DPR Tetap Minta Tambah Gaji Rp 15 Juta per Bulan

Kendati dikritik, Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat tetap melanjutkan rencananya untuk memperbesar pendapatan anggota Dewan. Mereka tetap mengajukan ke Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan soal perlunya uang tunjangan operasional anggota Dewan. Di tengah kesulitan ekonomi masyarakat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, para wakil rakyat itu mengajukan tambahan pendapatan Rp 15 juta per orang per bulan.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Safrin Romas saat ditemui pers di Gedung MPR/DPR, Selasa (8/3), membenarkan adanya rencana tersebut. Dia malah berkeyakinan hal ini sudah bisa disetujui menjadi Anggaran Belanja Tambahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005. Dengan demikian, bulan Juni ini, setiap anggota DPR sudah bisa mendapat tunjangan operasional Rp 15 juta per bulan, ucapnya.

Anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa ini juga menegaskan bahwa pengajuan anggaran ini tidaklah mengada-ada, tapi benar-benar dibutuhkan. Anggaran ini bukan untuk tambahan gaji, tapi untuk tambahan operasional. Banyak anggota DPR ini mengeluh. Gubernur, bupati itu kan, ada dana taktis bahkan nilainya sampai miliaran rupiah. Sedangkan anggota DPR tidak ada sama sekali, padahal dia harus banyak bertemu konstituan, ujarnya.

Safrin malah meminta pers untuk mempersoalkan anggaran sosialisasi undang-undang dasar Badan Pekerja MPR yang menurut dia jelas-jelas pemborosan. Katanya, dulu menolak Volvo, sekarang mau menggunakan dana sosialisasi miliaran rupiah? Rapatnya juga kemarin di Hotel Hilton, sekarang di Hotel Sahid.

Sosialisasi Undang-Undang Dasar itu kan sudah dilakukan dulu. Sekarang tanpa sosialisasi pun rakyat sudah bisa paham karena tinggal baca buku, ujarnya tegas.

Seperti diwartakan sebelumnya, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras adanya rencana ini. Direktur Eksekutif PSHK Bivitri Susanti menilai rencana ini menunjukkan DPR tidak memiliki kepekaan terhadap krisis. ICW khawatir dana tersebut tidak akan efektif karena sulit dipantau penggunaannya.

Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Djoko Susilo berpandangan bahwa uang yang diterima DPR sekitar 20 juta lebih itu, pada praktiknya tidak mencukupi. Dikarenakan, anggota DPR masih harus membiayai berbagai keperluan partai, fraksi, maupun anggota.

Take home pay yang saya terima setiap bulan paling tersisa Rp 10 juta karena untuk fraksi saja Rp 5 juta. Tadi pagi saja, saya sudah dimintai konstituan untuk membiayai kontrak kantor DPD Surabaya Rp 85 juta. Belum lagi membiayai muscam, muscab, musda, iku duit kabeh, itu uang semua, ucapnya.

Reaksi Ketua MPR
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, yang ditemui terpisah, terlihat terkejut mendengar adanya kritikan DPR soal Badan Pekerja MPR. Dia juga meminta kepada DPR untuk menghormati lembaga lain. Kami tidak pernah mempermasalahkan rekan-rekan DPR mau bikin apa. Itu urusan mereka. Jadi, saling menghormatilah, ujarnya.

Hidayat juga menegaskan bahwa sosialisasi UUD 1945 yang akan dilakukan Badan Pekerja MPR merupakan tugas yang diamanatkan undang-undang. Secara realitas keperluan, UUD itu kan konstitusi tertinggi, jadi sudah keharusan seluruh masyarakat juga untuk mengerti. Pada periode lalu, memang sudah dilakukan, tapi karena masih proses amandemen, publik masih diwarnai hiruk-pikuk, katanya lagi.

Kendati demikian, Hidayat mengakui bahwa dana yang akan dikeluarkan untuk so- sialisasi tersebut jumlahnya cukup besar. Namun, dia ti- dak menyebutkan angkanya dengan alasan masih dalam pembahas.

Mengenai rapat-rapat yang dilakukan di hotel, Hidayat juga mengakuinya. Namun, dia menegaskan tidak dilakukan dengan bermewah-mewah. (sut)

Sumber: Kompas, 9 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan