas apakah benar terjadi mark-up atau tidak, ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Andi Amir Achmad yang didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Syarifuddin, di Banda Aceh, Rabu.

Sebelumnya, sejumlah kalangan dan tokoh masyarakat di Banda Aceh juga mengharapkan pihak kejaksaan selaku aparat penegak hukum agar segera turun tangan mengusut masalah tersebut. (Fud/HT/HP/S-6)

Sumber: Media Indonesia, 4 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan