Dokumen Tanker ke KPK

Kantor Kementerian BUMN kemarin secara resmi menyerahkan dokumen penjualan dua unit tanker very large crude carrier (VLCC) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dokumen itu berisi proses penjualan VLCC tersebut, sejak pembukaan penawaran tender hingga penentuan pemenangnya.

Semua dokumen itu diserahkan kepada kami. Tapi, memang sebagian besar dokumen-dokumen itu sebelumnya sudah disampaikan kepada kami, jelas Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Jakarta kemarin. Dia mengungkapkan, dokumen tersebut akan digunakan untuk melanjutkan penyelidikan dugaan korupsi pada perkara tersebut.

Menurut Tumpak, Menteri BUMN Sugiharto mendukung penuh upaya KPK untuk mengusut skandal divestasi VLCC itu. Malah, lanjut dia, menteri BUMN juga memberikan persetujuan pemanggilan direksi Pertamina yang sekarang apabila diperlukan untuk membantu proses penyelidikan. Menteri BUMN mendukung penuh upaya KPK dalam menyelidiki masalah ini, tegas Tumpak.

KPK, lanjut dia, akan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan divestasi VLCC yang dimenangkan oleh Frontline Ltd. tersebut. Pekan depan akan kita panggil semua pihak yang terlibat di dalam proses penjualan VLCC itu, papar Tumpak.

Lantas, siapa yang mendapat giliran pertama? Saya tidak bisa menyebutkan nama. Yang pasti, pihak-pihak yang terkait dengan proses itu lah, ujarnya. Tidak harus direksi dulu atau komisaris dulu. Yang pasti, kami (KPK) sudah membuat list-nya, tutur Tumpak.

Penjualan VLCC tersebut terjadi saat direksi Pertamina dipimpin oleh Ariffi Nawawi (Dirut). Jajaran direksi lainnya adalah Harry Purnomo (direktur hilir), Bambang Nugroho (direktur hulu), dan Eteng A. Salam (direktur pengembangan dan SDM). Alfred A. Rohimone menjabat direktur keuangan.

Sementara itu, dewan komisarisnya Laksamana Sukardi (komisaris utama), Syafruddin A. Temenggung (komisaris), Anshari Ritonga (komisaris), Iin Arifin Takhyan (komisaris), dan Roes Ariawijaya (komisaris).

Tumpak menjelaskan, KPK sudah menyelidiki skandal penjualan VLCC tersebut sejak tahun lalu. Hasil keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan dijadikan data pelengkap bagi KPK dalam melakukan penyelidikan. Data-data KPPU kita gunakan untuk melengkapi data-data kami, tuturnya. Tahun lalu, KPK memeriksa mantan Dirut Pertamina Ariffi Nawawi dan Direktur Keuangan Pertamina (kini nonaktif) Alfred A. Rohimone.

Sementara itu, usai menyerahkan dokumen hasil pemeriksaan KPPU ke KPK atas temuan dugaan persekongkolan penjualan dua tanker Pertamina, Men BUMN Sugiharto mengatakan, pihaknya akan bertindak kooperatif terhadap temuan KPPU maupun KPK. Menurut Sugiharto, direksi BUMN yang ditengarai atau terbukti melanggar harus diproses hukum.

Saya menyerahkan dokumen hasil pemeriksaan KPPU ke KPK sebagai bukti komitmen Kementerian BUMN untuk memberantas semua pelaku korupsi di lingkungan BUMN, kata Sugiharto di gedung KPK kemarin. Hanya, katanya, dasar pemeriksaan itu harus kuat dan bersih dari kepentingan politis.

Dalam kesempatan itu Sugiharto berjanji kepada KPK akan mengakomodasi kepentingan KPK dalam mengusut dugaan korupsi di lingkungan BUMN. Misalnya, kantor Kementerian BUMN akan menyediakan data-data atau dokumen yang diperlukan KPK.

Sugiharto juga menegaskan, penyerahan data-data divestasi VLCC tersebut sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam aksi nasional pemberantasan korupsi. Prosesnya memang ada ketidakwajaran, katanya.

Selain itu, pihaknya akan bekerja sama dengan KPK agar proses penyelidikan berjalan lancar. Kementerian BUMN, lanjut Sugiharto, juga akan memfasilitasi pemanggilan komisaris atau direksi Pertamina, baik yang masih menjabat atau yang sudah tidak menjabat.

Junianto Berpeluang Dirkeu
Sementara itu, dari dua nama deputi di bawah direktur keuangan Pertamina yang diisyaratkan bakal menggantikan Alfred Rohimone, dipastikan tinggal satu nama yang berpeluang. Dua nama deputi di bawah direktur keuangan itu adalah Andri T. Hidayat dan Junianto Tri Pitono. Namun, Andri telah dimutasi sehingga tinggal nama Junianto.

Junianto mengaku belum menerima pemberitahuan apa-apa dari Men BUMN. Meski begitu, jika ditunjuk, dirinya siap menerima tugas itu. Saya belum dengar apa-apa. Jabatan itu berat, tapi kalau memang diberi amanah untuk mengemban tugas itu, ya, saya lakukan, jawab Junianto kepada koran ini.

Menurut Junianto, biasanya penunjukan direksi diusulkan oleh komisaris dan ditentukan oleh pemegang saham. Jadi, seperti itu mekanismenya. Karena melalui mekanisme komisaris, saya belum dengar apa-apa, katanya.

Sebelumnya, Men BUMN mengatakan, pengganti Alfred sebagai direktur keuangan bisa dari deputi di bawahnya. Namun, di hadapan Komisi VI DPR dalam raker dua hari lalu, Dirut Pertamina Widya Purnama mengaku siap merangkap tugas dirut dan dirkeu.

Junianto sendiri mantan deputi ketua BPPN Bidang Dukungan Kerja dan Administrasi. Ketika itu urusan disposal dan surat-surat penawaran bidder pada tender penjualan aset di BPPN di bawah tanggung jawab Junianto. Bagi saya, tugas sebagai dirkeu itu berat. Tentu butuh dukungan semua pihak. Tapi, saya belum berpikir ke situ (ditunjuk sebagai dirkeu Pertamina) kok, kata dia.

Anggota Komisi XI DPR Rizal Djalil mengatakan, pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Pertamina diminta berhati-hati dalam menentukan calon dirkeu menggantikan Alfred. Sebab, kata dia, posisi dirkeu baru jangan sampai merupakan kepanjangan tangan dirkeu lama.

Kita mendukung siapa saja yang akan dipilih menggantikan Alfred asal penunjukannya tidak menimbulkan gejolak baru. Baik di internal Pertamina sendiri maupun publik. Sebab, yang saya tahu, Junianto masih ada masalah ketika ada proses penjualan aset di BPPN beberapa waktu silam, ungkap wakil ketua Fraksi PAN itu. (ton/yun/kim)

Sumber: Jawa Pos, 9 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan