Dua Petinggi KPK Tersangka

Beredar kabar pimpinan KPK akan mundur.

Kepolisian Republik Indonesia tadi malam menetapkan dua Wakil Ketua Komisi Pemberanasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah sebagai tersangka. Penetapan ini diumumkan setelah polisi kembali memeriksa kedua petinggi KPK itu sejak pukul 10.00 pagi hingga hampir tengah malam.

Polisi memang tidak langsung menahan Bibit dan Chandra. Tapi, polisi memperingatkan agar kedua pemimpin KPK itu bersikap kooperatif. “Kalau mereka kooperatif, tidak melarikan diri, dan tidak mengulangi perbuatannya akan kami perlakukan dengan baik,” kata Direktur III Tindak Pidana Korupsi Markas Besar Polri, Komisaris Besar Yovianes Mahar. “Tapi, jika tidak, akan kami tahan.”

Menurut Yovianes, Bibit dan Chandra menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang, memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “Dugaan suapnya masih kami dalami,” kata Yovianes.

Yovianes mengklaim polisi memiliki sejumlah bukti untuk menjerat kedua petinggi KPK itu. “Seperti surat-surat dan bukti lainnya,” kata dia.

Beberapa saat setelah Yovianes memberi keterangan, Bibit dan Chandra pun keluar dari ruang pemeriksaan. Menurut Chandra, dia dan Bibit baru diberi tahu sebagai tersangka menjelang tengah malam. “Tadi pagi kami masih dipanggil sebagai saksi.”

Chandra menambahkan, penyalahgunaan yang dituduhkan polisi berkaitan dengan pencekalan Anggoro Widjaja (buron korupsi di Departemen Kehutanan) dan pencabutan pencekalan Djoko S Tjandra (buron kasus Bank Bali). “Itu yang kami ketahui,” kata Chandra.

Sebelumnya, polisi telah memeriksa delapan pemimpin dan pegawai KPK, termasuk Bibit dan Chandra. Sejumlah kalangan menduga pemeriksaan ini merupakan reaksi atas upaya KPK menyelidiki dugaan keterlibatan petinggi kepolisian dalam kasus suap Bank Century.

Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih tidak mencampuri perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia.

"Presiden tak bisa ikut campur karena itu fungsi penegakan hukum masing-masing instansi," kata juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, di sela acara buka puasa di Markas Besar Polri kemarin. Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga hadir dalam acara keluarga besar Polri itu.

Beberapa waktu yang lalu Presiden memanggil pemimpin KPK dan kepolisian, plus kejaksaan, ke Istana. Saat itu dibicarakan bagaimana koordinasi antarlembaga dalam memberantas korupsi. Jika saat ini masih ada ganjalan antara KPK dan kepolisian, menurut Andi, itu hanya masalah teknis menjalankan tugas setiap lembaga.

Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa menyatakan hal senada. Presiden tak akan masuk wilayah teknis dan hukum, seperti mempertanyakan pemeriksaan pemimpin KPK. Presiden hanya mengingatkan kedua pihak agar tak menyalahi wewenang. “Presiden berharap semua persoalan ditangani proporsional dan tidak dipolitisasi,” ujar Hatta.

Sesuai dengan undang-undang, presiden harus menonaktifkan pemimpin KPK yang jadi tersangka. Rumor pun merebak di kalangan pegawai KPK dan pegiat antikorupsi. Jika ada pemimpin KPK yang dinonaktifkan, pemimpin KPK yang tersisa akan mengundurkan diri.

Ketika dimintai konfirmasi, Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin tidak membenarkan, tapi tidak pula membantah isu ini. "Kalau saya, melihat bagaimana perkembangannya” kata dia. CHETA | CORNILA | GUNANTO | NININ | JAJANG

Sumber: koran Tempo, 16 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan