Dua Panitera dan Pengacara Abdullah Puteh Ditahan

Setelah diperiksa lebih dari 24 jam, kuasa hukum Abdullah Puteh, Tengku Syaifuddin Popon, bersama Wakil Ketua Panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Ramadhan Rizal (bukan Syamsu Rizal Ramadhan sebagaimana diberitakan sebelumnya) dan Panitera Muda Pidana Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sholeh ditahan di Polda Metro Jaya. Mereka dibawa ke rumah tahanan Polda Metro Jaya hari Kamis (16/6) pukul 21.30.

Panitera Muda Pidana Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Sholeh, yang sebelumnya melarikan diri, Kamis pagi menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum menyerahkan diri, Sholeh yang dihubungi penyidik KPK melalui telepon selulernya menjawab telepon tersebut.

Menurut Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Sholeh yang kemarin pergi ke rumahnya karena alasan ada saudara yang meninggal kemarin pagi datang sendiri ke KPK. Sholeh datang sendiri setelah ia menjawab telepon dari penyidik KPK, ujar Taufiequrachman.

Ketiganya dibawa penyidik KPK setelah menjalani pemeriksaan cukup lama. Berbeda dengan dua panitera PT DKI, Popon, pengacara Abdullah Puteh, terlihat pucat. Pria asal Aceh yang mengenakan kaus merah jingga ini hanya menjawab, Tidak... tidak, saat wartawan menanyainya seputar transaksi pemberian uang Rp 250 juta yang ia lakukan kepada panitera PT DKI.

Popon pun kembali menjawab, Tidak, tidak, saat wartawan menanyainya apakah pemberian uang tersebut terkait dengan perkara Puteh yang sekarang sedang ditangani PT DKI.

Sampai berita ini diturunkan pukul 22.20 belum ada penjelasan resmi dari pimpinan KPK soal kelanjutan penanganan kasus ini.

Tak beri tahu
Wakil Ketua PT DKI Jakarta Zaharuddin Utama mengatakan belum mengetahui secara mendalam apa yang terjadi. Zaharuddin menyayangkan langkah KPK yang tidak memberi tahu dirinya sebelum menangkap anak buahnya. KPK harusnya beri tahu dong. Kantor itu kan punya pimpinan. Yang saya sayangkan kok enggak kulonuwun. Sampai sekarang juga tidak ada laporan di mana anak buah kami, ujarnya.

Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial Mariana Sutadi mengatakan bahwa MA tidak akan menurunkan tim untuk menyelidiki transaksi pemberian uang yang dilakukan Popon. MA juga meminta semua pihak memegang asas praduga tak bersalah meskipun, menurut KPK, panitera dan pengacara Puteh itu tertangkap tangan dengan barang bukti berupa uang.

Hal tersebut disampaikan Mariana dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Kamis, seusai menerima Ketua PT DKI Jakarta Ben Syuhanda. Dalam jumpa pers itu Mariana didampingi Ketua Muda Perdata Harifin A Tumpa dan Ketua Muda Pidana Khusus Iskandar Kamil.

Bukan undangan
Kedatangan Popon, salah seorang kuasa hukum Abdullah Puteh, ke PT DKI Jakarta bukan inisiatif dan atas undangan salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara banding Puteh.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Husyaini Andin Karim yang juga Humas PT DKI mengatakan, dirinya tidak tahu-menahu perihal kedatangan Popon dan dugaan suap yang akan dilakukannya.

Husyaini juga mengaku sama sekali tidak pernah mengirim pesan singkat melalui telepon seluler (SMS) kepada Popon. Bahkan, ia mengaku tidak mengenal Popon. Itu (SMS kepada Popon-Red), demi Allah, betul-betul fitnah. Saya tidak biasa main SMS. Saya sudah tua. Dengan anak-anak juga tidak SMS, kata Husyaini.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, terdapat pesan singkat yang masuk ke telepon seluler Popon untuk datang ke PT DKI Jakarta.

Husyaini menduga hal tersebut bagian dari permainan. Ia meminta agar keberadaan SMS tersebut dilacak. Tolong dilacak. Juga dicek lagi nomornya. Demi Allah saya bersumpah, saya hakim tua, untuk apa begitu-begitu. Saya satu tahun lagi pensiun, untuk apa main-main, kata Husyaini lagi.

Ketika ditanya bagaimana mungkin nomor teleponnya dapat digunakan untuk SMS tanpa ia ketahui, Husyaini mengatakan, Saya tidak tahu. HP (handphone-Red) sering ditaruh di kantor. Sering. Bukan hanya saya (yang meninggalkan HP di kantor-Red) saja, teman-teman juga.

Puteh divonis
Sehari setelah penangkapan Ramadhan Rizal, majelis hakim Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutus perkara Abdullah Puteh. Majelis memvonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta bagi Puteh karena ia dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam seperti yang didakwakan dalam dakwaan subsidernya. Namun, Puteh dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara seperti tercantum dalam dakwaan primer.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Tipikor pada PT DKI Jakarta dalam sidang yang diketuai Husyaini Andin Karim, yang beranggotakan Niniek Sri Roesmini, As

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan