DPR Gagal Berfungsi; Saatnya Rakyat Lakukan Evaluasi Buruknya Kinerja Dewan

Genap setahun masa kerja DPR pada 1 Oktober 2005, namun kinerja anggota Dewan hasil Pemilihan Umum 2004 tersebut gagal memenuhi harapan rakyat.

Evaluasi buruknya kinerja DPR itu disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Senin (3/10). Kini saatnya rakyat melakukan pemberontakan terhadap wakilnya yang duduk di Senayan. Rakyat di daerah pemilihan harus membuat pernyataan dan kumpulkan tanda tangan serta minta partai politik untuk mengganti anggota DPR karena kinerjanya buruk, kata Sekretaris Jenderal Formappi Sebastian Salang.

Dalam bidang legislasi, misalnya, sampai 30 September 2005 DPR baru menyelesaikan 10 undang-undang, atau hanya 3,5 persen dari total target lima tahun yang berjumlah 284 UU yang seharusnya mereka selesaikan. Sementara di bidang anggaran, DPR terkesan tidak berdaya terhadap pemerintah, bahkan berkonspirasi dengan penguasa atas dasar saling menguntungkan. Hal itu terlihat dari dipenuhinya kenaikan tunjangan DPR yang mencapai lebih dari 100 persen, kata Sebastian.

DPR juga tidak menggunakan hak angket atau interpelasi terhadap kekeliruan asumsi anggaran pemerintah. Terbongkarnya kasus percaloan juga menguatkan dugaan bahwa fungsi anggaran di DPR rentan terhadap praktik korupsi.

Pada bidang pengawasan, komisi-komisi banyak melakukan rapat dengan mitra kerjanya, bahkan intensitasnya sangat tinggi, yaitu mencapai 40 kali. Namun, dalam dokumen rapat tidak ditemukan tindak lanjut yang jelas dan tuntas.

Saat ini DPR tengah memasuki masa reses sampai 23 Oktober 2005. Pada masa reses inilah rakyat memiliki kesempatan mempertanyakan kinerja anggota DPR. Secara perseorangan, Sebastian menilai, memang tidak semua anggota DPR kinerjanya buruk. Karena itu, agar tidak terimbas dosa kolektif, anggota DPR harus lebih intensif membangun relasi dengan konstituen dan bersungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat.

Kasus BBM
Ketua Formappi Tommy A Legowo menilai, rendahnya kepedulian DPR terhadap penderitaan rakyat juga terlihat dalam penyikapan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

DPR tidak bekerja untuk kepentingan rakyat, tetapi bekerja untuk kepentingan partai besar dan penguasa, katanya.

Tommy yakin apabila masyarakat ditanya soal kenaikan harga BBM, mayoritas dari mereka pasti akan menolak karena kenaikan itu melebihi 100 persen dan dikeluarkan pada saat yang tidak tepat, yaitu menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Ironinya, aspirasi mayoritas rakyat ini tidak tercermin di Senayan, ujar Tommy.

Tidak didengar aspirasi rakyat oleh Dewan itu tercermin dalam voting soal kenaikan harga BBM di Rapat Paripurna DPR, Selasa pekan lalu. Sebanyak 273 suara menyatakan setuju, 83 suara tidak setuju, dan 31 suara lainnya abstain. Sebagian besar suara setuju berasal dari Partai Golkar (118 suara) dan Partai Demokrat. Sedangkan suara tidak setuju hampir seluruhnya dari Fraksi PDI-P (80 suara). DPR secara institusi kurang menunjukkan perjuangan penderitaan rakyat, katanya.

Dia berharap DPR lebih berpihak kepada masyarakat. (sut)

Sumber: Kompas, 4 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan