Doa untuk Memilih Pimpinan KPK
PERDEBATAN tentang siapa yang akan dipilih DPR dari 8 orang yang lolos seleksi Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menghangat, mewarnai suasana silaturahmi Lebaran. Publik menilai Pansel telah bekerja maksimal dan meloloskan figur-figur yang kredibel, terutama dari peringkat ke-1 sampai ke-4, yaitu Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, dan Handoyo Sudrajad, untuk memimpin KPK.
Bila DPR memilih keempatnya niscaya lembaga antikorupsi itu makin dinamis, independen, dan bisa mengangkat kembali wibawa penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi. Publik sudah mengetahui kontribusi Bambang Widjojanto, Yunus Husein, dan Abdullah Hehamahua dalam memberantas korupsi. Karena itu, publik mengharapkan DPR benar-benar memperhatikan dan mempertimbangkan hasil kerja Pansel.
Artinya, jika DPR meloloskan nama-nama sesuai dengan pemeringkatan tersebut untuk melengkapi unsur pimpinan KPK yang akan berakhir masa kerjanya berarti wakil rakyat masih mau mendengarkan aspirasi masyarakat. Sebaliknya, bila tidak diindahkan berarti sikap itu menambah ketidakpedulian terhadap kehendak rakyat. Dalam kondisi sering disorot komitmennya untuk memperjuangkan nasib rakyat maka momentum ini bisa mengubah citra DPR bila keputusannya tidak jauh dari kehendak rakyat.
Perlu diingat bahwa lembaga negara yang paling mendapatkan perhatian dan menjadi tambatan hati rakyat adalah KPK. Karena itu bisa dibilang KPK adalah representasi dari keinginan riil masyarakat. Namun masyarakat perlu menyadari bahwa anggota parlemen disandera oleh berbagai kepentingan di luar kepentingan rakyat. Keputusan dan perilaku sejumlah anggota DPR yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat, serta merendahkan harkat dan martabatnya sebagai anggota Dewan yang terhormat, mencerminkan kuatnya kepentingan-kepentingan yang melingkupinya.
Berpijak dari fakta itu, suara-suara yang berkembang di DPR, khususnya Komisi III, sangat variatif. Kebanyakan menyuarakan untuk tidak mengindahkan peringkat yang disusun Pansel. Mereka beranggapan tidak ada keharusan bahwa DPR harus mempertimbangkan peringkat tersebut. Ketua Komisi III Beny K Harman, sebagai representasi perwakilan terbesar dari Partai Demokrat mengatakan DPR memiliki mekanisme dan sistem penilaian tersendiri, untuk melakukan fit and proper test terhadap calon pimpinan KPK.
Negara Nirkorupsi
Memang ada anggota DPR yang berprinsip bahwa sosok yang dipilih haruslah figur pemberani tidak mudah disandera oleh kepentingan politik dan penguasa. Mereka harus berani mengusut tuntas kasus Bank Century, suap pemilihan Deputi Senior Gubernur BI Miranda S Goeltom, dan kasus korupsi besar lainnya. Hanya perlu diketahui bahwa DPR bukanlah institusi yang hampa dari kepentingan melainkan sebaliknya, sarat dengan kepentingan. Partai manapun yang memiliki perwakilan di DPR akan mengusung kepentingannya masing-masing.
Pertimbangan rakyat yang cinta negara nirkorupsi, pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dan memimpikan KPK ke depan harus lebih baik, independen, berani, serta kapabilitas dan kelayakannya terpenuhi, sungguh hal yang indah. Harapannya agar KPK lebih memiliki power seperti diamanatkan undang-undang adalah cita-cita yang mulia. Namun semua itu bisa kandas di tangan DPR yang akan memutuskan nanti.
Pada bulan yang masih suci ini, setelah merayakan Hari Kemenangan, selagi semua permohonan mudah terkabul dan semua keinginan mudah dipenuhi Allah, marilah kita mendoakan semoga anggota DPR masih terbuka hatinya untuk bisa diberi hidayah oleh Allah, dan mereka masih mau menerima kebenaran, kebaikan dan isyarat-isyarat dari langit yang terus diturunkan.
Semoga cahaya Ilahi bisa menembus kegelapan hati anggota Komisi III DPR agar menjatuhkan pilihan pada figur yang dikehendaki rakyat. Bila sampai terjadi salah pilih, bukan hanya mengakibatkan suburnya budaya korupsi, hancurnya sendi-sendi penegakan hukum, runtuhnya perangkat keadilan sosial ekonomi, melainkan juga mempercepat turunnya azab dari Allah. (10)
Jabir Alfaruqi, Ketua Yayasan KP2KKN Jawa Tengah, Ketua PW GP Ansor Jateng
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 2 September 2011