DPR Minta Jangan Kebiri KPK

“Sebagai kejahatan luar biasa, penanganan korupsi memerlukan konsep luar biasa.”

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono meminta Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang akan dibahas di DPR bersama pemerintah, tidak mengamputasi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Harus mendukung kewenangan KPK," katanya di gedung DPR kemarin.

Pembahasan di Komisi Hukum DPR akan segera dilakukan karena draf rancangan tersebut telah diserahkan pada 28 Mei lalu oleh pemerintah. Agung mengakui, sejumlah materi dalam rancangan yang disodorkan itu memerlukan koreksi.

Kerisauan terhadap rancangan versi pemerintah itu diungkapkan oleh beberapa lembaga pemantau korupsi, antara lain Indonesia Corruptions Watch. Menurut mereka, beberapa pasal dalam draf itu dikhawatirkan mengebiri kewenangan KPK. Selain tak ada pasal yang menegaskan adanya pemberian kewenangan untuk melakukan penyadapan dan penuntutan kepada KPK, rancangan ini tak secara tegas mengakui keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Agung berpendapat, korupsi dengan nilai berapa pun seharusnya bisa dibawa ke meja hijau. “Masih banyak pasal yang bisa diperdebatkan,” katanya. "Kalau ingin memperkuat (KPK), seharusnya kewenangannya sampai tingkat penuntutan."

Anggota Komisi Hukum DPR, Lukman Hakim, yakin rancangan tersebut masih bisa diubah. Dia juga berharap kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan akan tetap dipertahankan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata menjamin rancangan undang-undang itu masih bisa diubah bila dinilai tak memuaskan. “Itu siap dibahas dan siap diubah,” katanya kemarin. “Kalau masyarakat menganggap itu tidak adil, ya, dibuang saja itu pasal."

Soal kewenangan penuntutan oleh KPK, katanya, hal itu tidak akan hilang hanya karena tak diatur dalam undang-undang yang diusulkan ini. "Sebab, itu sudah diatur dalam Undang-Undang KPK," ujarnya.

Adapun tentang toleransi terhadap korupsi di bawah Rp 25 juta, Andi mengatakan perbuatan itu memang dimaafkan asalkan pelaku menyesal dan mengembalikan uang. "Satu perbuatan Rp 25 Juta. Kalau diberikan satu per satu sebanyak lima kali, ya, hitungannya lima kali perbuatan."

Jaksa Agung Hendarman Supandji juga mengatakan kewenangan KPK tak akan terbatasi kalaupun draf itu nanti disahkan DPR. "Tak masalah. Saya setuju KPK bisa melakukan penuntutan," katanya.

Adapun staf ahli presiden bidang hukum, Denny Indrayana, mempersilakan semua pihak bersikap kritis terhadap rancangan itu. “Masih banyak yang perlu didiskusikan untuk menuju undang-undang yang lebih baik dan progresif," kata Denny. "Ide dasarnya, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang perlu konsep luar biasa. Sebaiknya penuntutan dilakukan oleh KPK.” TOMI ARYANTO | DWI RIYANTO | CHETA | FAMEGA SYAVIRA | ANTON SEPTIAN

Pasal Pengebiri

SEJUMLAH pasal dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi versi pemerintah dianggap rawan mengebiri Komisi Pemberantasan Korupsi. Berikut ini beberapa di antaranya.

1. Nasib Pelapor
PASAL 18
Setiap orang yang dengan sengaja membuat laporan palsu tentang seseorang telah melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Bertentangan dengan UU No. 30/2002 tentang KPK
PASAL 15
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi

2. Pengadilan Tipikor/Penuntutan oleh KPK
PASAL 31
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Bertentangan dengan UU KPK
PASAL 6
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

PASAL 53
Dibentuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

3. Kedaluwarsa Kasus Terlalu Pendek
PASAL 48
Kewenangan menuntut dalam tindak pidana korupsi hilang jika telah lewat 18 (delapan belas) tahun sejak terjadinya tindak pidana korupsi.

4. Pemakluman Korupsi
PASAL 50

Penghentian penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang cukup bukti hanya dapat dilakukan pada perbuatan korupsi yang nilainya paling banyak Rp 25 juta jika terdakwa mengakui kesalahannya dan mengembalikan hasil kejahatannya kepada negara.

5. Kemunduran
PASAL 65
Mengembalikan beberapa ketentuan pidana korupsi di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

NASKAH: Y. TOMI ARYANTO

RISET TEMPO: EVAN

Sumber: Koran Tempo, 2 uli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan