Djoko Tjandra Sumbang Mega Rp 12 M; Prajogo Juga Beri Rp 6 M untuk Dana Kampanye [12/08/04]

Selain temuan dana fiktif, Transparency International Indonesia (TII) mengalkulasi adanya sumbangan dari sejumlah konglomerat bermasalah kepada pasangan capres-cawapres. Misalnya, bos Mulia Group Djoko S. Tjandra pada pilpres putaran pertama lalu menyumbang sekitar Rp 12 miliar kepada Megawati-Hasyim Muzadi.

Dari sisi hukum dan administratif, sumbangan Djoko S. Tjandra itu memang tidak apa-apa. Namun, rakyat harus tahu. Sebab, bisa saja di kemudian hari ada kompensasi atau dispensasi jika Mega terpilih kembali, ujar A. Jamet Hamidi, koordinator pemantauan dana pemilu TII, kepada koran ini kemarin.

Disebutkan, lebih dari 10 perusahaan di bawah Mulia Group tercatat menyumbang Mega-Hasyim. Sumbangan kategori perusahaan tersebut masing-masing Rp 750 juta sesuai ambang batas UU Pilpres No 23/2003. Nama-nama perusahaan itu umumnya ada kata Mulia-nya. Meski perusahaan itu tercatat banyak, benderanya tetap satu, yaitu Mulia Group milik Djoko Tjandra, tegasnya.

Selain Djoko Tjandra, konglomerat lain yang ditengarai menyumbang Mega-Hasyim adalah bos Barito Group Prajogo Pangestu. Menurut temuan TII, konglomerat yang sempat tersandung perkara BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia) dan HPH (hak penguasaan hutan) itu menyumbang sekitar Rp 6 miliar.

Sebagai pemilik Bank Andromeda yang ikut dilikuidasi pemerintah, Prajogo sempat berurusan dengan BPPN. Total aset yang dikelola BPPN untuk melunasi utang-utang Prajogo mencapai Rp 7,8 triliun. Dia juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana reboisasi oleh PT Musi Hutan Persada (MHP), salah satu anak perusahaan Grup Barito. Dalam kasus tersebut, negara diduga rugi Rp 331 miliar. Namun, belakangan kasusnya dihentikan lewat SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) dari Kejaksaan Agung.

Sedangkan Djoko Tjandra sempat menjadi tersangka dalam skandal Bank Bali yang merugikan pemerintah sekitar Rp 500 miliar. Dia divonis bebas oleh pengadilan. Kasus yang sedang membelit dia sekarang adalah tagihan cessie Rp 546 miliar yang ditahan pemerintah.

Menurut Jamet, motivasi TII mengungkap orang-orang di balik penyumbang capres tersebut adalah untuk kepentingan transparansi dan akuntalibitas. Rakyat harus tahu jika di kemudian hari penyumbang itu mendapatkan dispensasi dari presiden yang dulu disumbangnya, ujarnya.

Selama ini, laporan yang disampaikan tim sukses ke KPU banyak yang sumir. Meski secara hukum dan administratif tidak melanggar, para penyumbang dari konglomerat tersebut tidak tertulis secara jelas. TII tidak melarang orang untuk menyumbang. Yang kami minta adalah akuntabilitas dan transparansinya, ungkap Jamet.

Sebesar Rp 66,1 miliar di antara Rp 103 miliar dana kampanye yang dilaporkan Mega-Hasyim ke KPU merupakan sumbangan dari perusahaan. Sisanya adalah dana dari perseorangan Rp 34,4 miliar dan dari PDIP sebagai saldo awal Rp 2,6 miliar.

Berdasarkan pasal 43 (3) UU Pilpres, untuk badan hukum swasta (perusahaan), batas maksimal menyumbang Rp 750 juta. Sedangkan perseorangan tidak boleh menyumbang melebihi Rp 100 juta. Kelompok usaha yang menyumbang Rp 12 miliar memecahkan sumbangan lewat 16 perusahaan.

Sementara itu, Ketua Pokja Dana Kampanye KPU Mulyana W. Kusumah menyatajan tidak masalah jika seorang calon menerima dana dengan cara dipecah-pecah. Sah-sah saja bila ada pasangan calon yang menerima dana dari berbagai perusahaan yang owner-nya sama. Itu tidak melanggar aturan. Sebab, KPU melihat sumbangan itu dari aspek badan hukumnya. Jelas, perusahaan yang satu dengan lainnya berbadan hukum berbeda. Meskipun pemiliknya itu-itu juga, tegas Mulyana.

Kubu Mega Anggap Tak Ada Masalah
Sementara itu, Syarif Bastaman, tim advokasi Mega-Hasyim, menilai laporan dana kampanye pihaknya sudah tidak ada masalah. Secara hukum, tidak ada peluang apa pun bagi KPU untuk mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres yang masuk putaran kedua. KPU sudah menerima laporan KAP. Jadi, semuanya sudah clear, tegasnya.

Mengenai sumbangan dari konglomerat hitam, Syarif menyebut tidak masalah karena tidak ada rambu-rambu hukum yang dilanggar. Sumbangan pribadi tidak melebihi Rp 100 juta. Sedangkan perusahaan maksimal Rp 750 juta. Jadi, apa yang mau dipersoalkan, tandasnya.

Penyumbang SBY-Kalla
Selain menyorot sumbangan dari konglomerat hitam, TII bersama ICW (Indonesia Corruption Watch) juga menemukan indikasi sumbangan fiktif. Seperti yang telah dilaporkan ke Panwaslu, pasangan Mega-Hasyim menerima dana sedikitnya Rp 11 miliar, yang tidak jelas penyumbangnya. Pasangan SBY-Kalla mendapatkan dana sekitar Rp 3,5 miliar.

Kita sedang menunggu sikap KPU atas temuan itu. Tapi, KPU sudah menyatakan tidak mungkin melakukan audit investigasi karena sudah menerima laporan kantor akuntan publik (KAP). Sikap KPU itu jelas mengecewakan, jelas Jamet.

Dalam laporan TII-ICW, terungkap pula penyumbang pasangan capres-cawapres SBY-Kalla. Salah satu penyumbangnya adalah PT Megah Pratama Murni, beralat di Jalan Sulawesi 2, Palu, Sulteng. PT Megah menyumbang Rp 50 juta. Dari hasil investigasi, ternyata alamat itu salon kecantikan kecil yang bernama Salon Kecantikan Grace.

Dua nama lain penyumbang dana SBY-Kalla yang diduga fiktif disampaikan TII. Mereka adalah PT Bunga Cengkeh Abadi dan M. Anshar. PT Bunga Cengkeh Abadi yang beralamat di Jalan Sulawesi No 20, Palu, menyumbang Rp 200 juta. Dari hasil investigasi TII, ternyata di alamat tersebut tidak pernah ada perusahaan yang bernama PT Bunga Cengkeh Abadi.

Sementara itu, Anshar diduga sebagai penyumbang fiktif karena di alamat yang dia gunakan, yakni Jalan Wahidin Nomor 28, Palu, ternyata toko bangunan. Pemilik toko tidak mengenal Ashar. (adb/arm)
Cucuran dari Kantong Djoko Tjandra
1. PT Mulialand Tbk Rp 750 juta
2. PT Bumi Mulia Perkasa Development Rp 750 juta
3. PT Mulia Persada Pasifik Rp 750 juta
4. PT Muliacemerlang Dianpersada Rp 750 juta
5. PT Mulia Indoland Rp 750 juta
6. PT Mulia Industrindo Tbk Rp 750 juta
7. PT Muliabarata Semesta Rp 750 juta
8. PT Mulia Intipelangi Rp 750 juta
9. PT Mulia Intanlestasi Rp 750 juta
10. PT Tebaran Mutiarahitam Rp 750 juta
11. PT Mulia Persada Tatalestari Rp 750 juta
12. PT Muliakeramik Indahraya Rp 750 juta
13. PT Muliaglass Rp 750 juta
14. PT Mega Mulia Keramik Rp 750 juta
15. PT Sanggarcipta Kreasitama Rp 750 juta
16. PT Sanggar Mustika Indah Rp 750 juta
JUMLAH Rp 12 miliar

Dari Kantong Prajogo Pangestu (Barito Pacific Group)

1. PT Barito Pacific Timber Tbk Rp 750 juta
2. PT Tunggal Agathis Indah Wood Industries Rp 750 juta
3. PT Wahanaguna Margapratama Rp 125 juta
4. PT Karunia Poladaya Abadi Rp 500 juta
5. PT Delta Mustika Rp 200 juta
6. PT Mukti Lestari Kencana Rp 500 juta
7. PT Bhakti Barito Agratama Persada Rp 100 juta
8. PT Baritowood Sentosa International Rp 100 juta
9. PT Tunggal Setia Pratama Rp 100 juta
10. PT Wiradaya Lintas Sukses Rp 300 juta
11. PT Indotanijaya Persada Rp 125 juta
12. PT Nansari Prima Plywood Rp 500 juta
13. PT Sangkurilang Bhakti Rp 200 juta
14. PT Jabar Utama Wood Industri Rp 500 juta
15. PT Tunggal Yudi Sawmill Plywood Rp 250 juta
16. PT Kampariwood Industries Rp 500 juta
17. PT Harmoni Sarana Kayu Rp 500 juta

Sumber: Banjarmasin Pos, 09 Agt 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan