DPR Minta Penghentian Kasus Transparan

Dewan akan menanyakan alasan Kejaksaan mengeluarkan SP3.

Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar proses penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung dilakukan secara transparan. Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin, transparansi tersebut diperlukan agar publik bisa ikut mengawasi prosesnya.

Menurut dia, bila diberi akses untuk mengawasi proses tersebut, publik dipastikan akan lebih menerima alasan Kejaksaan menghentikan suatu kasus korupsi. ”Masyarakat juga tak perlu khawatir jika Kejaksaan akan menghentikan suatu perkara,” kata Aziz saat dihubungi kemarin. Meskipun demikian, kata Aziz, kasus yang dihentikan penyidikannya--dengan dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3)--tetap dapat dibuka kembali jika ada bukti baru.

Pekan lalu Kejaksaan Agung secara resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengusaha properti Tan Kian. Ini merupakan kasus kedua yang dihentikan Kejaksaan Agung pada tahun ini. Sebelumnya, pada Februari lalu, Kejaksaan juga menghentikan penyidikan kasus penjualan dua tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) milik Pertamina, yang diduga melibatkan bekas Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy dua hari yang lalu mengatakan penghentian kasus juga tak perlu melalui uji publik. Sebab, kata dia, “Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana hal tersebut tidak diatur.” Menurut dia, setiap penghentian kasus pasti bisa dipertanggungjawabkan penyidik.

Aziz mengatakan, Dewan akan menanyakan alasan Kejaksaan menghentikan kasus-kasus tersebut pada rapat kerja mendatang. ”Pasti akan kami pertanyakan alasan dan dasarnya apa,” katanya.

Menurut dia, dalam penanganan kasus, Kejaksaan perlu berkoordinasi secara integratif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Jika ada sistem koordinasi dengan KPK, tentu tidak ada kekhawatiran dalam penghentian perkara,” ujarnya

Hal senada disampaikan anggota Komisi Hukum DPR dari PDI Perjuangan, Gayus Topane Lumbuun. Dia juga meminta agar penghentian penyidikan dilakukan secara transparan.

Sementara itu, Eggi Sudjana, penasihat hukum Tabrani Ismail, terpidana kasus korupsi Exor I Balongan Pertamina, kemarin mendatangi Kejaksaan Agung. Eggi mempertanyakan rencana Kejaksaan yang akan menghentikan kasus korupsi Exor I Balongan Pertamina.

Menurut dia, dalam putusan Mahkamah Agung yang menghukum kliennya, disebutkan bahwa Tabrani telah melakukan korupsi secara bersama-sama. Artinya, kata dia, Kejaksaan semestinya meneruskan penyidikan dan menjerat pelaku lain. ”Kenapa dihentikan? Dan kenapa tidak profesional?” ujarnya. EKO ARI WIBOWO | ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 21 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan