dr. Kartono Mohammad:

KartonoParadigma pemerintah terhadap kesehatan cenderung lebih berfokus terhadap usaha kuratif, hal yang bertolakbelakang apabila kita mengkomparasikannya dengan negara lain seperti Belanda yang sangat peduli dengan aspek preventifnya. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana pemerintah menganggarkan 55 persen anggarannya di bidang kesehatan ke pelayanan kuratif. Tentu saja tidak dapat menekan kasus-kasus yang sering kali terjadi seperti kasus kematin ibu, maraknya kasus gizi buruk dan masih banyak lagi kasus lainnya yang tentunya belum dapat teratasi oleh pemerintah. Demikian diungkapkan dr. Kartono Mohammad mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Kartono Mohammad menyampaikan hal itu dalam diskusi topik undang-undang kesehatan,  Jumat, 23 Oktober 2009 di kantor Indonesia Corruption Watch, Jalan Kalibata Timur. Dalam diskusi yang dihadiri oleh wartawan cetak dan elektronik ini juga membahas isu-isu seputar implikasi Undang-Undang Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan bagi rakyat.

Terkait hal itu, Kartono mengatakan bahwa, telah terjadi salah persepsi mengenai pelayanan kesehatan oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dinilai hanya dari aspek kuratif yang cenderung mementingkan aspek ketersediaan secara fisik yang secara politis lebih menguntungkan dan lebih terlihat hasilnya. Lalu menanggapi pertanyaan mengenai keberadaan rumah sakit di daerah yang selama ini terkesan menjadi salah satu pos pemasukan anggaran daerah yang strategis dan kurang memiliki sifat pelayanan terhadap masyarakat, Kartono mengatakan bahwa harus ada sebuah regulasi terpisah yang mengatur keberadaan rumah sakit baik swasta maupun milik pemerintah yang ada di pusat maupun di derah. Fakta mengatakan bahwa selama ini pemerintah merupakan regulator sekaligus pemain dalam pengelolaan rumah sakit. Sehingga menurutnya perlu ada perundang-undangan mengenai rumah sakit ini yang terpisah dengan UU Kesehatan. Rumah sakit itu multisektoral, karena terkait juga dengan ketenagakerjaan, teknologi dan lain sebagainya.

Lalu mengenai anggaran kesehatan yang pemerintah anggarkan sebesar 5 persen dari APBN ditambah lagi daerah yang menambahkan 10 persen dari APBD dan masalah seputar alokasi dan kebocoran yang terjadi, dr Kartono Muhammad menilai tidak ada konsistensi dari daerah. Hal ini menurutnya, dengan mengungkap fakta pada era kepemimpinan Alwi Shihab sebagai Menkokesra, daerah telah menyetujui 15 persen dari anggarannya digunakan untuk kesehatan, tapi pada perjalanannya sekarang, bukan hanya mengalami kekurangan, tetapi juga tidak selalu diprioritaskan dalam anggaran.

Kartono juga mengatakan bahwa terkait dengan kebocoran anggaran dan permainan dibaliknya, maka harus diadakan sebuah reformasi struktural dalam tubuh Depkes yang ia nilai terlalu besar dan tidak efisien, belum lagi paradigma kuratif menyiratkan di dalamnya terdapat kesempatan untuk melakukan korupsi dan penyelewengan. Namun di lain pihak daerah juga diminta inisiatifnya dalam menyukseskan program MDG yang telah ditandatangani oleh presiden di PBB. Bukan hanya semata-mata menyangkut citra bangsa di dunia Internasional, namun lebih dari itu adalah merupakan sebuah  kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya.
Selain itu Kartono juga memberikan beberapa kriteria tolok ukur keberhasilan Menkes yang terpilih baru-baru ini antara lain dapat menurunnya angka  penyakit yang bisa mengakibatkan disability, menurunnya angka kematian yanng tidak perlu, dan menurunnya angka penyakit kejiwaan.

Soal peran aktor-aktor dalam pendistribusian obat di masyarakat yang terkait dengan tingginya harga obat saat ini di masyarakat Kartono juga memiliki pandangan sendiri. Menurutnya kontrol terhadap regulasi mengenai pendirian pabrik obat dan juga kontrol pemerintah terhadap harga obat sangat lemah, akibatnya masyarakat tidak bisa lagi memilih. Ia juga menyayangkan belum mandirinya Indonesia terhadap bahan-bahan pembuat obat yang sebagian besar masih diimpor, sehingga mengakibatkan harga obat jadi mahal. dr Kartono Muhammad juga mengusulkan program kebijakan kesehatan yang bertajuk Healthy at Every Stage of Life. Esensinya adalah menekankan pada proses pelayanan kesehatan yang menyeluruh kepada masyarakat. [Arman Riyansyah-Abid]

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan