DPD Desak Jaksa Agung Usut Mark Up Rp 20 Miliar di Sulawesi Tenggara

Dewan Perwakilan Daerah berniat membongkar dugaan kasus korupsi yang terjadi di daerah dan penyelesaiannya terbengkalai tidak jelas. Sasaran pertama adalah dugaan penggelembungan dana (mark up) sebesar Rp 20 miliar yang melibatkan Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi.

DPD akan segera menyerahkan dokumen yang didapat dari masyarakat kepada Jaksa Agung, Selasa depan. DPD tidak punya keraguan terhadap kasus ini. Masalah ini masalah serius karena menimbulkan kerugian negara yang lebih besar daripada yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kata Wakil Ketua DPD Laode Ida, yang juga dari Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat (18/2).

Laode menegaskan, langkah ini sengaja diambil DPD karena banyak temuan korupsi yang diperoleh masyarakat tidak ditindaklanjuti aparat di daerah.

Sementara Gubernur Sultra Ali Mazi yang dihubungi secara terpisah mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dengan adanya laporan tersebut.

Orang sudah kebablasan. Proyek itu permintaan masyarakat untuk penerangan. Mereka demo setiap hari. Pemerintah hanya memenuhi aspirasi masyarakat dan DPR sudah menyetujui. Saya sebagai gubernur memang mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur, tetapi dianggarkan lewat Dewan. Prosesnya juga melalui PLN (Perusahaan Listrik Negara). Semuanya sudah dilakukan sesuai prosedur, papar Ali.

Temuan
Data yang diperoleh DPD dari Indonesia Corruption Watch (ICW)-Fitra-Prodem Sultra, kasus itu menyangkut pengadaan dan pemasangan genset dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Kabupaten Kendari tahun 2003 senilai Rp 7,5 miliar dan PLTD tahap II di Kecamatan Lambuya, Kabupaten Konawe, tahun 2004 senilai Rp 20,698 miliar.

ICW-Fitra-Prodem Sultra mempersoalkan proyek ini karena tidak dilakukan melalui tender terbuka, tetapi melalui penunjukan langsung, padahal tidak ada kondisi yang mendesak. Penandatanganan kontrak oleh pihak kedua pun tidak dilakukan Direktur Utama PT Pramindo Sapta Utama, melainkan dikuasakan kepada seseorang berinisial NGR.

Diduga, dalam proyek ini terjadi penggelembungan dana sebesar Rp 20.851.944.000. Soalnya, dari perhitungan pembelian empat genset dan aksesorinya, total pengeluaran sesungguhnya Rp 7.111.224.000.

Ali Mazi sendiri sudah mengetahui bahwa kasus ini sudah dilaporkan oleh LSM ke kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (sut)

Sumber: Kompas, 19 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan