DPRD DKI Jadikan Audit BPK sebagai Acuan Penyerapan APBD

Untuk menghindari terjadinya persekongkolan eksekutif dan legislatif dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur tentang penyerapan anggaran tahun sebelumnya, mulai tahun depan DPRD DKI akan menjadikan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai acuan.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua DPRD DKI Maringan Pangaribuan kepada Media, kemarin. ''Tahun 2006, acuan DPRD DKI dalam mengevaluasi penyerapan APBD tahun 2005, tidak lagi berdasarkan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur, melainkan hasil audit BPK,'' ujar Maringan, di sela-sela pembahasan penyerapan APBD DKI tahun 2004, di Wisma Jaya Raya, Bogor, kemarin.

Menurutnya, kebijakan baru itu berdasarkan UU No 15/2004 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BPK dan UU No 17/2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Pemerintah Provinsi DKI). UU 15/2004 mengatur semua lapisan masyarakat dapat mengakses secara transparan hasil audit BPK.

''Kalau selama ini hasil audit BPK dianggap rahasia negara, maka mulai tahun 2006 hasil audit penyerapan anggaran tahun 2005 diumumkan. Semua transparan dan masyarakat bisa mengakses kapan saja. Ini sebagai kontrol rakyat terhadap pemerintah dalam penyerapan APBD DKI,'' kata anggota Fraksi PDIP itu.

Bila Dewan menemukan kasus penyimpangan anggaran sesuai hasil audit BPK, lanjutnya, Dewan akan langsung merekomendasi perkara itu kepada lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi DKI, atau Polda Metro Jaya.

Selama ini, kata Maringan, DPRD DKI tidak bisa menolak LKPJ Gubernur DKI, apalagi melengserkan yang bersangkutan walaupun kinerja pemprov maupun penyerapan anggaran dalam tahun sebelumnya kurang baik. Namun, tandasnya, dengan UU No 15/2004 bila terjadi penyimpangan (korupsi), Dewan tinggal merekomendasi ke instansi penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus pidananya.

''Bila gubernur atau pejabat pemprov lainnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi, secara otomatis dia lengser, karena diganjar hukuman penjara sesuai perbuatannya.''

Diakui Maringan, selama ini pihaknya sering kali 'dikadali' eksekutif setiap pembahasan penyerapan anggaran. Hal ini bisa terjadi karena kualitas sumber daya manusia Dewan dalam mengevaluasi anggaran masih kurang. Akibatnya, mereka cenderung menerima laporan pertanggungjawaban eksekutif.

Selain itu, ada juga kecurigaan terjadinya negosiasi antara eksekutif dan oknum anggota legislatif agar LKPJ yang disampaikan gubernur diterima dengan sejumlah imbalan.

''Tapi sekarang, dengan menjadikan hasil audit BPK sebagai acuan, DPRD DKI akan lebih mudah mencermati dan mengevaluasi penyerapan APBD, sehingga eksekutif tidak bisa lagi mempermainkan legislatif. (Ssr/J-4)

Sumber: Media Indonesia, 8 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan