DPRD Siap Diseret ke Pengadilan [17/06/04]

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung menyatakan siap diseret ke pengadilan jika indikasi penyalahgunaan anggaran belanja DPRD, yang termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung, itu terbukti. Alih-alih mengumpulkan bukti otentik, sejumlah anggota legislatif itu mengaku tidak secara khusus menyiapkan diri.

Demikian antara lain diungkapkan dua orang Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Enco Warso dan Ujang Sahrudin, serta anggota Panitia Anggaran (Panggar), Emi Klanawidjaja, Rabu (16/6).

Saya sebagai anggota Panggar tahu betul, setiap komponen pembiayaan, sebelum ditetapkan, diperiksa, apa memang sesuai dengan peraturan. Tidak perlu kami memanggil pengacara karena toh banyak anggota dewan yang sarjana hukum. Ini bukan suatu masalah yang sangat berat, jadi kami tidak perlu lakukan persiapan khusus, kata Emi.

Secara terpisah, Enco yang berasal dari Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) dan Ujang dari F-KBB mengatakan siap diseret ke pengadilan. Itu karena keduanya yakin sudah mengikuti semua peraturan tentang penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik yang dikeluarkan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Indonesia maupun Keputusan DPRD Kota Bandung sendiri.

Emi meminta agar kasus itu tidak disamakan dengan kasus yang menimpa DPRD Kabupaten Garut. DPRD Garut memang telah menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD.

Dalam PP tersebut disebutkan bahwa setinggi-tingginya anggaran belanja DPRD, tidak boleh lebih dari sepuluh persen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara itu, menurut Emi, DPRD Kota Bandung belum pernah melampaui batas itu. Tahun 2004 anggaran hanya mencapai sembilan persen dari PAD.

Ancaman hukuman

Adapun latar belakang pencantuman alokasi dana untuk observasi dan penyuluhan dalam anggaran belanja legislatif, menurut Ujang, hal itu berkaitan dengan fungsi DPRD itu sendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Dalam Pasal 18 UU itu disebutkan, DPRD harus mampu menampung aspirasi masyarakat.

Sementara itu, Dedi Haryadi, Direktur Bandung Institute of Governance Studies (BIGS), mengatakan, tugas DPRD hanya terkait dengan legislasi, penganggaran, dan kontrol. Bukan fungsi DPRD untuk memberi penyuluhan. Itu sudah menyalahi tugas dan fungsi legislatif, katanya.

Dedi menilai, dengan adanya dana tersebut, sebetulnya ada sejumlah dana yang tumpang tindih, belum lagi adanya dana operasional. Untuk apa lagi ada dana operasional jika anggota DPRD telah menerima sekian banyak tunjangan, seperti tunjangan kesejahteraan, keluarga dan beras, perbaikan penghasilan, pakaian dinas, serta perjalanan dinas dan pindah. Bukannya itu sama saja dengan dana operasional? kata Dedi.

Sementara itu, Ketua Forum Diskusi Hukum Bandung Dindin S Maolani menjelaskan, apabila nanti DPRD Kota Bandung terbukti menyalahgunakan wewenangnya dan merugikan negara dan masyarakat, mereka dapat dikenai Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal itu, antara lain, disebutkan, setiap orang yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau kelompok dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, dapat dijatuhi sanksi penjara seumur hidup.

Lebih berat lagi, dalam Pasal 2 Ayat (2) dikatakan bahwa dalam situasi khusus, tindak korupsi dapat dijatuhi hukuman mati, kata Agustinus Pohan, dosen Hukum Pidana Universitas Parahyangan Bandung. (K12)

Sumber: Kompas Edisi Jawa Barat, 17 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan