Djoko Tjandra Masih di Indonesia
Kejaksaan tunggu Bank Permata soal barang bukti uang Rp546 miliar
Terpidana perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp546 miliar, Djoko Soegiarto Tjandra, diduga masih di dalam negeri.
"Dari semua data dan laporan pintu keluar, imigrasi tidak menemukan adanya nama Djoko Tjandra," kata Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, R Muchdor saat dikonfirmasi oleh wartawan, Rabu (17/6).
Muchdor juga menegaskan bahwa sejak dicekal tanggal 11 Juni yang lalu hingga sekarang, Djoko Tjandra tidak pernah terdeteksi keluar dari Indonesia.
Kuasa hukum Djoko Tjandra, OC Kaligis mengaku tidak tahu dimana kliennya itu berada. "Saya tidak tahu keberadaan dia sekarang. Saya juga sudah kasih tahu keluarganya untuk hubungi dia secepatnya," ujar Kaligis saat ditemui usai persidangan Aulia Pohan kemarin.
Pengacara mantan Direktur Utama PT. Era Giat Prima tersebut jugamenyangkal kabar bahwa kliennya berada di Singapura. Namun, OC Kaligis akan mengirim stafnya ke Singapura untuk melakukan pengecekan.
Kaligis kembali mengemukakan bahwa hasil Peninjauan Kembali (PK) oleh Kejaksaan kasus cessie sebagai sesuatu yang aneh. "Ini tirani kekuasaan. Seharusnya yang mengajukan PK itu terdakwa bukan jaksa,"ucapnya.
Tunggu Bank Permata
Kejaksaan menunggu jawaban resmi dari Bank Permata terkait barang bukti kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali sebesar Rp546 miliar. "Belum ada jawaban resmi dari Bank Bali. Saat ini, kita masih melakukan penjajakan untuk mengembalikan uang tersebut ke kas negara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan di Jakarta, Rabu (17/6).
Menurut dia, uang yang tersimpan di rekening penampungan (escrow account) Bank Permata tersebut berstatus sebagai titipan penyidik pada Kejaksaan Agung. Dia menerangkan, status uang tersebut sebagai dana titipan tidak boleh berubah.
Sebelumnya, Selasa (16/6) eksekutor dari Kejaksaan mulai melakukan pembicaraan dengan Bank Permata untuk mengeksekusi putusan PK itu. Kejaksaan juga menyatakan tidak ada tawar-menawar lagi untuk mencairkan uang tersebut ke kas negara.
Jika ada pihak yang menolaknya, maka akan dikenakan Pasal 8 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus yang merugikan negara Rp546 miliar tersebut menyeret sejumlah nama.
Pande Lubis, mantan Wakil Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) merupakan orang pertama yang dijebloskan ke penjara setelah putusan Kasasi MA memvonisnya empat tahun penjara. Djoko dan Syahril Sabirin meski pernah dibebaskan oleh MA di tingkat kasasi, namun akhirnya di tingkat PK keduanya divonis penjara dua tahun pada putusan yang dibacakan Kamis pekan lalu.
Pada Selasa (17/6) kemarin, Syahril sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakat Cipinang. Sementara, eksekusi terhadap Djoko belum dapat dilakukan karena yang bersangkutan mangkir dari panggilan Kejaksaan. Djoko yang sejak sepekan lalu meninggalkan rumah tidak diketahui keberadaannya. Kejaksaan pun melayangkan panggilan kedua pada Djoko.
"Hari ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah melayangkan panggilan kedua kepada Djoko untuk hadir pada Senin (22/6) pekan depan," kata Jasman.
Jasman menyatakan, pihaknya sudah melakukan kordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi. Namun, kata dia, informasi dari Imigrasi menyatakan, Bos PT Era Giat Prima tersebut kemungkinan masih berada di Indonesia.
Saat ini, dia melanjutkan, pihaknya akan melakukan kordinasi dengan Kepolisian Indonesia untuk meminta bantuan melacak keberadaan Djoko. "Kita akan kordinasikan secara lembaga. Nanti Polri yang putuskan divisi mana yang mencari, apakah Interpol atau mana," kata dia.
Melati Hasanah Elandis/Abdul Razak[by : Jan Prince Permata]
Sumber: Jurnal Nasional, 18 Juni 2009