DPR Simpulkan Direksi RRI Tidak Hati-Hati

Komisi Pertahanan dan Informasi DPR menyimpulkan direksi Perusahaan Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI) tidak hati-hati dalam penunjukan kontraktor pengadaan peralatan pemancar. Kesimpulan itu sehubungan dengan adanya dugaan korupsi pembelian peralatan itu yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 23,49 miliar.

Ketua Subkomisi Informasi DPR Djoko Susilo mengatakan, dari hasil pemeriksaan langsung DPR ke tiga stasiun RRI daerah disimpulkan manajemen stasiun radio pelat merah itu telah menunjuk kontraktor yang sangat diragukan kredibilitasnya. Contohnya, PT Duta Sari Citra yang memenangkan tender peralatan pemancar senilai Rp 12 miliar ternyata direktur utamanya seorang mahasiswa.

Dia mengakui, penunjukan seperti itu sangat kental dengan praktek KKN. Tapi kami belum mempunyai bukti direksi terlibat, bisa jadi RRI yang diakali oleh mereka (kontraktor), kata Djoko kepada Koran Tempo.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan penggelembungan dana (mark up) pembelian peralatan pemancar pada April dan Juni 2003, serta proyek pemilu 2004. Pemancar untuk Bengkulu dan Lampung disebutkan RRI seharga Rp 11,5 miliar. Padahal, harga di pasar paling tinggi hanya Rp 1,3 miliar.

DPR akan memanggil direksi RRI untuk mengecek kembali temuan itu. Selain itu, kata Djoko, juga akan dipanggil seluruh kontraktor yang memenangkan tender guna menyimpulkan secara final dugaan korupsi. Kalau tidak ada unsur kesengajaan dari direksi, yang harus dihukum kontraktornya, ujarnya.

Djoko menambahkan, jika direksi stasiun radio milik pemerintah itu hanya terbukti tidak hati-hati dalam penunjukan kontraktor, ancaman dicopot dari jabatannya sudah menunggu. Anggaran negara harus dijalankan dengan hati-hati, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan, kata dia.

Direktur Utama RRI Suryanta Saleh mengatakan, proses tender berlangsung terbuka. Pelaksanaannya sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 18/2000 mengenai Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Siapa pemilik bukan masalah yang penting perusahaan memenuhi legalitas formal, ujarnya kepada harian ini.

Manajemen RRI, dia melanjutkan, sudah menugasi Satuan Pengawas Intern (SPI) untuk melakukan penelitian atas dugaan mark up itu. Hasil sementara penelitian menyebutkan prosedur pengadaan barang sudah benar. Begitu juga barang secara fisik ada dan sudah berfungsi. Sedangkan kewajaran harga masih menunggu audit BPK.

ICW menilai penanganan kasus dugaan korupsi di tubuh RRI berjalan lamban. Lembaga swadaya masyarakat ini menuntut Komisi Pemberantas Korupsi segera menyelesaikan kasus itu dengan memanggil direksi RRI. Menuntut BPK segera memeriksa kinerja keuangan RRI, ujar Staf Divisi Informasi ICW Adnan Topan Husodo.(ss. kurniawan)

Sumber: Koran Tempo, 28 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan