DPR Tak Akan Bahas Anggaran Kejagung
Komisi III DPR memastikan tidak akan membahas terlebih dulu pengajuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005 untuk Kejaksaan Agung.
Sikap itu diambil karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menanggapi surat DPR yang meminta Presiden selaku kepala pemerintahan untuk menegur Jaksa Agung dan meminta Jaksa Agung mengambil tindakan terhadap anggotanya yang melakukan tindakan di luar batas kesopanan.
Surat tersebut dikirimkan sebagai ekses kericuhan dalam rapat kerja gabungan Komisi II dan Komisi III dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh pada pertengahan Februari lalu. Saat itu Komisi III DPR sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan tugas konstitusi dengan Jaksa Agung di bidang pengawasan dan anggaran sepanjang masalahnya belum diselesaikan.
Sebagaimana disampaikan secara terpisah oleh anggota Komisi III, Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur II), dan Trimedya Panjaitan (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sumatera Utara II) di Jakarta, Rabu (23/3) siang, kepastian untuk tidak membahas pengajuan perubahan anggaran Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut ditegaskan dalam rapat internal Komisi III DPR pada hari Selasa.
Menurut Trimedya, seusai kericuhan tersebut, Ketua Komisi III Teras Narang memang bersalaman dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sebagai pribadi, namun belum menyelesaikan persoalan institusional. Benny juga sependapat bahwa tidak ditanggapinya surat DPR itu kontradiktif dengan janji Yudhoyono untuk memprioritaskan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi karena justru Kejaksaan Agung yang menjadi garda terdepan. Tidak dibahasnya perubahan anggaran itu bisa saja mengganggu program kerja Kejaksaan Agung. Sangat krusial, hal ini bisa melumpuhkan tugas kejaksaan, kata Benny.
Secara terpisah, anggota Panitia Anggaran Komisi III DPR, Agun Gunandjar Sudarsa (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat IX), menegaskan, tidak dibahasnya perubahan APBN untuk Kejagung tidak akan mengganggu fungsi penegakan hukum yang dijalankan oleh Kejagung. Pasalnya, anggaran tahun 2005 bagi Kejagung sudah disetujui dan tersedia sehingga Kejagung dapat menjalankan tugas dan fungsinya menggunakan dana tersebut.
Mereka (Kejagung) sudah bisa jalan dengan APBN. Yang kita bicarakan nanti adalah mekanisme lanjutan, misalnya kendala yang dihadapi dan apakah APBN 2005 yang telah disetujui mencukupi. Bukan berarti kita mengunci Kejagung, tandas Agun.
Menurut dia, sebetulnya hal tersebut bukan merupakan persoalan anggaran, namun lebih kepada hubungan kemitraan serta check and balances antara legislatif dan eksekutif. Karena itu, untuk segera memulihkan hubungan antara Komisi III dan Kejagung, maka-sebagaimana diputuskan oleh Badan Musyawarah-pimpinan DPR akan kembali mengirimkan surat kepada Presiden Yudhoyono mengenai persoalan tersebut.
Seperti biasa
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Soehandojo, Rabu sore, mengaku belum dapat berkomentar untuk menanggapi sikap Komisi III DPR yang menolak membahas perubahan APBN dari Kejagung.
Menurut Soehandojo, saat ini anggaran Kejagung untuk tahun 2005 sudah disetujui. Anggaran sebesar Rp 858,058 miliar itu antara lain terdiri dari belanja pegawai (Rp 370,6 miliar), belanja barang (Rp 182,882 miliar), dan belanja modal (Rp 221,075 miliar). Namun, dana tersebut belum dapat dicairkan karena masih menunggu sistem administrasi yang baru, yakni menunggu rencana kerja terlaksana. Jadi, kami tetap kerja seperti biasa, tandas Soehandojo.
Mengacu pada pengalaman selama ini, seandainya ada hambatan dalam persetujuan anggaran kejaksaan, maka akan menimbulkan kerawanan dalam proyek pembangunan. Hal ini terkait dengan batasan waktu tahun anggaran dengan keharusan mengadakan lelang pekerjaan. Meskipun demikian, kecepatan penanganan kasus juga akan terganggu apabila pimpinan kejaksaan di tingkatan yang bersangkutan tidak dapat memberikan solusi yang tepat. (idr/dik)
Sumber: Kompas, 24 Maret 2005