Dua Mantan Anggota KPU Divonis Enam dan Tiga Tahun [02/07/04]

Bambang Mintoko Mangun Pranoto, 55, dan Clara Sitompul Tambunan, 72, divonis masing-masing enam dan tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin.

Kedua mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 1999 itu terlibat dalam kasus korupsi pengadaan bendera partai politik (parpol) Pemilu 1999 sebesar Rp5.501.672.728.

Putusan majelis hakim yang dipimpin Sunarjo itu lebih tinggi satu tahun dari tuntutan jaksa Khairul Anwar yang menuntut terdakwa Bambang lima tahu penjara. Sementara terdakwa Clara yang tidak hadir dalam persidangan (in absentia), putusan majelis hakim lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa sebelumnya, yang menuntutnya lima tahun penjara.

Sidang korupsi tersebut dimulai sekitar pukul 15.30 WIB ketika pengunjung sidang mulai sepi. Puluhan wartawan cetak dan elektronik yang sejak pukul 10.00 WIB menunggu, mulai meninggalkan pengadilan karena majelis hakim maupun jaksa hingga pukul 15.00 WIB belum juga menggelar persidangan.

Selain menjatuhkan vonis, majelis hakim juga meminta kedua terdakwa membayar denda masing-masing sebesar Rp25 juta atau subsider enam bulan kurungan. Tidak hanya itu, para terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti. Jika harta para terdakwa tidak cukup membayar uang pengganti maka jaminannya penjara selama satu tahun, kata Sunarjo.

Untuk terdakwa Bambang, uang pengganti dikenai sebesar Rp1,8 miliar. Sedang terdakwa Clara membayar uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a jo Pasal 28 jo Pasal 34 C UU No 3/1971 jo UU No 31/1999 jo Pasal 43 A UU No 20 /2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Seharusnya, kedua terdakwa mengembalikan sisa uang pembayaran bendara parpol kepada negara (KPU). Namun, kenyataannya uang tersebut dipergunakan untuk memperkaya diri sendiri. Atas perbuatannya itu, majelis melihat kedua terdakwa sudah seharusnya mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, jelasnya.

Menurut majelis hakim, hal memberatkan, perbuatan kedua terdakwa sangat bertentangan dengan kehendak rakyat dan bangsa yang sedang berjuang melawan krisis ekonomi. Akibat perbuatan terdakwa, negara telah dirugikan miliar rupiah, dan kedua terdakwa sama sekali tidak menyesali perbuatannya. Hal meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum dan sopan dipersidangan.

Kasus korupsi di KPU itu bermula ketika pada 4 Mei 1999, terdakwa Bambang, selaku anggota Sub Komisi A KPU membuat dan menandatangani nota dinas perihal pengadaan bendera parpol peserta Pemilu 1999. Isinya antara lain hasil rapat pimpinan Komisi A, B, D, dan bagian urusan rumah tangga (BURT), KPU memerlukan pengadaan bendera parpol untuk sosialisasi dalam pemilu.

Karena itu, Ketua KPU Rudini kemudian memerintahkan Kepala Biro Perlengkapan KPU Achmad Latief supaya mempersiapkan administrasi dan pengadaannya. Setelah mendapat persetujuan dari Ketua KPU, Bambang memperkenalkan Sri Hartati, sebagai kuasa hukum direksi PT Sass Kencana Engeenering kepada Achmad Latief. Pada 7 Mei 1999, Achmad Latief menerbitkan dan menandatangani surat perintah kerja (SPK) No 93/SPK/ADA/V/1999 tentang kuasa hukum PT Sass.

Dalam pelaksanaannya, ternyata ada kelebihan dana dan terdakwa Bambang Mintoko menyarankan kepada Sri Hartati, agar kelebihan itu ditransfer kepadanya melalui rekening PT Pabelan perwakilan Jakarta di Bank Exim.

Atas saran itu, pada 17 Mei 1999 Sri Hartati mentransfernya ke rekening PT Pabelan sebesar Rp1,011 miliar. Pada 21 Mei 1999 ditransfer sebesar Rp4,2 miliar.

Dana kelebihan itu kemudian dibagikan terdakwa Bambang bersama Clara kepada 48 parpol. Namun, dalam realisasinya kedua terdakwa hanya membagi dana itu kepada 35 parpol. (Sur/J-2)

Sumber: Media Indonesia, 2 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan