Dua Mantan Deputi BI Diperiksa Lagi
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan karyawan BI terkait dengan kasus ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa dua mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia terkait dengan kasus aliran dana Rp 100 miliar yang diambil dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Mereka yang diperiksa adalah Maman H. Soemantri dan Maulana Ibrahim.
Mereka diperiksa sebagai saksi, kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., kemarin. Para mantan petinggi bank sentral itu disebut-sebut turut hadir dalam rapat dewan gubernur yang memutuskan persetujuan terhadap pencairan dana YPPI.
Dari jumlah itu, Rp 31,5 miliar diduga mengalir ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Selebihnya digunakan sebagai dana bantuan hukum, membayar pengacara, dan diberikan ke para penegak hukum yang menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Keduanya datang sekitar pukul 10.00 WIB. Dan saat keluar dari kantor KPK kurang-lebih pukul 19.10, Maulana tak bersedia memberikan keterangan apa pun kepada wartawan yang mengerubutinya.
Maulana langsung meluncur dengan Nissan Terrano Kingsroad warna biru tua yang sudah menunggunya. Kekacauan kecil sempat terjadi ketika mikrofon milik seorang wartawan televisi yang ingin mewawancarai tersangkut di pintu mobil yang ditumpangi Maulana. Kendaraan langsung tancap gas dan sempat menyeret mikrofon berkabel itu hingga beberapa meter sebelum akhirnya terlepas dan pecah.
Sampai pukul 21.15, saat Johan beranjak pulang dari kantor KPK, pemeriksaan terhadap Maman masih berlangsung. Meski begitu, Johan memastikan tak akan ada penahanan atau penetapan tersangka baru pada malam itu.
Kemarin, di tempat terpisah, majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak melakukan uji materi terhadap Pasal 46 Undang-Undang KPK yang dianggap bertentangan dengan Pasal 49 Undang-Undang Bank Indonesia. Majelis yang terdiri atas Maruarar Siahaan, Soedarsono, dan Abdul Mukhtie Fajar menganggap permohonan itu salah saluran dan belum jelas.
Permohonan uji materi diajukan para karyawan BI sebagai bentuk protes terhadap pemanggilan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah oleh KPK tanpa izin presiden. KPK berpendapat izin itu tak diperlukan sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Burhanuddin ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Januari lalu bersama dua tersangka lainnya, yakni Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan Kepala Perwakilan BI Surabaya Rusli Simanjuntak. Berbeda dengan Burhan yang masih bebas, kedua anak buahnya itu kini berada dalam tahanan KPK.
Kuasa hukum pemohon, A.A. Dani Saliswijaya, menyatakan akan tetap melanjutkan permohonan uji materi itu. Bisa saja. Kami akan mengajukan pasal dalam Undang-Undang KPK yang bertentangan dengan Pasal 28-D Undang-Undang Dasar 1945, terkait hak seseorang memperoleh pembelaan dalam hukum, ujar Dani sambil berlalu. TOMI | PURBORINI | CHETA
Sumber: Koran Tempo, 22 Februari 2008