DPR Temukan Pelanggaran dalam Pengadaan Rudal TNI

Dewan Perwakilan Rakyat menemukan adanya pelanggaran dalam pengadaan peluru kendali Yakhont dan suku cadang Sukhoi dari Rusia yang dilakukan pihak Departemen Pertahanan dan TNI untuk tahun anggaran 2005.

Pengadaan barang dan jasa senilai Rp 540 miliar itu dilakukan dengan melanggar berbagai ketentuan. Pelaksanaannya diserahkan kepada unit-unit organisasi, dalam hal ini TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU), bukan dilaksanakan Departemen Pertahanan (Dephan) sebagaimana diatur dalam undang-undang maupun Surat Keputusan (SK) Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Militer dengan Fasilitas Kredit Ekspor di lingkungan Dephan dan TNI.

Pelanggaran prosedur yang ditemukan Komisi I DPR itu telah disampaikan, sebagai masukan, kepada pimpinan DPR.

Menanggapi hal itu, Ketua DPR Agung Laksono menyatakan sudah mengingatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan melalui surat tertanggal 9 November 2005.

Pelaksanaan barang/jasa militer harus dilaksanakan oleh departemen dan bukan satuan unit organisasi TNI. Di samping itu, pengadaan barang/jasa itu tidak sesuai dengan Satuan-3 APBN Perubahan Departemen Pertahanan Tahun Anggaran 2005 sebesar Rp 1.473.597.975.000 yang telah dibahas dan disahkan pada Rapat Panitia Anggaran Komisi I DPR dengan Dirjen Rensishan (Rencana Sistem Pertahanan) Dephan tanggal 24 Agustus 2005, demikian antara lain tertulis dalam surat Agung.

Ini kejelian DPR dan bagian dari tugas pengawasan DPR, kata Agung, Kamis (17/11). Dia mengharapkan pemerintah segera meresponsnya.

Apabila pemerintah tidak mengindahkan hal itu, berarti pemerintah melanggar undang-undang maupun surat keputusan menteri pertahanan yang telah dibuatnya sendiri.

Anggota Panitia Anggaran dari Komisi I DPR, Djoko Susilo, yang dihubungi terpisah membenarkan adanya pelanggaran tersebut. Dia menunjuk tiga Surat Keputusan Otorisasi Menteri (SKOM) Pertahanan untuk pengadaan rudal dan suku cadang yang ditujukan kepada masing-masing unit organisasi. Ketiga SKOM itu ditandatangani Direktur Jenderal (Dirjen) Perencanaan Pertahanan Dephan Laksamana Muda Yuwendi.

SKOM No 118/X/2005 memberi wewenang kepada Kepala Staf TNI AU untuk pengadaan suku cadang Sukhoi senilai Rp 80,299 miliar; SKOM No 122/X/2005 memberi wewenang kepada Kepala Staf TNI AL untuk pengadaan rudal Yakhont senilai Rp 372,2 miliar; sedangkan SKOM No 123/X/2005 memberi wewenang kepada Kepala Staf TNI AU, juga untuk pengadaan suku cadang Sukhoi senilai Rp 87,59 miliar.

Dirjen Rensishan jelas telah insubordinasi terhadap menterinya sendiri dan DPR ujar Djoko Susilo.

Seharusnya, menurut ketentuan dan kesepakatan DPR dan pemerintah, pengadaan barang dan jasa dalam jumlah besar dan strategis dilaksanakan langsung oleh Dephan. Hal ini untuk memudahkan kontrol dan menghindari adanya kongkalikong antara user dan supplier seperti di masa lalu.

Menhan akan kaji dulu
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengaku masih akan meminta Sekretaris Jenderal serta Dirjen Perencanaan dan Pertahanan Dephan untuk mengkaji dan mempelajari ketiga SKOM (Pertahanan) tanggal 14 Oktober 2005 itu.

Juwono mengakui telah menerima surat dari Komisi I DPR yang mempertanyakan ketiga SKOM di atas. Nanti coba saya cek lebih dulu dan minta Sekjen dan Dirjen Perencanaan dan Pertahanan mengkaji ketiga SKOM itu. Seingat saya, ketiganya adalah sisa kebijakan dan kesepakatan pemerintah sebelumnya yang sudah disetujui DPR periode lalu, ujarnya.

Namun, Juwono memastikan, pihaknya akan menunda dulu pelaksanaan ketiga SKOM sampai ada kepastian. Dephan juga akan mencoba menjelaskan persoalan itu dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I pada 1 Desember mendatang.

Namun, jika memang ketiga SKOM itu merupakan hasil kebijakan pemerintah dan DPR lalu, yang harus tetap dijalankan sekarang, Juwono melihat, seharusnya tidak ada aturan yang dilanggar dalam persoalan ini.

Menurut Juwono, Surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor KEP/01/M/I/2005 yang mengatur kebijakan satu pintu proses pengadaan barang dan jasa baru diberlakukan efektif per 1 Mei 2005. (DWA/SUT)

Sumber: Kompas, 18 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan