DPR Minta Dana Legislasi Ditambah

DPR meminta tambahan anggaran untuk menyusun undang-undang. Menurut ketuanya, Agung Laksono, legislasi yang dirancang dengan baik perlu anggaran tak sedikit karena harus ada konsultasi publik dan studi banding.

Tambahan anggaran bukan untuk kantong anggota DPR, katanya setelah berbicara dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Penyiapan Kebijakan Strategis di Indonesia di Jakarta, Rabu (30/11).

Agung menjelaskan, jumlah anggaran sangat rendah dibanding tugas DPR sebagai center of law, yakni sekitar Rp 300 juta per undang-undang. Tapi untuk pemerintah, per undang-undang dihargai Rp 2,5-3 miliar. Padahal hasilnya (DPR) harus sama baiknya (dengan pemerintah), ujarnya.

Idealnya, setiap undang-undang butuh biaya Rp 3-5 miliar. Jika setiap undang-undang disediakan Rp 5 miliar, anggaran membengkak hingga Rp 250 miliar kalau setahun DPR ditargetkan menyelesaikan 50 undang-undang. Tapi, kata dia, tuntutan tak mungkin dipenuhi melihat kondisi kantong keuangan negara. Paling-paling cuma dikasih Rp 500 juta per rancangan undang-undang, kata Agung.

Agung pun meminta pemerintah, terutama Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, lebih serius menyukseskan program legislasi nasional dengan target 50 undang-undang setiap tahun.

Menurut Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Mulia Nasution, permintaan tambahan anggaran bisa dilakukan jika pos yang diminta belum masuk APBN. Akan dibicarakan dalam pembahasan perubahan APBN 2006, ujarnya.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR juga meminta anggaran dinaikkan karena kesulitan mendapat tenaga ahli pembuat undang-undang. Paling tidak tersedia 15 tenaga ahli. Sekarang cuma empat, kata F.X. Sukarno, dari Partai Demokrat, Selasa (29/11).

Pada 2006, DPR akan mendapat tambahan dana Rp 200 juta per undang-undang sehingga menjadi Rp 500 juta. Jumlahnya jauh di bawah jatah untuk pemerintah. Dalam Sidang Paripurna DPR sehari sebelumnya, muncul protes atas anggaran legislasi yang sangat minim dari Idham dari PDI Perjuangan lewat interupsi. AGUS SUPRIYANTO | YOPHIANDI KURNIAWAN

Sumber: Koran Tempo, 2 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan