DPRD Sumbawa Diduga Bobol APBD Rp 6,4 Miliar
Sejumlah LSM antikorupsi di Lombok dan Sumbawa menemukan dugaan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumbawa yang dilakukan kolektif anggota DPRD Sumbawa. Temuan penyimpangan sebesar Rp 6,4 miliar selama tiga tahun itu sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi NTB, Kamis (27/5) siang.
Aktivis LSM yang tergabung dalam komponen masyarakat antikorupsi mendatangi I Ketut Parwata Kusuma, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTB. Mereka sengaja mendatangi I Ketut karena jabatannya dinilai rentan terhadap permainan kasus korupsi.
Penyimpangan dana APBD Sumbawa terjadi pada 2001, 2002, dan 2003. Pembobolan terjadi di beberapa pos antara lain anggaran kesehatan Rp 3,240 miliar, tunjangan kegiatan Rp 2,255 miliar, anggaran pakaian dinas Rp 128 juta, anggaran purnabakti Rp 600 juta, dan anggaran Dewan Pertimbangan Daerah, dalam belanja Sekretariat Dewan DPRD Sumbawa, sebesar Rp 215 juta. Total kerugian negara Rp 6,438 miliar.
Menurut Mohammad Yamin, dari Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Transparansi Sumbawa, beberapa pos APBD melanggar beberapa aturan. Dalam pos anggaran kesehatan 2003, lembaganya menemukan terjadinya pembukuan ganda tunjangan kesehatan.
Dewan menganggarkan Rp 1,680 miliar. Kenyataannya, Sekretariat Dewan masih menganggarkan lagi dalam bentuk biaya general check up kesehatan untuk anggota DPRD sebesar Rp 600 juta. Itu terjadi tiga tahun berturut-turut pada 2001-2003 sehingga total jumlahnya Rp 2,280 miliar.
Meski telah menggunakan tambahan general check up, anggota DPRD yang berjumlah 40 orang itu masih menganggarkan biaya kesehatan Rp 960 juta selama tiga tahun. Jika ditotal, duit anggaran kesehatan mencapai Rp 3,240 miliar. Ini menyalahi PP Nomor 110 yang mengatakan tunjangan kesehatan diberikan dalam bentuk asuransi. Sementara itu, anggota DPRD Sumbawa menganggarkan tunjangan kesehatan dalam bentuk tunjangan kesehatan dan asuransi. Ini rangkap, kata Yamin.
Contoh lain, menyangkut anggaran purnabakti sebesar Rp 600 juta. Menurut Yamin, anggaran tersebut dimunculkan pada 2001. Mengutip PP Nomor 110 Tahun 2000, uang purnabakti tidak diatur. Jadi anggaran tersebut ilegal dan berbau penyelewengan, katanya.
Kejengkelan aktivis LSM terhadap ulah anggota DPRD Sumbawa ini sebenarnya telah lama. Misalnya soal dugaan penggelembungan dana pembebasan tanah perumahan DPRD di Uma Sima, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, pada 2002. Ketika itu nilai proyek pembebasan tanah Rp 525 juta dengan luas 2 hektare. Ternyata nilai tanahnya hanya Rp 150 juta atau masih ada selisih uang sebesar Rp 372 juta. Selisih ini dibagi-bagikan ke sejumlah pejabat di Pemkab Sumbawa, termasuk sejumlah anggota DPRD Sumbawa.
Polisi sudah telah memeriksa enam anggota DPRD, Sekda Sumbawa Bonyo Thamrin Rayes (kini menjabat Wakil Gubernur NTB) dan Bupati Sumbawa Latief Madjid. Surat pemeriksaan dari Presiden sudah diterima Polda NTB, dua minggu lalu. Kasus itu maju mundur. Kita pesimis ditindak tegas karena ada dugaan terjadi korupsi kolektif antara eksekutif dan legislatif di Sumbawa, kata Yamin. sujatmiko
Sumber: Koran Tempo, 28 Mei 2004