Divonis 8 Tahun, Al Amin Banding
Al Amin Nur Nasution, terdakwa kasus suap alih fungsi hutan di Bintan (Kepulauan Riau), kemarin diganjar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan hukuman delapan tahun penjara. Vonis itu lebih ringan hampir separo dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni hukuman 15 tahun penjara bagi mantan anggota Komisi Kehutanan DPR RI itu.
Di samping hukuman badan, ketua majelis hakim Edward Patinasarani menghukum Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Hukuman denda itu juga mendapatkan korting. Sebab, majelis memutuskan tidak membebankan uang pengganti bagi anggota DPR dari PPP itu. Padahal, dalam sidang sebelumnya JPU meminta dia membayar uang pengganti Rp 2,95 miliar. Hakim beralasan tuntutan uang itu tak bisa diluluskan karena tidak dicantumkan dalam surat dakwaan.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karenanya menghukum terdakwa delapan tahun penjara," kata Edward. Mendengar vonis itu, Al Amin hanya tertunduk.
Dalam sidang pemungkas itu Al Amin juga tampil beda. Suami pedangdut Kristina itu mengenakan kacamata. Padahal, sejak awal sidang Al Amin tidak pernah memakainya.
Al Amin tertangkap tangan dalam penggerebekan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah hotel di Jakarta pada April 2008 lalu. Bersama dia, ikut ditangkap pejabat penyuap, Sekda Bintan Azirwan, yang pada September 2008 lalu sudah divonis dengan hukuman 2,5 tahun penjara.
Anggota majelis hakim, Slamet Subagyo, membeberkan alasan memberatkan bagi aktivis organisasi kepemudaan KNPI itu. Di antaranya tidak pernah berterus terang dan berbelit-belit dalam sidang.
Al Amin, kata Slamet, dinilai mencoreng citra parlemen di mata masyarakat. Sebagai anggota dewan, Al Amin seharusnya bisa mencegah perbuatan korupsi. Dia seharusnya juga tidak turut campur urusan eksekutif, bahkan sampai tega berbuat keji melakukan pemerasan.
Hakim turut mempertimbangkan hal-hal meringankan bagi pria 36 tahun itu. "Terdakwa masih berusia muda sehingga masih bisa dibina untuk nusa dan bangsa. Terdakwa juga sopan selama sidang," ungkapnya.
Tidak semua dakwaan jaksa yang menjerat Al Amin diamini hakim. Dakwaan primer yang membidik Al Amin dengan pasal 12 A UU Tipikor, yakni Al Amin dinilai terlibat dalam penerimaan hadiah tiga lembar cek perjalanan, masing-masing senilai Rp 25 juta dari pengusaha Candra Antonio Tan; penerimaan uang dari Sekda Bintan Azirwan secara terpisah, yakni Rp 100 juta, Rp 150 juta, SGD 150 ribu, SGD 150 ribu, Rp 1,5 juta; serta Rp 6 juta untuk pelayanan makan. Pemberian yang terkait usul pelepasan kawasan hutan lindung Pulau Bintan itu dinilai tidak terbukti.
Setelah sidang Al Amin menyatakan tidak puas dengan putusan itu. Dia menyatakan akan mengajukan banding. "Saya Al Amin Nur Nasution SE akan mengajukan upaya hukum selanjutnya, yakni banding," terangnya.
Al Amin juga menolak disebut hakim telah terbukti membagi-bagi uang kepada para anggota DPR, yakni dalam kasus korupsi alih fungsi hutan lindung untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api.
Tidak hanya Al Amin yang tidak puas atas putusan itu. JPU Suwarji juga menyatakan pikir-pikir dengan putusan itu. (git/el)
Sumber: Jawa Pos, 6 Januari 2009
---------------
Dihukum 8 Tahun, Al Amien Banding
Mantan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Al Amien Nur Nasution, Senin (5/1), dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Al Amien terbukti melakukan dua tindak pidana korupsi yang dijerat dengan Pasal 11 dan 12 (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Meski lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum 15 tahun, Al Amien tetap tidak menerima putusan itu. Ia akan mengajukan banding.
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang dipimpin Edward Pattinasarani. Pada putusannya, majelis hakim menyatakan Al Amien tidak terbukti melanggar dakwaan primer, seperti didakwakan jaksa penuntut umum. Ia hanya terbukti melanggar dakwaan subsider.
Menurut majelis, Al Amien bersalah menerima uang Rp 75 juta berupa tiga lembar Mandiri Travel Cheque terkait pelepasan kawasan hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Al Amien juga terbukti menerima uang dari rekanan Departemen Kehutanan dalam pengadaan alat global positioning system (GPS), yakni dari PT Almega Geosystem senilai Rp 650 juta dan PT Data Script senilai Rp 186 juta. Ia juga terbukti menerima uang itu setelah melakukan ancaman agar kedua rekanan itu memberikan uang, bahkan mengancam akan mempersoalkan pengadaan GPS di pleno DPR, jika tidak terjadi penyerahan uang.
”Ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata tertib dan merupakan perbuatan tercela yang tidak patut dilakukan anggota DPR,” ujar majelis hakim.
Meskipun Al Amien terbukti menikmati pemberian uang, majelis hakim tidak memerintahkan pembayaran uang pengganti. Pasalnya, uang pengganti tak terdapat dalam dakwaan jaksa dan tak ada kerugian negara. Sebelumnya, jaksa meminta hakim memerintahkan Al Amien mengembalikan uang hasil tindak pidana senilai Rp 2,9 miliar.
Majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal memberatkan, yaitu perbuatan Al Amien menurunkan citra dan kredibilitas DPR, mengkhianati amanat rakyat dan pemerintah yang sedang gencar melaksanakan pemberantasan korupsi, dan tidak berterus terang serta berbelit-belit selama persidangan. Adapun hal yang meringankan adalah ia belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, serta masih muda dan masih mungkin memperbaiki diri.
Setelah persidangan, Al Amien merasa ada yang kurang pas dalam putusan majelis hakim. Ia mengaku tidak pernah membagikan uang kepada anggota DPR lain. Ia akan banding. (ANA)
Sumber: Kompas, 6 Januari 2009
---------------------------
Al-Amin Dihukum 8 Tahun Penjara
Dakwaan primernya dianggap tak terbukti.
Mantan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Al-Amin Nur Nasution, dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. "Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan," kata ketua majelis hakim Edward Pattinasarani saat membacakan putusan.
Al-Amin juga dikenai denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara, tapi tidak diminta membayarkan uang pengganti. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang meminta Al-Amin dipidana 15 tahun penjara dan membayarkan uang pengganti senilai Rp 2,9 miliar.
Hakim menyebut Al-Amin terbukti menerima uang terkait dengan alih fungsi hutan di dua lokasi. Yang pertama adalah di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, dan yang kedua di Tanjung Api-api, Sumatera Selatan. Namun, majelis menilai suami penyanyi dangdut Kristina ini tidak terbukti melakukan dakwaan kesatu primer, yaitu sebagai orang yang menggerakkan tindak korupsi ini.
Majelis hakim menyatakan, Al-Amin telah menerima dan membagikan cek yang didapat dari Chandra Antonio Tan, pengusaha asal Sumatera Selatan. Pemberian cek itu terkait dengan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api. "Terdakwa menerima tiga lembar cek sejumlah Rp75 juta," kata hakim Hendra Yospin.
Majelis hakim juga menyatakan Al-Amin telah menerima sejumlah uang dalam proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, untuk dijadikan ibu kota Bandar Sri Bintan. Uang tersebut diberikan oleh Sekretaris Daerah Bintan, Azirwan, dengan jumlah total Rp 2,35 miliar.
Vonis yang lebih ringan itu juga diberikan lantaran peran Al-Amin dianggap sangat kecil untuk mempengaruhi putusan Komisi IV. "Anggota DPR RI pada komisi tersebut beranggotakan 50 orang. Al-Amin hanya salah satu anggota, sehingga peranan Al-Amin tidak menentukan sama sekali," ujar hakim Hendra.
Dalam dakwaan kedua, Al-Amin terbukti meminta dan menerima uang dari rekanan Departemen Kehutanan dalam proyek pengadaan GPS Geodetik, GPS Handheld, dan Total Station senilai total Rp 1,38 miliar. "Terdakwa meminta komisi dari PT Almega Geosystem dan PT Datascript dengan ancaman akan mempermasalahkan kontrak tersebut di DPR--jika permintaannya tidak dipenuhi," kata hakim Martini. Padahal, menurut hakim, Al-Amin dilarang melakukan intimidasi dalam pelaksanaan proyek.
Jaksa menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim. Jaksa mempertanyakan putusan hakim yang menyatakan Al-Amin tidak terbukti melanggar dakwaan primer. "Dan kenapa tidak ada uang pengganti, padahal sudah ada dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata jaksa Suwardji.
Sedangkan Al-Amin segera menyatakan banding seusai mendengar vonis atas dirinya. "Saya harus memperjuangkan sesuatu yang tidak saya lakukan," kata Al-Amin setelah sidang selesai. Namun, kuasa hukumnya, Sirra Prayuna, menyatakan belum bisa memutuskan langkah selanjutnya sebelum mengkaji putusan hakim. FAMEGA SYAVIRA | TOMI
Sumber: Koran Tempo, 6 Januari 2009