Dugaan Korupsi di Deptan Mulai Diteliti; Kejaksaan Tunggu Hasil Audit BPK

Kejaksaan Agung menunggu laporan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menindaklanjuti dugaan korupsi di Departemen Pertanian.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan pihaknya baru mendapatkan data dugaan korupsi di Departemen Pertanian dari laporan audit inspektorat jenderal (itjen) di departemen bersangkutan.

Hasil audit tersebut diserahkan Inspektur Jenderal Departemen Pertanian Zainal Bahruddin ke Kejaksaan Agung, Jumat (7/10).

Berkas laporan dari Deptan (Departemen Pertanian) itu masih harus kita baca dulu. Perlu waktu untuk membacanya, jelas Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kepada wartawan usai rapat koordinasi pemberantasan korupsi di Kantor Presiden Jakarta, kemarin.

Selain Jaksa Agung, rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut juga diikuti Ketua BPK Anwar Nasution, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki, dan Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Hendarman Supandji.

Lebih lanjut Abdul Rahman mengatakan pihaknya belum dapat menetapkan tersangka kasus tersebut sebelum berkas laporan dari Itjen Departemen Pertanian selesai dibaca. Penetapan tersangka, ujarnya, juga harus menunggu hasil audit investigasi yang akan dilakukan BPK.

Soal kapan BPK akan menyerahkan hasil audit investigasinya, silakan tanya ke BPK. Kami tinggal menunggu hasilnya untuk ditindaklanjuti. Apa yang diterima oleh Kejaksaan Agung saat ini masih berupa temuan yang diajukan oleh Itjen Departemen Pertanian, tambahnya.

Sebelumnya, di tempat terpisah, Hendarman yang juga Jaksa Agung Muda Pidana Khusus menyatakan pihaknya mulai meneliti dugaan korupsi di Departemen Pertanian itu.

Saya sudah terima dan mulai baca-baca berkasnya, kata Hendarman di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin.

Laporan Itjen Departemen Pertanian kepada Kejaksaan Agung tersebut menyebutkan sedikitnya ada sembilan kasus yang terindikasi korupsi di departemen itu. Angka sementara kerugian negara dari delapan kasus tersebut diperkirakan telah merugikan negara sekitar Rp733,782 miliar. Sedangkan dari satu kasus lainnya, yakni impor daging ilegal dari India dengan kemasan palsu AS, Selandia Baru, dan Australia, potensi kerugian negara mencapai Rp20 triliun per tahun. Penyelidikan itu dilakukan atas sejumlah proyek di Departemen Pertanian selama 1999-2004. (Media, 8/11)

Audit BPK

Sementara itu, hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Departemen Pertanian Tahun Anggaran 2004 oleh BPK yang dikeluarkan pertengahan September lalu menyebutkan sejumlah masalah.

Dalam hasil pemeriksaan itu, yang diperoleh Media beberapa waktu lalu, disebutkan adanya mekanisme laporan keuangan yang tidak taat aturan.

BPK menyebutkan Laporan Keuangan Departemen Pertanian 2004 itu belum diperiksa oleh Itjen Departemen Pertanian, saat diserahkan ke Badan Akuntansi Keuangan Negara. Selain itu, penggunaan dana anggaran pembiayaan dan perhitungan senilai Rp89,4 miliar belum dilaporkan kepada Badan Akuntasi. Catatan aset-aset milik departemen juga bermasalah. Seperti tanah milik Deptan yang dimanfaatkan pihak ketiga dan pemanfaatan rumah dinas tidak sesuai ketentuan. Demikian juga, beberapa buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) dan beberapa kendaraan dinas masih dibawa pensiunan atau mantan pejabat (menteri).

Pengembalian dana penguatan modal lembaga ekonomi pedesaan 2004 sebesar Rp146,9 triliun juga belum tercatat. Sedangkan dana yang belum dikembalikan dan tidak dicatat sebagai piutang sebesar Rp13,5 miliar pada 2003 dan Rp12,4 pada 2004. (Msc/Tia/Sam/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 11 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan