DPR Lanjutkan Bahas RUU RN
Di tengah kentalnya penolakan kalangan masyarakat terhadap rencana pemerintah dan legislatif untuk tetap mengegolkan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara, Komisi I menegaskan akan melanjutkan proses pembahasan RUU itu di tingkat panitia kerja.
Menanggapi penilaian sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang curiga pada sikap ngotot legislatif dan pemerintah tadi, kalangan Komisi I DPR meminta masyarakat memercayai mereka dan tidak curiga atau malah menghakimi mereka.
Hal itu terungkap saat Komisi I menerima perwakilan sejumlah LSM yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Menolak Rezim Kerahasiaan dan Jaringan Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Kamis (2/7).
Seperti diwartakan, pemerintah dan DPR dinilai berniat buruk ingin mewariskan produk aturan bermasalah yang bisa mengancam kelanjutan proses reformasi, demokratisasi, penegakan hukum dan hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), serta prinsip kebebasan pers.
”Kami di DPR ini juga punya komitmen menegakkan HAM. Hal itu kami wujudkan dalam proses penyusunan aturan bermasyarakat, yang tentunya didasari HAM. Tanpa itu, yang terjadi hanya anarki atau penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Slamet Effendy Yusuf dari Fraksi Partai Golkar.
Menurut Slamet, RUU Rahasia Negara (RN) tidak perlu dicurigai karena RUU itu bertujuan menjamin agar tidak ada lagi penyalahgunaan kewenangan dalam menetapkan dan menentukan sesuatu menjadi rahasia negara oleh aparat pemerintah seperti terjadi selama ini.
Mutammimul Ula dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan, Indonesia mengalami kekosongan aturan dan sistem terkait masalah rahasia negara. ”Pilihannya sekarang adalah tetap melanjutkan pembahasan dengan terus menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat sipil,” katanya.
Dedi Djamaluddin Malik dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengatakan, Komisi I tetap harus menjalankan aturan amanat program legislasi nasional.
Sementara itu, Effendy Choirie dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengaku yakin semua pihak punya komitmen besar pada kepentingan nasional dan bangsa. Dengan begitu, tidak perlu ada satu pihak merasa mutlak benar.
”Memangnya kalau ditunda (pembahasan RUU RN) pada legislatif periode depan, apa jaminannya mereka mengerti dan mau mengaitkannya dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang sebelumnya kami bidani?” ujar Choirie.
Acara dengar pendapat dengan Komisi I itu seharusnya juga diikuti empat anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang juga ikut menunggu selama dua jam. Acara pertemuan diagendakan pukul 14.00, tetapi hingga pukul 16.00 Komisi I masih menggelar rapat tertutup.
Keempat komisioner Komnas HAM yang diundang itu antara lain Ifdhal Kasim, Ridha Saleh, Yosep Adi Prasetyo, dan Nurkholis. Mereka mengaku kecewa Komisi I tidak tepat waktu dan memutuskan pergi.
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim meminta pembahasan RUU RN ditunda lantaran isinya lebih bersifat membatasi akses masyarakat terhadap informasi dan tidak menjadikan UU KIP sebagai acuan dan patokan sinkronisasi.
”Lebih baik RUU RN dibahas pada DPR periode mendatang agar lebih banyak waktu dan leluasa. Bukan berarti tanpa RUU RN ini kemudian terjadi kekosongan aturan terkait rahasia negara karena itu juga diatur di KUHP. Jadi, tidak ada urgensinya RUU RN harus dituntaskan sekarang juga. Jangan sampai terjadi kasus seperti UU ITE,” ujar Ifdhal.
Menurut dia, akibat terlalu banyaknya pembatasan yang diatur dalam RUU RN, peran dan kewenangan Komnas HAM pun dapat terancam. (DWA)
Sumber: Kompas, 3 Juli 2009