Drama Suap Mantan Jaksa; Tiga Versi Penangkapan Irawady Joenoes
Siang, Rabu (26/9), belasan petugas KPK mengepung sebuah rumah di Jalan Panglima Polim III Nomor 138 Jakarta Selatan. Tak lama menanti, sebuah mobil masuk ke rumah mewah itu. Seorang pria terlihat membawa tas, lalu masuk ke dalam rumah. Itulah Freddy Santoso, pemilik PT Persada Sembada.
Para petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan beberapa pejabat KPK, ikut turun, menunggu Freddy keluar. Setelah menunggu beberapa lama, Freddy keluar dari rumah itu dan masuk ke dalam mobilnya. Mobil Freddy pun keluar dari garasi rumah itu.
Begitu mobil keluar dari halaman rumah, para petugas KPK pun mengepung. Dua pengawal Freddy yang berasal dari kepolisian mencoba melawan. Namun, akhirnya Freddy berhasil dibekuk KPK dan Freddy pun dibawa masuk kembali ke dalam rumah itu.
Irawady Joenoes, anggota Komisi Yudisial (KY), masih berada di dalam rumah itu. Freddy pun menunjuk tas merah dengan merek Louis Vuitton yang ternyata berisi 6.000 lembar uang pecahan Rp 100.000 dengan total jumlah uang di tas Rp 600 juta. Sementara di saku celana Irawady ditemukan 300 lembar pecahan 100 dollar AS.
Keduanya pun dibawa ke Kantor KPK untuk diperiksa lebih lanjut. Rumah tersebut bukanlah rumah Irawady, melainkan milik kakak iparnya, salah seorang pensiunan jenderal.
Sebelum bertemu dengan Freddy, Irawady sempat bertemu dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji pada pukul 11.00 di Kejaksaan Agung. Selanjutnya, Irawady pun meluncur ke Jalan Panglima Polim. Di kawasan Blok M, Irawady menurunkan ajudannya, lalu ia bersama sopirnya menuju rumah kerabatnya di Jalan Panglima Polim itu.
Siapa itu Freddy Santoso? Freddy adalah pemilik tanah 5.720 meter persegi di Jalan Kramat Raya Nomor 57 yang dibeli oleh KY dengan harga Rp 46,990 miliar. Tanah ini disinyalir sudah diagunkan ke bank.
KPK mulai mencium aroma tak sedap proses pengadaan tanah milik KY ini sejak satu bulan sebelumnya. Tim KPK pun dibentuk dengan personel sekitar 15 orang.
Awalnya hanya memantau tim pengadaan tanah yang dipimpin Prijono, tetapi rupanya fakta menunjukkan perkembangan yang signifikan. Ada keterlibatan seorang anggota KY, yaitu Irawady Joenoes.
Sejak saat itu, setiap pergerakan diawasi, di antaranya pertemuan Prijono dengan Freddy Santoso di toko kue Sindoro yang diduga berujung dengan pemberian sejumlah uang, bahkan pertemuan lain di sebuah hotel.
Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menyatakan, ia telah meminta keterangan Prijono terkait dengan informasi di toko kue Sindoro itu.
Prijono mengakui ada pertemuan itu, tetapi ia mengatakan tidak menerima uang dari Freddy. Tas plastik yang dibawa keluar dari toko Sindoro adalah kue yang dibelikan Freddy, ungkap Busyro.
Sejumlah pertemuan lain pun diawasi KPK, termasuk dengan penarikan uang dalam jumlah sangat besar yang dilakukan Freddy, beberapa hari sebelum penangkapan.
Meski semua gerak-gerik sudah diawasi, bukan berarti tim bisa langsung menangkap Irawady-Freddy.
Pada Senin (24/9), Freddy dan Irawady sempat berencana bertemu di rumah Irawady, Jalan Rangu Raya Nomor 21 Pangkalan Jati, Jakarta Selatan. Namun rencana itu batal, kemudian diubah menjadi hari Rabu.
Versi Irawady
Irawady pun memiliki dalih tersendiri. Kuasa hukum Irawady, Firman Wijaya, menjelaskan keterangan Irawady dalam pemeriksaan.
Dalam berita acara pemeriksaan itu, Irawady mengatakan, keberadaannya di Panglima Polim dalam rangka membuktikan sinyalemen pemberian uang kepada panitia pengadaan tanah. Irawady mengaku mendapat tugas dari Ketua KY untuk menyupervisi Sekretariat Jenderal KY terkait teknis administrasi, anggaran, dan lainnya.
Bahkan, setelah menerima uang tersebut, Irawady mengaku sempat menelepon Mustofa Abdullah, anggota KY lainnya, untuk mencari tahu keberadaan Ketua KY. Ia berencana membawa uang tersebut kepada Busyro.
Mengenai awal perkenalannya dengan Freddy, Irawady mengaku ditelepon Freddy dan diajak bertemu di Hotel Mahakam. Saat itu, Freddy meminta bantuan Irawady untuk mendukung proses jual-beli tanah di Kramat Raya. Freddy berjanji akan memberikan komisi.
Saat komisi akan diberikan, Irawady mengatakan supaya uang itu diberikan melalui kesekjenan atau panitia pengadaan. Namun, Freddy memaksa agar uang itu diberikan melalui Irawady. Freddy juga mengatakan agar Irawady membagikan kepada panitia dan anggota KY.
Versi KY
Akan tetapi, penjelasan Irawady itu dibantah oleh Ketua dan anggota KY lainnya. Mustofa Abdullah mengaku tidak pernah ditelepon oleh Irawady sekitar pukul 12 siang.
Busyro juga tidak pernah menugasi Irawady secara khusus untuk melakukan investigasi tentang pengadaan tanah untuk gedung. Tugas yang diberikan bersifat umum. Surat tugas itu tidak ada kaitannya dengan proses pengadaan tanah, sebab sesuai dengan pleno KY tanggal 28 Agustus 2007, proses pembelian tanah sepenuhnya menjadi tugas kesekjenan. Komisioner tidak diperkenankan terlibat di dalamnya, kata Busyro.
Peristiwa ini memang tragis untuk KY. Sebagai komisi yang bertugas mengawasi hakim, KY justru jatuh pada kasus suap. Ini pelajaran penting bagi pemberantasan korupsi. Untuk membersihkan lantai kotor memang perlu sapu yang bersih, bukan dengan sapu kotor!(Vincentia Hanni S dan Susana Rita Kumalasanti)
Sumber: Kompas, 28 September 2007