DPR Didominasi Status Quo, 5 Komisinya Mayoritas Pengusaha

DPR RI periode 2004-2009 dinilai tidak representatif, didominasi kekuatan status quo, dan 5 komisinya mayoritas beranggotakan pengusaha.

Demikian hasil riset peta legislatif selama 6 bulan terakhir yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) seperti disampaikan Wakil Koordinator ICW Luky Djani dalam jumpa pers di Kantor ICW jalan Kalibata Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2005) malam.

Data latar belakang para anggota DPR menunjukkan 71,6 persen anggota DPR RI adalah mewakiliki kekuatan status quo. Besarnya kekuatan tersebut dikhawatirkan akan melanggengkan praktek-praktek lama warisan Orde Baru, seperti korupsi dan politik uang, serta tidak kritis terhadap aspirasi konstituen, dan berpihak kepada kepentingan pemilik modal, urainya.

Data ICW juga memperlihatkan adanya peningkatan jumlah pengusaha yang menjadi anggota DPR. Pada DPR periode 1999-2004 ada 33,6 persen pengusaha, sedangkan pada periode 2004-2009 ada 39,09 persen.

Mereka ini kebanyakan berada di komisi-komisi yang membidangi masalah perekonomian, perdagangan, atau keuangan dan perbankan, seperti Komisi IV, V, VI, VII, dan XI.

Sudah diperkirakan mereka ingin mendapat akses kepada ekonomi nasional. Di lima komisi tersebut, kalangan pengusaha jumlahnya di atas 50 persen dari masing-masing anggota komisi, ujar Luky.

Dituturkan dia, pada Komisi IV ada 54 persen pengusaha, Komisi V ada 54,7 persen, Komisi VI ada 52,8 persen, Komisi VII ada 51 persen, dan Komisi XI ada 51,8 persen.

Kondisi ini harus terus diimbangi dengan kontrol masyarakat yang kuat, baik terhadap anggota legislatif maupun partai politik agar lebih aspiratif. Data hasil kajian ini merupakan dasar untuk monitoring untuk memantau apakah kebijakan yang diambil anggota DPR sesuai dengan kepentingan publik atau dengan kepentingan sendiri, kata Luky.

Status Quo
Data ICW juga menunjukkan dominasi kekuatan status quo. Yang masuk di dalam kategori kekuatan status quo adalah mantan pejabat publik, politisi lama dan mantan militer. Data latar belakang para anggota DPR menunjukkan 71,6 persen anggota DPR adalah mewakili kekuatan status quo.

Besarnya kekuatan status quo di legislatif dikhawatirkan akan melanggengkan praktek-praktek lama warisan orde baru di legislatif seperti korupsi dan politik uang, tidak kritis terhadap aspirasi konstituen dan berpihak pada kepentingan pemilik modal, sebut ICW dalam rilisnya.

Sedangkan kesimpulan tidak representatif dilihat dari kategori umur, tempat tinggal dan daerah pemilihan, perolehan suara yang terkait dengan bilangan pembagi pemilih (BPP), serta jenis kelamin.

Sebanyak 48 persen anggota DPR berumur di atas 50 tahun, 0,91 persen berusia 20-29 tahun, Dari segi tempat tinggal, sekitar 68 persen anggota DPR tidak sesuai alamat tinggalnya dengan daerah pemilihan yang diwakilinya.

Untuk perolehan suara dari pemilih yang memilih langsung orang, hanya 2 orang yang jumlah suaranya mencapai BPP, yaitu satu dari PKS dan satu dari Partai Golkar. Sedangkan yang jumlah perolehannya di bawah 20 persen dibandingkan dengan BPP mencapai 71,8 persen.

Dari jenis kelamin, perempuan yang jumlahnya berdasarkan hasil sensus tahun 2000 menempati angka 50 persen dari total jumlah penduduk, hanya terwakili 10,7 persen di DPR.

Data ICW menunjukkan anggota DPR yang tersebar pada 11 komisi yang ada sesuai dengan pengalaman pekerjaan dan latar belakang pendidikan masing-masing.

Dibandingkan dengan anggota DPR RI periode 1999-2004. Jumlah lulusan S2 pada DPR periode 2004-2009 meningkat dari 13,28 persen menjadi 30,55 persen. Lulusan S3 meningkat dari 6,04 persen menjadi 7,64 persen. Namun lulusan S1 mengalami penurunan dari 64,19 persen menjadi 47,64 persen.

Komposisi anggota DPR periode 2004-2009 yang tidak representatif dan didominasi muka lama merupakan ancaman bagi terciptanya kebijakan publik yang pro-rakyat, sebut ICW.

Kekuatan-kekuatan lama menggunakan peluang demokrasi melalui pemilu untuk mempertahankan kekuasaan dan dominasinya. Dengan karakter status quo yang disandang, sulit mengharapkan legislatif sebagai institusi yang mendorong demokrasi secara lebih luas.

Kondisi ini harus terus diimbangi dengan kontrol masyarakat yang kuat baik terhadap anggota legislatif maupun partai politik agar lebih aspiratif dan dapat menjadi institusi pembawa aspirasi rakyat, sebut ICW. (sss)
Reporter: Dadan Kuswaraharja

Sumber: Detik.com, 24 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan