DPR Tidak Perlu Lakukan Fit and Proper Test Calon Pimpinan KPK

imam prasojo

Delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah diserahkan Presiden kepada Komisi III DPR RI hingga kini masih tertahan nasibnya.

Mereka masih harus melewati berbagai tahapan seleksi lanjutan dan menjalani fit and proper test oleh DPR. Proses panjang ini dinilai berbelit-belit, karena calon yang diajukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) telah mengerucut ke empat nama dengan peringkat teratas.

"Tidak perlu fit and proper test di DPR. Proses panjang seleksi telah dilakukan di Pansel," tukas salah satu anggota Pansel Imam B Prasojo dalam konferensi pers di Galeri Kafe Taman Ismail Marzuki, Kamis (9/11/2011).

Imam menambahkan, jika ingin berpartisipasi DPR dapat mengirimkan perwakilannya sebagai anggota tim Pansel sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah dengan mengirimkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dalam kepanitiaan. Hanya saja, Imam menegaskan jumlah perwakilan dari unsur "titipan" ini tidak boleh telalu banyak. "Cukup satu dari pemerintah dan satu dari DPR," ujarnya.

Selain itu, proses seleksi lanjutan di DPR dinilai rawan politisasi dan didasarkan semata-mata atas pertimbangan kepentingan politik. Imam mengingatkan, DPR tidak boleh serta merta memilih pimpinan KPK tanpa mempertimbangkan rekomendasi Pansel karena dapat menimbulkan protes dari publik. "Metode yang dilakukan Pansel sangat akademis dan bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai diacak-acak tanpa pertimbangan yang jelas," tegas Imam.

Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat Didi Irawadi menyatakan dukungannya kepada hasil seleksi Pansel. Menurut Didi, Partai Demokrat sejak awal mendukung hasil rekomendasi Pansel. Didi menegaskan, dukungan Demokrat terhadap hasil Pansel mencapai 70-80 persen. "Kami menganggap 8 rangking ini yang terbaik sejauh tidak ada hal-hal yang di kemudian hari mengubah pandangan kami," kata Didi.

Sementara itu, Peneliti Divisi Investigas ICW Tama Satrya Langkun mengkritisi kurangnya akuntabilitas proses seleksi lanjutan di DPR. Menurut Tama, proses di DPR tidak akuntabel, karena kurangnya sosialisasi hasil dari setiap tahapan seleksi. Tama juga meminta DPR menjelaskan secara lebih rinci mengenai pertanggung jawaban metodologi fit and proper test yang dilakukan DPR.

Peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok menambahkan, DPR seharusnya menjelaskan secara detail kriteria yang digunakan untuk memilih sosok pimpinan KPK. "Selama ini tidak ada perdebatan sunbstansial, hanya soal angka delapan atau sepuluh calon pimpinan KPK," pungkasnya. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan