Dua Belas Lembaga Publik Siap Jalankan UU KIP

Baru sebelas lembaga publik yang siap melaksanakan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Lembaga-lembaga itu sudah mempunyai rancangan peraturan internal untuk melaksanakan undang-undang tersebut. Yakni, punya pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) serta sudah melakukan klasifikasi informasi.

Sebelas lembaga itu adalah Polri, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Sekjen DPR.

Menurut Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat A. Alamsyah Saragih, lembaga yang siap melaksanakan UU KIP itu masih sedikit karena alasan klise, yakni anggaran.

''UU KIP disahkan pada 2008. Menkominfo lalu menyosialisasikannya ke kementerian dan badan publik negara. Pada 2009 mengusulkan rencana anggaran, 2010 baru direalisasikan. Secara natural memang wajar. Walaupun, sebenarnya memilah informasi dan membuat SK PPID bisa tanpa anggaran,'' tuturnya.

''Sebenarnya, sebelas lembaga yang kami kategorikan siap itu juga belum ada yang final dalam memilah informasinya. Tapi, setidaknya sudah dimulai. Ketimbang yang belum sama sekali,'' ujarnya.

Alamsyah menargetkan, dalam dua bulan ke depan, KIP harus bisa menuntaskan sejumlah agenda penting. Mulai memformulasikan prosedur penyelesaian sengketa sampai meneken MoU dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA).

Target tersebut dicanangkan menyusul pemberlakuan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mulai 1 Mei lalu. Dengan UU itu, diharapkan tak ada alasan lagi bagi badan-badan publik untuk menutupi informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. ''Bagi yang gemar mengatakan ini rahasia negara, padahal seharusnya bisa dibuka, sekarang tidak bisa lagi,'' tegas Alamsyah kemarin.

Nah, Komisi Informasi Publik (KIP) diharapkan menjadi ujung tombak dalam upaya penegakan informasi yang diperlukan publik. Tugas KIP, kata dia, adalah menyelesaikan sengketa informasi, baik melalui proses mediasi maupun ajudikasi nonlitigasi serta sengketa di luar pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan.

Setiap kasus yang masuk di KIP harus diselesaikan paling lama 100 hari. Bila ada pihak yang tidak puas, mereka bisa mengajukan keberatan ke pengadilan. Bagi badan publik negara, keberatan diajukan ke PTUN (pengadilan tata usaha negara), sedangkan badan nonnegara ke pengadilan umum. ''Kalau setelah proses ini masih tidak puas, bandingnya langsung ke MA,'' jelasnya.

Bila suatu informasi diputuskan harus dibuka untuk umum, namun ternyata oleh badan publik tetap ditutup sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pemohon informasi, kasus tersebut bisa dilaporkan ke polisi. ''Karena itu, tadi kami meneken MoU dengan Polri. Jangan sampai belum apa-apa merasa akses informasinya tertutup, lalu lapor ke polisi,'' ungkap Alamsyah.

Badan publik yang dimaksud dalam UU KIP adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi serta tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN-APBD. Dalam konteks ini, LSM dan BUMN juga bisa masuk.

Alamsyah menambahkan, KIP juga akan membuat MoU dengan Asosiasi Mediator Indonesia. Menurut dia, KIP akan mengusahakan sekuat tenaga agar kasus yang masuk bisa diselesaikan melalui mediasi. ''Kalau menumpuk semua, bersidang, wah ampun. Butuh berapa kali sidang?'' ujarnya.

Selain harus menghadirkan saksi-saksi ahli, setiap sidang minimal dipimpin tiga anggota KIP. Komisi juga membuka konsultasi bagi badan publik mengenai standar layanan informasi yang selesai disusun 19 April lalu. Standar layanan informasi itu berisi panduan mengenai cara memilah informasi yang harus dibuka dan masuk kategori dikecualikan, sehingga bisa ditutup dari publik. ''Jadi, bukan KIP yang memilah,'' tegasnya.

Dia menyebutkan, dalam tiga bulan mendatang, pihaknya akan menghadap lagi ke presiden untuk melaporkan perkembangan pelaksanaan UU KIP. Komisi Informasi Publik harus dibentuk minimal sampai level provinsi. Sampai sekarang, baru Komisi Informasi Provinsi Jateng yang sudah dilantik. Sementara itu, Jatim baru melangsungkan fit and proper test bagi calon anggota KIP.

Alamsyah menyebutkan, ada enam daerah lain yang tengah berproses. Yakni, Kepri, Kalteng, Lampung, Banten, Jabar, dan Jogjakarta. ''KIP wajib dibentuk di provinsi. Kalau kabupaten/kota, terserah bagi yang mau,'' ungkapnya. (pri/c5/ari)
----------
Ada Informasi yang Tidak Boleh Diberikan kepada Publik
KEMENTRIAN Pertahanan dan Mabes TNI bergerak cepat untuk merespons pemberlakuan UU 40/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal I Wayan Midhio menyatakan sudah mengumpulkan seluruh pejabat eselon III hingga eselon I terkait dengan aplikasi UU itu.

"Kami sudah meminta agar Ketua Komisi Informasi Pusat Alamsyah Siregar memberikan pembekalan langsung. Hasilnya sangat positif," ujar Wayan kepada Jawa Pos kemarin (4/5).

Kementerian Pertahanan juga sudah menyusun standard operating procedure (SOP) bagi pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan agar lebih terbuka kepada masyarakat.

Menurut mantan atase pertahanan KBRI di India itu, ada beberapa informasi yang tidak boleh diberikan kepada masyarakat. "Kami mengacu pada pasal 17 UU itu. Yakni, segala informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara tidak boleh diberikan kepada masyarakat," ucap dia.

Wayan mencontohkan, hal-hal yang tidak boleh diakses warga meliputi data pangkalan tempur, spesifikasi alat tempur, dan kekuatan pasukan TNI. "Misalnya, kami mau membeli Sukhoi. Pembelian itu kami umumkan. Tapi, apa saja kemampuan Sukhoi yang kami beli tidak akan kami jabarkan kepada publik," ungkap mantan komandan Kodim Kalteng itu.

Terkait dengan belanja personel dan pengadaan barang, Kementerian Pertahanan akan lebih selektif. "Termasuk, informasi intelijen dan strategi atau gelar pasukan tak bisa diakses publik," kata jenderal berbintang satu tersebut.

Senada dengan Wayan, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Aslizar Tanjung menjelaskan, TNI dari tingkat markas besar hingga koramil (kecamatan) siap mengaplikasikan UU KIP. "Sudah ada surat keputusan panglima dan telegram rahasia terkait dengan pelaksanaan aturan itu," tutur Aslizar kemarin.

Data-data sensitif yang membahayakan pertahanan negara juga sudah diklasifikasikan. Misalnya, kekuatan sebuah kodam tidak bisa dijabarkan secara detail. "Pasal 17 itu koridor yang kami pegang teguh untuk melaksanakan UU KIP," kata mantan wakil Irjen TNI tersebut.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategi Indonesia Rizal Darmaputera, pasal 17 UU KIP justru menjadi hambatan bagi keterbukaan informasi. "Pasal itu harus diamandemen atau minimal diperjelas lagi," ujar Rizal.

Dia mencontohkan, publik berhak tahu soal anggaran belanja negara yang digunakan untuk membeli persenjataan. "Misalnya beli barang dari Tiongkok. Kalau tidak diumumkan spesifikasinya, bagaimana jika kualitasnya tidak sesuai? Yang rugi pemerintah sendiri," papar dia.

Magister politik UI itu menilai, meskipun otoritas TNI tidak bersedia membeber persenjataannya, publik atau lawan bisa mencarinya di sumber lain. "Misalnya, ada laporan berkala dari International Institute for Strategic Studies di London yang merinci apa saja persenjataan sebuah negara, termasuk Indonesia," ungkap dia.

Rizal mencontohkan, silang sengkarut harga panser VAB yang dibeli dari Prancis beberapa waktu lalu disebabkan gagalnya TNI mengomunikasikan alokasi anggaran. "Pasal 17 itu jangan menghambat masyarakat dalam mengawasi transparansi dan reformasi militer," ucap dia. (rdl/c11/ari)
-----------
Istana Presiden Akan Blak-blakan soal Anggaran
ISTANA Presiden kini mempersiapkan diri untuk menyambut diberlakukannya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Istana akan segera mengklasifikasikan dengan jelas informasi-informasi yang bisa dibuka kepada publik serta yang bersifat rahasia negara.

Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, sebagaimana instansi pemerintah lain, lembaga kepresidenan juga akan lebih terbuka dalam memberikan informasi kepada publik. Namun, informasi yang secara undang-undang memang harus tertutup tetap akan dibatasi.

"Misalnya, menyangkut keamanan presiden atau informasi-informasi terkait kontra-terorisme," kata Julian kemarin (4/5). Dia mengungkapkan, informasi yang berhubungan dengan keamanan nasional memang harus dirahasiakan.

Julian menambahkan, terkait alokasi anggaran Istana Presiden, selama ini hal tersebut juga sudah terbuka. Sebab, semua alokasi dibuka dalam APBN. Saat ini fokus keterbukaan informasi publik masih disosialisasikan. Format yang tepat untuk keterbukaan itu masih harus dijabarkan dalam praktik pelaksanaan undang-undang yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Desember 2008 tersebut.

Presiden berharap, KIP mampu menjembatani kepentingan pemerintah dalam menjaga rahasia negara dan kepentingan masyarakat untuk mengakses informasi publik. "Kita harus yakinkan, rakyat juga tahu. Meski demikian, jangan sampai ada ekses dan penyalahgunaan UU yang mulia ini," kata SBY.

Presiden menambahkan, sosialisasi yang dilakukan KIP diharapkan bisa mencegah terjadinya ekses dan penyalahgunaan UU KIP. "Dalam era keterbukaan, dalam era kebebasan suka ada ekses, fitnah, berita yang tidak jelas dasarnya, manipulasi atas sesuatu yang tidak seperti itu.

Marilah kita jaga bersama sehingga publik mengetahui betul apa yang dilakukan badan publik, tujuannya apa, prosesnya seperti apa, akuntabilitasnya seperti apa," jelas SBY. (sof/c7/kum)

Sumber: Jawa Pos, 5 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan