Dua Fraksi DPR Tolak Pembubaran KPK

Jika Komisi Pemberantasan Korupsi dibubarkan, ini tsunami bagi pemberantasan korupsi.

Sejumlah lembaga antikorupsi kemarin mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta dukungan atas pembatalan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Koordinator Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana kemarin menemui Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Rencananya, kami mau ke Komisi Hukum, tapi terganjal masalah administrasi. Makanya kami lintas fraksi, ujarnya kepada Tempo di DPR kemarin. Denny, yang diterima Nursyahbani Katjasungkana dan Wakil Ketua Fraksi PKB Helmy Faisal, mengaku mendapat dukungan penuh PKB. Mereka juga akan berkampanye melalui media massa demi menyelamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Sejumlah tokoh memperingatkan adanya serangan balik para koruptor terhadap KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Serangan balik itu berupa pengajuan hak koreksi terhadap Undang-Undang KPK oleh Mulyana W. Kusumah (terpidana penyuapan auditor Badan Pemeriksa Keuangan) dan Tarcisius Walla (terpidana korupsi pembangunan pelabuhan di Tual, Maluku) ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut Nursyahbani, masyarakat harus diberi penjelasan mengenai penolakan DPR terhadap uji materi itu. Kewenangan KPK dan (Pengadilan) Tipikor bisa dipotong, ujar Nursyahbani. Fraksi PKB akan memberikan pendapat dan masukan dalam rapat Komisi III dengan Mahkamah Konstitusi.

Fraksi PKS juga akan menyampaikan dukungannya melalui media massa. Kami juga akan menyuarakannya ke publik, kata Wakil Ketua Fraksi PKS Zuber Safawi.

Denny mengakui uji materi diajukan Mulyana dan kawan-kawan karena beberapa hal dalam Undang-Undang KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dianggap bertentangan Undang-Undang Dasar 1945. Penanganan perkara korupsi di Pengadilan Korupsi dianggap diskriminatif. Padahal penanganan perkara di Pengadilan Korupsi diakui lebih cepat dan tak mengenal penghentian perkara. Pada pengadilan negeri biasa, terdakwa bisa dibebaskan dan penanganan perkara lebih lambat.

Jika uji materi itu dilakukan, kata Denny, kewenangan KPK dan Pengadilan Korupsi mungkin akan hilang. Konsekuensinya, KPK bisa mencegah korupsi, tapi tak bisa menghukum koruptor. Jika Mahkamah Konstitusi membubarkan (Pengadilan) Korupsi atau KPK, ini tsunami buat pemberantasan korupsi, ujar Denny.

Ia mengaku puas dengan dukungan yang diberikan PKB dan PKS. Kedua fraksi mendukung, tinggal implementasinya kita tunggu, katanya. AGUSLIA HIDAYAH
----------
Dukungan kepada KPK Mengalir

Mulyana menganggap Forum Experts kena sindrom selebritas.

Gerakan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Forum Experts Meeting dalam melawan serangan balik koruptor sangat melegakan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengaku selama ini lembaganya merasa sendirian menghadapi serangan para koruptor.

Saya terharu, kata Ruki dengan mata berkaca-kaca dalam keterangan pers setelah menerima rombongan Forum Experts Meeting dan lembaga antikorupsi lain di kantornya, Jakarta, kemarin. Sudah dimusuhi koruptor, (kami selama ini merasa) sendirian. Ruki didampingi dua aktivis Forum Experts, yakni bekas Menteri Pertahanan Mahfud Md. dan Direktur Indonesia Court Monitoring Denny Indrayana.

Menurut Ruki, serangan balik koruptor sudah sangat serius. Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, sudah tujuh kali dilakukan uji materi. Segala macam dalil sudah dicoba, bahkan ada pasal yang berkali-kali diuji. Ia melihat serangan itu terencana dengan baik, by design.

Ia meminta pemerintah dan parlemen membantu mempertahankan undang-undang yang menjadi landasan pendirian KPK itu. Pemerintah dan badan legislatif sangat berkepentingan karena undang-undang adalah produk politik kedua lembaga itu. Lima pemimpin KPK, menurut Ruki, hanya mengawaki lembaga itu. Saya imbau pemerintah dan DPR, please (bantu kami), ujarnya.

Tokoh Forum Experts lainnya yang datang adalah dosen Universitas Andalas, Saldi Isra, dan aktivis Indonesia Corruption Watch, Emerson Junto. Mereka menyatakan mendukung KPK agar tak bernasib seperti Komisi Yudisial, yang kewenangannya dipangkas oleh Mahkamah Konstitusi. Forum Experts sebelumnya meminta dukungan politik dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejumlah tokoh nasional memperingatkan serangan balik dari para koruptor terhadap gerakan antikorupsi, termasuk menyerang KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Rabu lalu, mereka menggelar diskusi publik Melawan Serangan Balik Para Koruptor di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Acara itu berkaitan dengan diskusi Forum Expert di Yogyakarta pada 12-13 Oktober lalu oleh 11 tokoh yang prihatin dengan uji materi Undang-Undang KPK yang diajukan oleh terpidana korupsi Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W. Kusumah dan Nazaruddin Sjamsuddin. Jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan itu, dipastikan gerakan antikorupsi mati. Terpidana perkara korupsi pelabuhan di Tual, Maluku, Tarcisius Walla, juga menggugat beberapa aturan, seperti keberadaan KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi serta kewenangan KPK menyadap dan merekam pembicaraan telepon tersangka.

Denny mengkritik Mahkamah Konstitusi yang tak pernah mengundang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam sidang uji materi. Ia berharap publik menyoroti Mahkamah Konstitusi, yang akan memutus permohonan Mulyana itu pada 30 November nanti. Jangan sampai kita tak punya KPK dan Pengadilan Tipikor, ujarnya.

Mulyana menganggap tudingan Forum Experts mengada-ada. Melakukan deklarasi antikorupsi itu tak jadi masalah, tapi para akademisi itu seyogianya tak terjangkit sindrom selebritas, ujarnya kepada Tempo. Ia mengaku tak mungkin menyerang gerakan antikorupsi. Sebagai orang terpenjara, saya tak berdaya dan tak memiliki resources untuk itu.

Menurut penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi tersebut, itu sama saja membiarkan korupsi merajalela. KPK dibentuk karena polisi dan jaksa kewalahan menangani korupsi. TITO SIANIPAR | RINI KUSTIANI | IMRON ROSYID

Sumber: koran Tempo, 17 November 2006
------------
Sementara...

MK Jangan Ulangi Kesalahan
Bisa Terjadi Tsunami Pemberantasan Korupsi

Mahkamah Konstitusi diingatkan tidak mengulangi kesalahan seperti kesalahan yang dibuat saat memutuskan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, UU Komisi Pemberantasan Korupsi, dan UU Komisi Yudisial.

Banyak kalangan khawatir dengan paradigma hakim konstitusi yang cenderung tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi dan mafia peradilan. Hal ini diungkapkan sejumlah aktivis antikorupsi seusai bertemu pimpinan KPK di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (16/11).

Kalangan aktivis ini menyampaikan pendapat hukum yang dibuat pada pertemuan forum ahli mengenai permohonan pengujian UU No 30/2002 yang diajukan anggota Komisi Pemilihan Umum ke MK. Kalangan aktivis antikorupsi juga mempersoalkan ketidakhadiran Ketua MK Jimly Asshiddiqie dalam persidangan yang menguji UU Pemberantasan Korupsi dan UU KPK.

Pendapat hukum ahli ini dibuat dalam forum yang digelar di Yogyakarta, 12-13 Oktober 2006. Anggota Forum Pertemuan Ahli adalah Bambang Widjojanto, Bivitri Susanti, Denny Indrayana, Eddy OS Hiariej, Lukman Hakim Saifuddin, Marwan Mas, Mohammad Mahfud MD, Rudy Satrio, Saldi Isra, Tumpak Hatorangan Panggabean, Zainal Arifin Mochtar.

Denny mengatakan, pendapat hukum para ahli tentang hak uji UU KPK adalah peringatan dini bagi MK. Hai MK, kalau Anda salah memutus, seperti putusan dalam perkara UU KY, maka akan terjadi tsunami pemberantasan korupsi. Akan banyak korban yang berjatuhan, yakni rakyat, ujar Denny.

Mahfud, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa, mengatakan, yang terpenting adalah perspektif apa yang dipilih hakim konstitusi. MK kembali ke UUD 1945, jangan hanya pada pilihan sepihak UU dan teori sepihak tergantung suka-suka dia. Kami datang karena kami mengalami kegelisahan, kata Mahfud.

Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki gembira dengan dukungan dari banyak kalangan, termasuk forum ahli sehingga ia sebagai pimpinan KPK tidak merasa sendirian memberantas korupsi.

Seusai menemui KPK, elemen masyarakat yang tergabung dalam Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada mendatangi DPR dan meminta DPR mengantisipasi kemungkinan terburuk putusan MK atas permohonan uji materi UU KPK. Mereka bertemu dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Amanat Nasional DPR secara terpisah.

Sementara itu, anggota KPU Mulyana W Kusumah menolak tudingan jika dirinya melakukan serangan balik. Posisinya saat ini di penjara, tidak memiliki sumber daya, dan malah sedang dibidik dalam kedudukan yang sama dengan perkaranya terdahulu sebagai Ketua Panitia Pengadaan Kotak Suara.

Mulyana tidak mempermasalahkan Deklarasi Antikorupsi. Hanya saja akademisi diingatkan untuk mengkaji secara akademis efektivitas institusi pemberantasan korupsi dan tidak terjangkit sindroma selebritis. (vin/dik)

Sumber: kompas, 17 November 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan