DPRD Jakarta Akan Lapor ke KPK

Gubernur akan menaikkan tarif busway.

Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta akan melaporkan dugaan kebocoran operasional busway koridor I, II, dan III ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, terjadi perbedaan yang mencolok antara pengeluaran dan pendapatan. Kami laporkan ke KPK terjadinya begini, terserah KPK mau nangkap atau nggak, kata Ketua Komisi D Sayogo Hendrosubroto kemarin.

Sayogo menjelaskan, dana operasional busway pada 2006 Rp 230 miliar. Namun, sampai Agustus penerimaan yang diperoleh baru Rp 84.199.793.000. Sayogo menduga ada kebocoran dana operasional busway. Kebocoran itu bisa terjadi di pengeluaran, bisa di penerimaan, ujarnya. Ia mengaku telah bertanya kepada Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta mengenai kebocoran tersebut. Namun, pihak Transjakarta tidak memberikan penjelasan.

Awalnya, kata Sayogo, DPRD menyetujui anggaran dana operasional itu karena dijanjikan akan ada penerimaan Rp 205 miliar. (Disetujui) karena recovery-nya 97 persen, katanya. Namun, berdasarkan surat BLU Transjakarta kepada Komisi D pada 18 September, perkiraan pendapatan yang dapat direalisasi sampai akhir tahun hanyalah Rp 128.481.771.029. Dari laporan yang disampaikan BLU itu diketahui realisasi pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Sampai Agustus, realisasi anggaran baru mencapai Rp 100.501.574.580.

Sayogo khawatir kejadian serupa berulang pada operasional koridor III-VII. Jangan-jangan ruginya Rp 300 miliar, ujarnya. Karena itu, DPRD berencana memotong dana operasional busway koridor I-III Rp 80-100 miliar dari Rp 230 miliar yang dianggarkan.

Menanggapi rencana pemotongan dana operasional busway itu, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso berencana menaikkan tarif tiket busway. Kalau subsidi ditarik Dewan, ya ada kemungkinan seperti itu, katanya. Sebab, menurut dia, subsidi diambilkan dari dana operasional. Maka, bila dana operasional dipotong, dana subsidi juga berkurang. Selama ini pemerintah memberikan subsidi Rp 150 per orang. Namun, Sutiyoso belum tahu berapa kemungkinan kenaikan tarifnya karena masih dalam perhitungan.

Sayogo mengemukakan ada tiga alasan yang mendasari kebijakan pengurangan dana operasional itu. Pertama, karena sedikitnya penerimaan penjualan tiket. Penerimaan tahun ini Rp 100 miliar, padahal targetnya lebih dari Rp 200 miliar, ujarnya, Senin lalu. Kedua, karena jumlah bus yang beroperasi tidak sesuai dengan target. Di koridor I ada 91 unit bus, sedangkan koridor II dan III ada 68 unit bus. Semestinya, di koridor II dan III ada 204 unit bus yang melayani penumpang.

Selain itu, dinas perhubungan dinilai tidak transparan dalam menentukan biaya operasional yang harus dibayar oleh pemerintah kepada pengelola busway. Saya menyesal kenapa dinas perhubungan belum melaporkan berapa tarif per kilometer dan komponen apa saja yang menjadi dasar perhitungan tarif itu, ujar Sayogo.

Menurut dia, kebijakan mengurangi dana tersebut akan kembali dibahas tim perumus. Keseluruhan pembahasan anggaran belanja tambahan, termasuk kepastian pengurangan dana operasional busway, akan selesai pada 3 Oktober mendatang.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nurachman mengemukakan, jika DPRD berencana mengurangi dana operasional busway, pemerintah DKI Jakarta tidak akan bisa membayar operator busway. Kami serahkan ke DPRD. Tapi, jika dikurangi, kami nggak bisa bayar operator, ujar Nurachman, Senin lalu. INDRIANI DYAH S

Sumber: Koran Tempo, 27 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan